Oleh. Hana Gadiza
Judul : Educated / Terdidik
Penulis : Tara Westover
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit : 2018
Penerjemah : Berkat Setio
Jumlah Halaman : 520 halaman
“The decisions I made after that moment were not the ones she would have made. They were the choices of a changed person, a new self. You could call this selfhood many things. Transformation, metamorphosis, falsity, betrayal. I call it an education.”
Ringkasan
Tara Westover adalah seorang wanita yang berasal dari Idaho. Dia tumbuh dengan keluarga religius yang dikenal sangat fanatik, konservatif, dan abusive. Dimana hal paling kecil seperti perempuan yang memperlihatkan tulang selangkanya dianggap sebagai perempuan yang tidak suci. Tara merupakan anak terakhir dari 7 bersaudara yang terdiri dari: Tony, Luke, Shawn, Tyler, Richard, Audrey, dan Tara. Ayah Tara percaya bahwa pemerintah adalah sumber dari segala kejahatan. Oleh karena itu ia memilih untuk mengandalkan kemandiriannya untuk segala hal. Dan hal itu juga mendorong ibunya untuk menjadi seorang bidan dan herbalis agar apabila ada penyakit yang berkaitan dengan medis, dia dapat mengatasinya sendiri. Anak-anak dari keluarga Westover sudah tidak lagi menghadiri sekolah. Karena bagi ayahnya, sekolah itu hanya akan mencuci otak anak-anaknya untuk menjadi budak pemerintah. Tapi itu semua berubah ketika Tyler yang merupakan kakaknya Tara, memilih untuk mendaftarkan dirinya untuk berkuliah.
Pada saat umur 17 tahun, Tara akhirnya memilih untuk mendaftarkan dirinya ke BYU (Brigham Young University) untuk memulai pendidikannya. Namun sebelum itu, dia harus mengambil tes ACT yakni American College Testing Program, karena tidak pernah mengikuti berbagai macam jenjang pendidikan. Pada awal-awal, Tara banyak mengalami kesalahan dan kebingungan. Seperti tidak mengerti cara ujian berjalan seperti apa, dan salah masuk ruang kelas. Tetapi karena dia mudah beradaptasi dan mempunyai teman yang membimbingnya, dia mendapatkan nilai terbaik dan mendapatkan beasiswa untuk semester selanjutnya. Karena performa dan pengetahuannya dalam sejarah yang sangat mencolok, Dr. Kerry yang merupakan professor pengampu sejarah Yahudi mendorong dan membantu Tara untuk dapat mendaftarkan dirinya ke Cambridge.
Seiring dengan perubahan-perubahan positif yang terjadi kepada Tara, tidak dapat dipungkiri juga bahwa banyak masalah-masalah personal yang mengelilinginya. Terutama bagaimana perlakuan keluarganya terhadap Tara yang dianggap sudah berdosa karena lebih memilih ilmu dari manusia dibanding tuhan. Hal ini yang membuat Tara terus mempertanyakan apakah dirinya berada di jalan yang benar dan apakah semua ini adalah salahnya. Pada saat di Cambridge, Tara mendapatkan beasiswa karena bantuan supervisornya yakni Professor Jonathan Steinberg yang kagum dengan esai nya. Tidak hanya beasiswa di Cambridge, tetapi Tara juga mendapatkan beasiswa untuk kunjungan ke Harvard. Pada saat ini konflik antara Tara dengan keluarganya semakin membesar dengan terjadinya pengkhianatan, dan penyebaran rumor-rumor negatif mengenai Tara. Serta, ibunya yang menegaskan bahwa Tara telah di abuse oleh kakaknya -Shawn-, membuat dirinya menyadari bahwa keluarganya gagal dalam melindunginya. Oleh karena itu Tara mulai menantang dan meninggalkan keluarganya untuk menuju kebebasan berpikirnya.
