
Oleh. Ariani
Muslimahtimes.com–Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkap harga beras terus mengalami kenaikan di beberapa kabupaten/kota pada minggu kedua Juni 2025 (ekonomi.bisnis.com,16-06-2025) Pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori menyebut sudah berbulan-bulan harga beras medium di atas harga eceran tertinggi (HET) secara nasional. Begitu pula dengan beras premium. Menurutnya, kondisi ini terjadi salah satunya lantaran sebagian besar gabah/beras diserap oleh Bulog dan menumpuk di gudang Bulog. Badan Pangan Nasional (Bapanas) meyakini kondisi perberasan nasional terkendali seiring memadainya Stok Beras di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC), Jakarta Timur (ekonomi.bisnis.com,17-06-2025). Namun anehnya justru terjadi kenaikan harga beras pada 133 kabupaten/kota pada pekan kedua Juni 2025
Mafia Beras Ga ada Matinye
Ternyata, hanya 20-40 persen beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) yang dijual ke penyalur sesuai dengan standar yang ditetapkan pemerintah. Selebihnya dikemas ulang alias oplosan dan dijual dengan harga tinggi atau premium. Praktik mafia beras itu disampaikan Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman. Ia mengaku mendapat laporan yang menyebutkan 20-40 persen beras SPHP dijual sesuai standar dan sisanya dikemas ulang. Mengoplos beras menjadi salah satu modus mafia beras. Lebih jauh, ia mengungkap temuan yang mengejutkan soal peredaran 212 merek beras yang diduga tidak memenuhi standar mutu, takaran, dan harga eceran tertinggi (HET). Akibat pelanggaran tersebut, potensi kerugian konsumen ditaksir mencapai Rp99 triliun (money.kompas.com,27-06-2025)
Mafia Beras sangat lumrah terjadi di sistem perekonomian kapitalisme yang terpancar dari Aqidah sekulerisme yaitu memisahkan agama dari kehidupan sehingga manusia merasa punya hak membuat aturan hidup sendiri termasuk tata cara berekonomi. Dalam ekonomi kapitalisme, setiap individu mempunyai hak untuk mengupayakan kesejahteraan pribadinya setinggi-tingginya. Pemerintah dalam sistem ekonomi hanya sebagai regulator. Negara tidak memiliki fungsi menjamin kesejahteraan masyarakat. pemerintah membuat aturan dan kebijakan untuk menjaga stabilitas pasar, melindungi hak milik, dan memastikan persaingan yang sehat, tetapi tidak terlibat langsung dalam kegiatan operasional bisnis. Meskipun terdapat Bulog namun jalur distribusi masih diserahkan bebas kepada swasta atau pemilik modal besar.
Meski stok beras aman di Gudang Bulog namun banyak mafia beras menahan pasokan beras sehingga menciptakan pola harga yang melampui HET akibat pasar dikondisikan langka pasokan. Bahkan beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) bisa dioplos dan dikemas ulang menjadi beras premium sehingga terkondisi beras non premium langka di pasaran. Dan sesuai hukum ekonomi kapitalisme bahwa semakin tinggi permintaan maka semakin tinggi harga barang. Tidak sedikit malah pejabat pemerintah sendiri menjadi backing mafia beras bahkan sebagai pelakunya sendiri. Solusinya adalah Kembali kepada Solusi Islam. Kok bisa?
Ekonomi Islam anti Mafia Pangan
Islam merupakan agama sekaligus ideologi yang memiliki seperangkat aturan dalam menyelesaikan seluruh permasalahan hidup manusia, termasuk dalam rangka pemenuhan kebutuhan rakyat secara adil dan merata. Dalam Islam, penguasa berperan dalam mengurus dan melayani umat sesuai sabda Nabi Muhammad Saw, “Sesungguhnya seorang penguasa adalah pengurus (urusan rakyat) dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusnya” (HR. Musim dan Ahmad). Penguasa (khalifah) akan melestarikan kultur pertanian, negara memberi kemudahan kepada para petani memiliki lahan, pengadaan pupuk, dan modal mengolah lahan. Negara juga akan memberikan fasilitas pendidikan untuk melakukan riset-riset, pelatihan, dan pengembangan. Penguasa tidak akan melepaskan bebas distribusi pangan termasuk beras.
Dalam system ekonomi Islam, penguasa akan menghilangkan penyebab dinamika harga pangan, seperti penimbunan. Islam mengharamkan adanya monopoli perdagangan dan penimbunan yang meyebabkan kenaikan harga pangan. Dalam HR. Al- Hakim dan Al-Baihaqi, Abu Umamah al–bahili berkata “Rasulullah melarang penimbunan makanan.” Jika terjadi penimbunan, maka dia akan dipaksa mengeluarkan stok pangan dan memasarkannya. Pelakunya juga akan mendapat sanksi ta’zir. Tentu saja sistem ekonomi Islam adalah sistem ekonomi anti mafia pangan. Wallahu alam bishowab