
Oleh. VieDihardjo
Muslimahtimes.com–Laporan Climate Right International (CRI) yang dirilis 17 Januari 2024, salah satu industri pengolahan nikel terbesar yang dioperasikan oleh PT Indonesia Nikel Weda Bay Industrial Park (IWIP) telah menyebabkan deforestasi, pelanggaran HAM dan pencemaran lingkungan (www.voaindonesia.com 18/1/2024)
Krista Shennum, peneliti CRI mengungkapkan telah mewawancarai 45 orang narasumber yang tinggalnya berdekatan dengan lokasi peleburan (smelting) di IWIP dan pertambangan nikel di Halmahera. Menurut kesaksian warga, mereka kerap diintimidasi untuk menjual lahan mereka dengan harga jauh lebih murah dibanding rata-rata harga pasar, warga tidak diberi kesempatan melakukan negosiasi harga. Jika warga menolak menjual, perusahaan kerap menggunakan oknum polisi atau militer untuk menakut-nakuti warga.
Lanjut Krista, kegiatan penambangan nikel di wilayah tersebut telah menyebabkan deforestasi yang cukup parah, hutan tropis seluas 5.331 hektare telah ditebang dalam konsesi pertambanngan nikel di Halmahera. Hal ini membuat terlepasnya 2,04 metrik ton setara 1.000 kilogram setara 1.000.000 gram gas rumah kaca (GRK). Gas rumah kaca (GRK) adalah gas-gas yang berada di amosfer bumi yang berfungsi menjaga agar suhu di bumi tetap hangat, salah satu gas dalam GRK adalah karbondioksida (CO2). Penebangan hutan besar-besaran akan menyebabkan berkurangnya jumlah tanaman yang dapat menyerap karbondioksida (CO2) melalui proses fotosintesis. Terlepasnya CO2 dalam jumlah besar akan mengakibatkan terjadinya efek rumah kaca, yakni pemanasan global, suhu dipermukaan bumi semakin panas.
Kerugian lain yang dialami warga adalah tercemarnya air bersih. Akses terhadap air bersih hilang, yang selama ini bisa dengan mudah mereka dapatkan dari sungai-sungai didekat tempat tinggal mereka. Pencemaran air laut juga terjadi karena limbah penambangan, dan berdampak pada mata pencaharian warga sebagai nelayan.
Senada dengan CRI, Zakki Amali Research Manager Trend Asia mengatakan “Bayangkan kalau alat pengukur pencemaran dipasang di Morowali, di IWIP, (polusi) Jakarta itu tidak ada apa-apanya. Bahkan gabungan emisi dari industri dan emisi kendaraan yang ada di Jakarta itu tidak ada apa-apanya dengan jumlah emisi yang dihasilkan PLTU di sana,” (www.voaindonesia.com 18/1/2024)
Polusi udara yang dihasilkan oleh 14 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) sangat menganggu dan membahayakan warga.
Rakyat Selalu ‘Buntung’ dalam Ekonomi Kapitalistik
Nikel dikeruk, industrialisasi nikel besar-besaran yang digadang-gadang sebagai transisi energi ramah lingkungan ternyata menumbalkan rakyat. Perusahan-perusahan pengolahan nikel banyak tersebar, menurut Auriga Nusantara ada 24 perusahaan yang mendominasi. Kebijakan melarang ekspor bijih nikel mentah, tapi diekspor dalam produk setengah jadi (hilirisasi) pada tahun 2014 oleh mantan Presiden Jokowi mampu menarik investor domestik dan asing untuk membangun smelter. Terkesan ideal, benarkah? Politisi Partai Demokrat, Zulfikar Hamonangan, dikutip dari Tiongkok South Post menyatakan bahwa hilirisasi nikel banyak menguntungkan Tiongkok karena mendapatkan pemotongan pajak hingga 30 persen. Hal senada disampaikan juga oleh ekonom Bhima Yudhistira.
Ekonom Faisal Basri juga menyatakan, ratusan pekerja untuk smelter nikel didatangkan dari Tiongkok bukanlah tenaga ahli. Kebijakan hilirisasi nikel pada faktanya hanya menguntungkan sekelompok pebisnis atas nama rakyat. Mengapa bisa terjadi?
