
Oleh. Hana Annisa Afriliani,S.S
(Penulis Buku dan Aktivis Dakwah)
Muslimahtimes.com–Media sosial ramai oleh #KaburAjaDulu, yakni sebagai bentuk ekspresi kekecewaan rakyat terhadap kondisi politik, ekonomi, dan sosial di negeri ini. Sebagaimana diulas dalam laman kompas.com (18-02-2025) bahwa tren tagar Kabur Aja Dulu dianggap sebagai bentuk keinginan masyarakat untuk meninggalkan Indonesia demi bekerja atau melanjutkan studi di luar negeri.
Bahkan, dengan menggunakan tagar tersebut warganet juga mengunggah informasi terkait kesempatan studi atau bekerja di luar negeri untuk “kabur” dari Indonesia. Banyak warganet berbagi informasi seputar lowongan kerja, beasiswa, les bahasa, serta pengalaman berkarier dan kisah hidup di luar negeri dengan menggunakan tagar Kabur Aja Dulu.
Sejatinya, tren kabur aja dulu merupakan fenomena yang merefleksikan kegagalan negara dalam menjamin kesejahteraan rakyatnya. Hal tersebut sungguh ironi di tengah massifnya gagasan Indonesia Emas 2045. Dikutip dari laman resmi Indonesia Emas 2045, Indonesia Emas 2045 adalah di usia 100 tahun kemerdekaan, Indonesia akan mewujudkan visi menjadi negara nusantara berdaulat, maju, dan berkelanjutan.Dan di tahun itu pulalah, jumlah penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 324 juta, yakni terbesar keenam di dunia. Dengan bonus demografi tersebut, diharapkan mampu menopang terwujudnya Indonesia Emas yang dicita-citakan.
Ketika Kesejahteraan Rakyat Sekadar Janji Manis
Berbondong-bondongnya masyarakat “kabur” ke luar negeri, semestinya menjadi tamparan bagi pemerintah dan bahan evaluasi atas kinerjanya selama ini yang ternyata belum mampu mewujudkan kesejahteraan hakiki. Bukan malah memberikan respons yang meremehkan bahkan cenderung menantang, sebagaimana yang dikatakan oleh Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker), Immanuel Ebenezer atau yang akrab disapa Noel, “Mau pergi, ya silakan saja. Kalau memang tidak ingin kembali, juga tidak masalah, hi hi hi. Tagar-tagar seperti itu tidak perlu kita pikirkan terlalu dalam,” ujar Noel di Jakarta, Senin (17/2/2025). (Liputan6.com/18-02-2025)
Pernyataan tersebut jelas tidak menunjukkan karakter seorang negarawan sejati. Karena selayaknya seseorang yang diamanahi mengurus kepentingan rakyat, harusnya senantiasa memperhatikan apa yang menjadi aspirasi rakyatnya. Pemerintah sudah sepantasnya menjadikan tagar Kabur Aja Dulu yang meluas di media sosial sebagai cambukan atas karut-marutnya persoalan di negeri ini.
Betapa tidak, rakyat di negeri ini seringkali menjadi objek penderita atas lahirnya berbagai kebijakan yang menyengsarakan rakyat, misalnya saja berbagai pajak yang dibebankan kepada rakyat dengan persentase yang terus dinaikkan, belum lagi efisiensi anggaran yang baru saja digulirkan. Sebagaimana diketahui bahwa pemerintah Indonesia, di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, memutuskan untuk memangkas anggaran negara sebesar Rp306,7 triliun pada tahun 2025.
Akibat dari kebijakan tersebut, beberapa sektor strategis harus menelan pil pahit pemangkasan anggaran, seperti sektor pendidikan dan kesehatan. Di tahun 2025 ini anggaran pendidikan turun sebesar 9%.Dampaknya terlihat pada berkurangnya dana untuk program beasiswa Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K), yang selama ini membantu mahasiswa dari keluarga tidak mampu melanjutkan pendidikan tinggi. (Kumparan.com)
Dampak lain dari kebijakan ini adalah berkurangnya jumlah penerima bantuan pendidikan. Data Kemendikdasmen menunjukkan bahwa jumlah penerima Program Indonesia Pintar (PIP) tahun 2025 turun menjadi 17,9 juta siswa dari sebelumnya 18,6 juta siswa pada tahun 2024. Sungguh, pemangkasan anggaran di dunia pendidikan ini akan mengancam masa depan generasi, padahal pendidikan adalah hak setiap warga negara.
Tak hanya itu, akibat efisiensi anggaran tersebut, berbagai sektor pun terkena imbasnya, bahkan terjadi PHK massal di beberapa perusahaan. Ironisnya, alokasi anggaran yang dipangkas tersebut akan dialihkan kepada program prioritas, salah satunya Makan Bergizi Gratis (MBG). Padahal rakyat tak hanya butuh makan siang bergizi tapi juga kehidupan yang sejahtera.
Namun, bagaimana mau sejahtera jika pemerintah justru gagal melihat akar permasalahannya. Persoalan stunting yang coba diatasi pemerintah lewat MBG sejatinya berakar pada tingkat kesejahteraan keluarga yang rendah. Semestinya pemerintah berfokus pada perbaikan kesejahteraan tersebut dengan tata kelola perekonomian yang sehat, bukan perekonomian kapitalistik yang hanya berpihak kepada para pemilik modal.
Akibat Sistem Rusak
Sistem kapitalistik yang lahir dari rahim sekularisme yakni pemisahan agama dari kehidupan, menjadikan negara berjalan di atas prinsip-prinsip materialistik, bukan prinsip pelayanan terhadap rakyat. Akibatnya, negara hanya berperan sebagai regulator, yang menjadi penghubung antara rakyat dengan swasta. Komersialisasi di berbagai bidang pun tak bisa dielakkan. Akibatnya kehidupan rakyat kian sulit. Minimnya lapangan pekerjaan di negeri ini membuat rakyat kian terjepit derita, karena di sisi lain harus memenuhi kebutuhan hidupnya yang kian meroket naik. Berbagai subsidi dikurangi bahkan dicabut, wajar rakyat indonesia memilih kabur ke luar negeri karena di sana menjanjikan beasiswa pendidikan bahkan banyak terbuka lapangan kerja.
“Sungguh, kita semua harusnya menyadari bahwa hidup tanpa diatur dengan syariat Islam hanya akan melahirkan berbagai kesengsaraan. Padahal Rasulullah Saw sudah meninggalkan warisan peradaban Islam, yakni Khilafah Islamiah yang jika diterapkan akan mewujudkan kegemilangan dan kesejahteraan. Dalam naungan sistem Islam, peradaban emas akan terwujud nyata, bukan hanya Indonesia Emas.
Allah SWT berfirman:
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (Al-A’raf:96)