
Oleh. Sri Rahayu
Muslimahtimes.com–Otoritas Zionis kembali memblokade penuh wilayah Gaza. Imbasnya, sejak 2 Maret 2025, jumlah truk bantuan bagi warga Gaza sangat terbatas. (cnbcindonesia.com, 23/7/2025). Blokade tersebut juga menyebabkan putusnya pasokan semua barang, termasuk makanan, bahan bakar, dan obat-obatan. Akibatnya sekitar 2,3 juta penduduk Gaza, terutama wanita dan anak-anak mengalami kondisi kekurangan pangan terburuk. Dilaporkan, 900.000 anak harus kelaparan dan 70.000 mengalami malnutrisi. Dalam 72 jam, 21 anak meninggal akibat malnutrisi dan kelaparan. (bbc.com,23/7/2025).
Melansir sindonews.com Pelapor Khusus PBB untuk Hak Atas Pangan, Michael Fachri menyatakan kelaparan yang diderita penduduk Gaza merupakan hukuman kolektif dan merupakan komponen genosida. Pernyataan ini tidaklah berlebihan. Karena sekalipun Kementerian Luar Negeri Israel menyatakan 4.400 truk bantuan kemanusiaan telah memasuki Gaza. Juga 700 truk lainnya menunggu untuk diangkut oleh PBB. Namun, pernyataan berbeda keluar dari Lembaga Penyiaran Israel yang menyatakan militer Israel telah menghancurkan puluhan ribu truk bantuan.
Indikasi genosida melalui pelaparan sistematis juga makin menguat ketika muncul tuduhan dari LSM internasional dan badan-badan PBB tentang pemerintah Israel yang memblokir dan menunda pengiriman bantuan. Sehingga bantuan membusuk sebelum tersalurkan. Tentara Israel juga acapkali menembaki warga Gaza saat antri mengambil bantuan. Akibatnya warga Gaza semakin sulit mendapatkan bantuan makanan. Mereka harus bertaruh nyawa untuk mendapatkan sekantong tepung. PBB mengonfirmasi setidaknya lebih dari 1000 orang gugur saat mendapatkan makanan di sekitar lokasi Yayasan Kemanusiaan Gaza dukungan Israel dan Amerika Serikat.
Genosida gaya baru yang dilakukan Zionis ini tentunya mengundang reaksi dari banyak kalangan. Tidak sedikit kecaman dan tuntutan dilontarkan agar kebiadaban Zionis Yahudi terhadap rakyat Palestina, termasuk Gaza segera diakhiri. Sayangnya kecaman dan tuntutan itu bagaikan pantulan gema yang hilang begitu saja ditelan sunyi. Para penguasa dunia diam. Hanya melontarkan retorika tanpa mengerahkan kekuatan senjata negara mereka untuk menghentikan kepongahan Zionis Yahudi. Tidak ada tindakan tegas untuk Israel dari Uni Eropa yang dikenal sebagai pejuang HAM dan supremasi hukum. PBB sebagai representasi negara-negara di dunia pun tak berkutik ketika AS mengeluarkan hak Veto untuk membela Israel. Dunia nyatanya mati gaya menghadapi Zionis Yahudi.
Para pemimpin negeri Islam juga tak kalah khusyuk ketika mengamini ketidakadilan yang dilakukan sang adidaya. Senjata mereka jadi mandul karena diikat oleh kesepakatan dan kerjasama dengan negara-negara adidaya pendukung Zionis. Mereka sudah puas dengan mengirimkan bantuan kemanusiaan. Padahal yang dibutuhkan Palestina adalah senjata dan bantuan militer. Mereka lupa bahwa ikatan aqidah seharusnya menjadikan mereka sebagai pembela saudara muslim mereka di Palestina.
Kondisi ini jelas berbeda dengan yang dicontohkan Rasulullah saw. saat mengusir Bani Qoinuqo, Bani Nadhir dan Bani Quraidzah. Ketiga entitas Yahudi tersebut jelas melakukan pengkhianatan terhadap kesepakatan dan memerangi kaum Muslimin. Tidak ada bahasa selain perang terhadap mereka. Hingga akhirnya Rasulullah saw. mampu menjaga kestabilan serta keamanan negara dan masyarakat saat itu. Inilah yang seharusnya dilakukan oleh umat Islam saat ini. Bukan hanya memberikan bantuan kemanusiaan atau menerima solusi dua negara. Melainkan mengusir Zionis Yahudi dari tanah Palestina dengan mengerahkan pasukan kaum muslimin. Hal ini hanya dapat dilakukan oleh institusi negara. Sedangkan institusi tersebut yaitu Khilafah belum ada wujudnya saat ini. Karenanya, menjadi kewajiban seluruh kaum muslimim untuk memahamkan umat akan pentingnya Khilafah. Yang dengan keberadaan Khilafah, umat Islam tidak hanya akan memiliki pemimpin tapi juga perisai yang akan melindungi dari segala bentuk bahaya, termasuk genosida yang dilakukan oleh Zionis Yahudi.