Saya sangat berterima kasih kepada Tara Westover karena sudah menuliskan memoar ini. Karena dari memoar ini akhirnya kita mengetahui bahwa yang menjadi penyebab terhalangnya akses pendidikan bukan hanya perkara pemerintah yang mempersulit atau tidak memberi fasilitas yang baik, tapi juga karena beragam dogma problematis yang masih beredar dikalangan masyarakat hingga saat ini. Dari buku ini juga, kita dapat mengetahui bahwa sistem pendidikan memang sudah seharusnya memudahkan bagi siapapun yang bertekad untuk dididik. Bukan justru mempersulit kita. Kalau membayangkan kejadian ini di Indonesia, rasanya seperti membaca cerita fiksi.
Dari memoar ini kita dapat mengetahui bahwa agama atau ideologi yang kita emban akan sangat berpengaruh pada pola pikir dan pola sikap kita. Meskipun pada akhirnya mereka hanya merasa putus asa pada negaranya sendiri. Yang mana pendidikan atau sekolah di Amerika memang tidak mengizinkan adanya unsur religius apapun karena ditakutkan akan menjadi doktrin. Dan hal ini tentu berimbas sangat besar bagi keyakinan Ayah dan Ibu Tara, sehingga memunculkan output seperti dilarangnya pendidikan formal bagi anak anak mereka dan ketidakpercayaan mereka pada rumah sakit.
Buku ini banyak menggambarkan seperti apa agama yang Tara kenal. Mulai dari dengan bentuk konservatisme dan fanatisme. Dan karena hal ini lah, saya mengimbau agar para pembaca dapat memilah mana hal yang baik dan mana hal yang buruk. Karena mungkin saja kefanatikan Ayah dan Ibu Tara adalah suatu bentuk ketaatan dan kehati-hatian mereka dalam menjalankan agamanya terlepas dari apa yang mereka perbuat adalah suatu bentuk kesalahan berpikir. Namun, apakah taat dalam menjalankan agama adalah sebuah kesalahan? tidak. Namun saya ingin mengingatkan bahwa kita tidak berhak menilai suatu agama itu ‘buruk’ hanya dengan melihat penganutnya.
Buku ini sebenarnya mengajarkan banyak hal dan sangat mind blowing. Salah satu pelajaran yang dapat kita petik adalah tentang kekuatan diri. Dunia memang bukan milik manusia. Tapi manusia diberikan akal untuk dapat berpikir mana yang baik dan mana yang tidak. Manusia dapat menentukan pilihannya sendiri ingin menjalani kehidupan di dunia seperti apa, dan kehidupan setelah mati seperti apa. Dan bagi Tara, dirinyalah yang menentukan apakah dirinya ingin keluar dari lingkungan yang toxic atau tidak. Kita, punya kekuatan yang tuhan berikan.
Buku ini dapat menjadi penghibur, namun dapat menjadi ‘racun’ disaat bersamaan jika kita tidak membacanya dengan akal sehat. Pendidikan memang memberi Tara kekuatan untuk berdiri atas keyakinannya sendiri, namun sejatinya keyakinan kita akan suatu hal adalah pemberi kekuatan terbesar bagi hati kita untuk terus melangkah lebih besar. But overall, I can strongly recommend this book to you.
Mengapa saya memberi judul resensi saya Educated = Defeated ? Karena menurut saya, keberanian Tara untuk menjadi educated adalah karena ada bagian dari dirinya yang defeated alias ‘dikalahkan’. Dalam prosesnya untuk menjadi ‘terdidik’, jeruji besi yang mengurung otaknya telah dikalahkan oleh dirinya sendiri. “Emancipate yourselves from mental slavery. None but ourselves can free our minds” —Tara Westover
Ada salah satu perkataan Tara yang membekas untuk saya yakni, “My life was narrated for me by others. Their voices were forceful, emphatic, absolute. It had never occurred to me that my voice might be as strong as theirs”. Artinya, hidupku selama ini dinarasikan orang lain. Suara suara mereka tegas, lantang, dan mutlak. Tidak pernah terpikirkan olehku bahwa suaraku bisa sekuat mereka.
Pada akhirnya, hanya tuhan yang Maha Pencipta lah yang dapat memberi kita kekuatan dan dapat mengetahui seberapa kuat kita untuk hidup di Bumi-Nya.