
Oleh. Hany Handayani Primantara, S.P
Muslimahtimes.com–Sejarah mencatat tanggal 25 Agustus kemarin sebagai sebuah simbol perubahan yang digaungkan rakyat demi Indonesia lebih baik. Semua elemen masyarakat tak terkecuali para generasi z yang berstatus anak berkumpul jadi satu menyuarakan aspirasinya. Mengingat waktu aksi yang panjang dan peserta semakin lelah membuat suasana aksi menjadi tidak kondusif. Banyak massa terluka bahkan meninggal dunia akibat bersitegang dengan aparat keamanan. Namun hal itu tak lantas membuat api semangat para gen z memudar bahkan justru makin menyala.
Akhirnya 295 tersangka berusia anak dalam kerusuhan tersebut ditetapkan. Namun Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengingatkan kepolisian terkait potensi pelanggaran hak asasi manusia dalam penetapan tersangka berstatus anak, sebab proses penyelidikan biasanya sarat akan ancaman dan intimidasi. Bahkan ketua Komnas HAM Anis Hidayah menyarankan untuk mengkaji kembali penetapan tersangka dan bisa memastikan penyelidikan sesuai dengan hukum acara pidana dalam sistem peradilan pidana anak (SPPA). (kompas.com, 26-09-25)
Peran pemuda dalam kebangkitan sebuah negara sangatlah besar, mengingat potensi yang dimiliki para pemuda amatlah banyak dan berpengaruh nyata dalam praktiknya. Namun apa jadinya jika suara para pemuda sengaja dikriminalisasi oleh sebagian pihak tak bertanggung jawab demi segelintir kepentingan. Akankah penyelidikan yang dilakukan pihak kepolisian kepada pelaku aksi berstatus anak akan bisa menyelesaikan masalah yang ada?
Diskriminasi Gen Z Oleh Kapitalis
Ada perubahan besar pada pola pikir generasi z saat ini. Mereka semakin sadar akan kerusakan dan ketimpangan kondisi politik yang menimpa umat. Sekalipun belum bisa menentukan pilihan akan kemana perubahan itu sendiri, setidaknya generasi z sudah mengakui adanya kesalahan fatal dari penerapan sistem yang meliputi urusan rakyat. Dari modal itu mereka himpun suara menjadi satu gerakan. Diharapkan kelak dari gerakan tersebut bisa menghasilkan perubahan ke arah yang lebih baik bagi kehidupan masyarakat, terutama kalangan menengah ke bawah.
Di saat generasi z mulai sadar akan politik, mereka menuntut perubahan atas kondisi yang zalim dan ketidakadilan yang dialami masyarakat. Segelintir pihak justru mengalihkan opini tersebut bahkan membungkam suaranya. Hal ini sengaja dilakukan, mengingat potensi besar yang dimiliki kaum generasi z dalam menghalau opini publik. Suara-suara kritis tentang pemerintah dibabat habis. Walhasil dibuatlah cara agar kesadaran politik pada gen z tadi dikriminalisasi. Mulai dari labelisasi anarkisme pelaku aksi yang berstatus anak hingga tindakan amoral lain yang lahir dari aksi tersebut.
Menurut sistem demokrasi kapitalis, suara-suara dari generasi z yang menuntut perubahan dapat membahayakan eksistensinya. Maka wajar ketika demokrasi membatasi bahkan tak sedikitpun memberi ruang gerak pada suara yang tak sejalan dengannya. Penjegalan, diskriminasi, labelisasi anarkisme merupakan salah satu upaya mereka agar perubahan yang lahir dari kesadaran politik itu dihilangkan. Sekalipun ada harga yang mesti dibayar mahal, berupa pelanggaran Hak Asasi Manusia yang mereka gaungkan sendiri.
Pemuda Merupakan Awal Mula Perubahan
Islam memandang pemuda merupakan agen perubahan sebuah bangsa. Cikal bakal agen pembaharu segala bentuk inovasi di setiap zaman, yang berkontribusi aktif dalam pembangunan negara. Potensi pemuda dengan perubahan kesadaran politiknya ini perlu diarahkan pada perubahan hakiki menuju Islam kaffah. Sebab hanya dengan perubahan yang fundamental semua kezaliman akan berakhir. Melahirkan sebuah kehidupan baru yang lebih memanusiakan dan menghasilkan ketentraman bagi semua elemen masyarakat.
Selain memandang pemuda sebagai tonggak kebangkitan umat, Islam pun mewajibkan adanya amar maruf nahi mungkar dalam setiap kesempatan. Termasuk di dalamnya mengoreksi penguasa ketika mereka berbuat zalim dan melakukan kekeliruan. Bukan malah dibungkam, ditekan serta dikriminalisasi seperti sekarang. Hal ini bertujuan agar kelangsungan hidup dalam bermasyarakat bisa berjalan sesuai dengan standar syariat. Sebab jika kekuasaan dibiarkan tanpa batas maka yang terjadi adalah penyelewengan terhadap kekuasaan itu sendiri.
Sistem Islam membentuk para pemuda bukan hanya matang secara pemikiran namun juga matang secara emosional. Dengan pendidikan berbasis aqidah Islam negara khilafah membentuk pemikiran pemuda. Pemuda muslim memiliki kerangka berfikir yang logis dan masuk akal. Walhasil kesadaran politik mereka terarah hanya untuk memperjuangkan ridha Allah, bukan sebatas luapan emosi sesaat seperti tindak anarkisme yang dituding para kaum kapitalis.
“Kami ceritakan kepadamu (Muhammad) kisah mereka dengan sebenarnya. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambahkan petunjuk kepada mereka.” (QS. Al Kahfi:13)
Dari kisah ayat tersebut kita belajar bahwa karakter pemuda Islam yaitu mereka memiliki keimanan yang kokoh. Bukan pemuda yang imannya cepat goyah karena iming-iming duniawi. Pemuda yang sadar bahwa ia hanyalah hamba Allah yang diberi petunjuk untuk melaksanakan segala perintah dan larangan-Nya.
Wallahu alam bishowab