Rakyat yang terus dirugikan dikarenakan sistem yang mengatur kehidupan manusia hari ini adalah Kapitalisme, yaitu sistem yang memuja para pemilik modal (uang) yang melahirkan eksploitasi besar-besaran yang hanya menguntungkan individua atau sekelompok orang yang memiliki uang.
Sebuah lembaga di Inggris, Oxfam dalam penelitiannya “Time to Care Unpaid and Underpaid Care Work and the Global Inequality Crisis”, kesenjangan ekonomi telah berjalan di luar kendali. Pada tahun 2019, sebanyak 2.153 miliarder dunia memiliki kekayaan melebihi total kekayaan 4,6 miliar orang penduduk dunia. Satu persen orang terkaya di dunia memiliki lebih dari dua kali lipat total kekayaan dari seluruh penduduk bumi (Oxfam.org, 2020) (www.alwaie.net 3/10/2023)
Buku “The Age of Surveillance Capitalism: The Fight for a Human Future at the New Frontier of Power” yang ditulis oleh Shoshana Zuboff (2019) mengungkapkan bebagai fakta tentang eksploitasi individu-individu (rakyat) oleh perusahaan-perusahaan kapitalis raksasa, pengusaha dan penguasa melakukan ‘kongkalingkong’ mengeksploitasi demi keuntungan mereka sendiri bukan untuk rakyat.
Maka Hilirisasi nikel hanya menguntungkan sekelompok orang yang memiliki modal, diberi konsensi untuk mengelola sumberdaya alam milik rakyat, proses eksploitasinya dilindungi undang-undang yang dilahirkan penguasa, hasilnya bukan untuk rakyat, ini pelanggaran pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 “ Bumi, air dan kekayaan yang terkandung didalamnya, dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat!”
Solusi Islam Pengelolaan Sumberdaya Alam
Al-Quran dan al-hadis menunjukkan betapa pentingnya membangun sebuah industri yang bisa menghasilkan dan mengolah kekayaan alam berupa bahan galian tambang di dalam perut bumi. Sebagaimana Allah berfirman,
هُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ ذَلُولًا فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا مِنْ رِزْقِهِ ۖ وَإِلَيْهِ النُّشُورُ
Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan (Qs.Al Mulk ayat 15)
Dalam Islam kepemilikan dipisahkan, terdapat kepemilikan individu, kepemilikan negara dan kepemilikan umum. Pembagian status kepemilikan memiliki konsekuensi yang bisa menguasai dan memanfaatkan. Kepemilikan umum adalah milik rakyat dan tidak boleh dimiliki oleh individua atau kelompok. Rasulullah bersabda,”Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api “(HR. Abu Dawud dan Ahmad)
Imam as-Sarakhsyi di dalam al-Mabshut menjelaskan bahwa di dalam hadits ini terdapat penetapan berserikatnya manusia baik muslim maupun kafir dalam ketiga hal itu. Berserikatnya manusia bukan karena zatnya tetapi komoditas (barang) tersebut dibutuhkan secara komunal (orang banyak) jika dikuasai oleh individu atau kelompok akan menyulitkan bagi manusia untuk memperolehnya. Maka barang tambang termasuk nikel adalah kepemilikan umum yang haram dikonsesikan (diberikan izin) bagi individu atau kelompok untuk menguasai dan mengelola. Ketegasan aturan ini akan menutup celah bagi korporasi (kelompok) untuk melakukan eksploitasi besar-besaran untuk kepentingan pribadi dan membuat rakyat’buntung’.
Menurut Imam Taqiyuddin an-Nabhânî, hutan dan bahan galian tambang yang tidak terbatas jumlahnya dan tidak mungkin dihabiskan adalah milik umum dan harus dikelola oleh negara. Hasil pengelolaan tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan pokok rakyat dan subsisi berbagai pelayanan umum, semisal, pendidikan, kesehatan, perumahan dan sebagainya.
Nikel dikeruk, semestinya membuat rakyat beruntung karena negara akan mengembalikan hasilnya untuk kesejahteraan rakyat . Namun hal ini membutuhkan langkah sistematis yaitu menerapkan islam sepenuhnya dalam seluruh aspek, termasuk pengelolaan sumberdaya alam. Wallahu’alam bisshowab