
Oleh. Aulia Rafika Sari
Muslimahtimes.com–Suara protes terus menggema di media sosial. Warga Desa Pangkalan Banteng, Kalimantan Tengah, mengeluhkan kondisi jalan utama di desa mereka yang rusak parah. Setiap musim hujan, jalan berubah menjadi kubangan lumpur. Kendaraan roda dua kerap terjebak, mobil sulit lewat, bahkan pejalan kaki pun harus ekstra hati-hati.
Jalan, Urat Nadi Kehidupan yang Dibiarkan Membusuk
Bagi masyarakat desa, jalan bukan sekadar fasilitas fisik, melainkan urat nadi kehidupan. Dari jalan inilah hasil pertanian bisa didistribusikan, anak-anak menimba ilmu, hingga pasien darurat mencapai fasilitas kesehatan. Namun kerusakan yang sudah lama dibiarkan tanpa perbaikan membuat aktivitas warga terhambat.(swaradesaku)
Yang lebih menyakitkan, keluhan mereka seolah tak terdengar oleh pemerintah daerah. Perbaikan jalan yang dijanjikan tak kunjung datang. Bahkan, kondisi serupa bukan hanya di Pangkalan Banteng, tetapi juga di banyak desa lain di pelosok Indonesia.
Ketimpangan Pembangunan: Tol Megah, Desa Terlupakan
Ironisnya, di saat jalan desa masih terbengkalai, pembangunan jalan tol justru terus dikebut. Data Kementerian PUPR mencatat, hingga November 2023 panjang jalan tol yang beroperasi sudah mencapai 2.816,7 kilometer. Target akhir 2023 bahkan mendekati 3.000 kilometer. Jalan tol megah membentang, sementara jalan desa tetap becek dan terabaikan. (Kompas.com)
Inilah wajah nyata ketimpangan pembangunan. Kota besar dan jalan tol menjadi prioritas, sementara desa ditinggalkan. Anggaran sering habis untuk acara seremonial atau proyek mercusuar, tapi kebutuhan dasar rakyat justru diabaikan. Dalam sistem kapitalis yang sekular, pembangunan selalu dilihat dari untung-rugi. Infrastruktur yang dianggap tidak menguntungkan investor, dibiarkan rusak tanpa solusi.
Pemerintah Abai, Rakyat Menanggung Derita
Padahal, jalan adalah fasilitas vital yang menyangkut keselamatan. Jalan rusak bisa memicu kecelakaan, menghambat ekonomi, bahkan memperparah keterbelakangan desa. Negara seolah abai, membiarkan rakyat menanggung beban sendiri.
Islam Menawarkan Solusi Keadilan Pembangunan
Islam menawarkan solusi yang berbeda. Dalam pandangan Islam, kepemimpinan adalah amanah besar. Pemimpin wajib menjadi raa’in (pengurus rakyat) sekaligus junnah (pelindung rakyat). Rasulullah saw bersabda:
“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR. Bukhari)
Khilafah: Jalan Keluar dari Ketimpangan Infrastruktur
Dalam sistem Khilafah, infrastruktur seperti jalan menjadi tanggung jawab negara sepenuhnya. Dana dari Baitulmal — yang bersumber dari fa’i, kharaj, jizyah, dan kepemilikan umum — digunakan untuk kepentingan rakyat, tanpa membebani mereka. Baik jalan di desa maupun kota akan sama-sama diperhatikan, karena Islam tidak membeda-bedakan berdasarkan untung materi, melainkan berdasarkan kebutuhan umat.
Dengan penerapan Islam, jalan tidak lagi menjadi simbol ketimpangan, melainkan fasilitas yang menghadirkan keadilan. Desa dan kota sama-sama maju, rakyat bisa beraktivitas dengan nyaman, dan kesejahteraan benar-benar dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Wallahu’alam