
Oleh. L. Sholihah
Muslimahtimes.com–Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan penjualan LPG 3 Kilo Gram (Kg) atau yang lebih popular disebut gas melon tidak lagi dijual di pengecer per 1/2/2025. Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung mengatakan “Sekarang kita dorong pengecer bisa naik kelas menjadi pangkalan, dengan mereka cuma mendaftarkan kegiatan usahanya dengan mendapatkan NIB (nomor induk berusaha) melalui OSS, sehingga mata rantai distribusi LPG lebih singkat dan harga diterima masyarakat sesuai harga yang ditetapkan pemerintah,”. (CNBC Indonesia,01/02/2025)
Dampaknya terjadi antrean panjang dipangkalan LPG di beberapa wilayah, salah satunya seperti yang terjadi di Pangkalan Gas Elpiji 3 Kg, CV. Permata Niaga Abadi di Kelurahan Cilendek Barat, Kecamatan Bogor Barat. Puluhan orang tampak mengantre sejak pagi untuk membeli gas elpiji 3 Kg tersebut. (radar bogor, 03/02/2025)
Kebijakan ini justru makin mempersulit rakyat kecil, baik untuk rumah tangga maupun usaha usaha kecil yang bergantung pada gas melon.selain ada pembatasan pembelian merekapun kesulitan untuk mencari pangkalan-pangkalan yang dekat dengan tempat tinggal atau tempat usaha mereka. Belum lagi dampak bagi para pengecer yang mereka tidak mampu untuk menjadi pangkalan, karena persyaratan yang rumit.
Melansir dari laman resmi Pertamina, terdapat sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi seseorang apabila ingin menjadi pangkalan resmi LPG 3 kilogram. Dokumen tersebut mencakup bukti kepemilikan lahan, dokumen legalitas usaha, dan dokumen pendukung berupa referensi dari bank maupun persetujuan lingkungan.
Adapun beberapa dokumen yang dibutuhkan ketika mendaftar, di antaranya KTP, NPWP, bukti kepemilikan lahan, bukti saldo rekening, akta pendirian badan usaha, fotokopi bukti kepemilikan usaha sejenis (jika ada), serta fotokopi bukti kerja sama dengan PT Pertamina (jika ada).
Selain itu, beberapa dokumen lain yang dibutuhkan adalah surat referensi bank, Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), Tanda Daftar Perusahaan (TDP) untuk badan hukum, izin gangguan dan/atau Surat Izin Tempat Usaha (SITU), Surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB), serta Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK).
Pendaftar juga diharuskan melampirkan susunan pengurus beserta jumlah karyawan, daftar pangkalan dan outlet LPG 3 kg beserta perjanjian kontraknya, serta surat pernyataan bermaterai yang berisi komitmen untuk membiayai penyediaan sarana dan fasilitas agen elpiji serta mematuhi peraturan yang berlaku.
Tentu persyaratan ini hanya bisa dipenuhi oleh orang orang yang punya modal besar, walhasil bagi pengecer yang bermodal pas-pasan hanya bisa meratapi nasib harus kehilangan salah satu atau bahkan satu satunya mata pencahariannya.
Inilah buah dari penerapan sistem ekonomi kapitalis, dengan kapitalisasi SDA (Sumber Daya Alam) yang merupakan hajat hidup rakyat, diserahkan pengelolaannya kepada swasta dan keuntungannya hanya dinikmati oleh segelintir orang yang berkuasa. Sementara pemberian subsidi yang sejatinya itu adalah hak rakyat justru dianggap beban. Kebijakan saat ini tidak lain adalah upaya pemerintah memuluskan penghapusan subsidi. Hanya saja, penghapusan subsidi akan banyak ditentang oleh masyarakat karena menganggap itu adalah kewajiban pemerintah yang sudah menjadi tugasnya untuk memberikan pelayanan terhadap rakyat, namun karena pemerintah masih ingin dianggap peduli oleh masyarakat, dibuatlah sebuah alasan bahwa subsidi tetap akan diberikan, tetapi harus tepat sasaran. Akhirnya kebijakan yang lahirpun hanya menguntungkan korporat, sedangkan rakyat kecil kehidupannya dibuat melarat.
Dalam Islam, tugas penguasa adalah ri’ayah su’unil ummah, yakni mengurusi kepentingan rakyat dengan sebaik-baik pelayanan. Penguasa bukanlah pelayan kepentingan korporat atau pejabat. Dengan pandangan ini, Islam menetapkan kebijakan terkait harta milik rakyat sebagai berikut:
Pertama, setiap harta yang terkategori milik umum, seperti minyak bumi, gas alam, batu bara, hutan, sungai, laut, sumber daya mineral, barang tambang dan sejenisnya, negara wajib mengelolanya dan mengembalikan hasil pengelolaan tersebut kepada rakyat agar mereka dapat menikmati dan memanfaatkannya.
Sebagaimana sabda Nabi ﷺ, “Kaum muslim berserikat pada tiga perkara, yaitu air, padang rumput, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad). Hadis ini menjadi pedoman pengelolaan harta milik umum yang jumlahnya melimpah dan dibutuhkan masyarakat tidak boleh dikelola, dimiliki, atau dikuasai oleh individu, swasta, apalagi asing.
Kedua, negara mengelola SDA mulai dari proses produksi, distribusi, hingga masyarakat dapat memanfaatkannya dengan harga murah dan terjangkau. Kalaulah ada harga yang harus mereka bayar, itu hanya untuk mengganti biaya produksi saja. Negara tidak boleh mencari keuntungan dari hasil pengelolaan harta yang menjadi hajat publik.
Ketiga, dalam pemanfaatan LPG yang menjadi kebutuhan semua orang, tidak boleh ada dikotomi siapa yang harus menikmati dengan murah kekayaan alam tersebut. Seluruh rakyat berhak menikmatinya baik kaya maupun miskin, sehingga tidak ada istilah LPG subsidi dan nonsubsidi.
Demikianlah, pengelolaan LPG yang termasuk harta milik umum dalam sistem Islam. Tidak boleh ada komersialisasi dan kapitalisasi dalam pengelolaan serta penggunaannya. Penerapan sistem Islam secara kafah akan menuntaskan distribusi tidak tepat sasaran, menghilangkan sekat ketimpangan sosial, dan memudahkan rakyat mendapatkan apa yang sudah menjadi haknya dalam pengelolaan harta milik umum.