
Oleh. Nining Ummu Hanif
Muslimahtimes.com–Aksi demonstrasi yang terjadi pada 25 Agustus – 31 Agustus 2025 di berbagai daerah di Indonesia berujung pada penangkapan 959 tersangka, dengan rincian 664 dewasa dan 295 anak. Menurut keterangan Kabareskrim Polri Komjen Syahardiantono bahwa semua tersangka yang berhasil diamankan adalah pelaku kerusuhan dan bukan peserta demonstrasi.(Tempo.co,24/9/25)
Komisioner KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia), Aris Adi Leksono, menyoroti tentang penetapan 296 tersangka yang masih berusia anak-anak itu tidak memenuhi standar perlakuan terhadap anak sesuai UU Peradilan Anak. Menurutnya, “Masih banyak yang kemudian tidak memenuhi standar perlakuan terhadap anak, ada anak yang diperlakukan tidak manusiawi, bahkan ada yang kemudian diancam, dikeluarkan dari sekolahnya.” Menurut KPAI banyak aduan dari masyarakat yang menyatakan bahwa anak-anak itu hanya ikut-ikutan karena terpengaruh media sosial.(Kompas.com,29/9/25)
Sementara itu Ketua Komnas HAM Anis Hidayah mengingatkan adanya potensi pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh kepolisian terhadap tersangka anak-anak pada saat proses penyidikan yang sarat dengan ancaman dan intimidasi. Oleh karena itu perlu ditinjau ulang sudah sesuaikah dengan hukum acara pidana dalam Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). Kompas.com,26/9/25)
Melek Politik yang Dibungkam
Gen Z yang lahir di era kemajuan digital mempunyai potensi besar sebagai agen perubahan dalam dunia politik. Pentingnya Gen Z untuk “melek politik” tidak hanya sebatas pengetahuan tentang partai politik atau pemilihan umum, namun terletak pada kemampuan mereka dalam menghadapi tantangan masa kini, seperti perubahan iklim, adanya ketimpangan sosial, kemampuan kritis dalam menganalisis kebijakan, serta menyuarakan aspirasi.
Namun bagaimana bila kesadaran politik yang mulai tumbuh pada gen Z ini terhadap kesenjangan sosial, masalah- masalah ekonomi yang tidak terselesaikan atau kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat justru malah dikriminalisasi dengan dalih tindakan anarkis ? Seharusnya pendapat mereka didengar untuk dicarikan solusinya bukan malah ditangkap dan ditindak. Ini adalah bentuk pembungkaman terhadap kesadaran politik generasi muda seolah mereka “tidak boleh kritis” dengan kebijakan pemerintah.
Dalam sistem demokrasi kapitalisme yang dianut negeri ini , definisi politik adalah kekuasaan untuk kepentingan para kapitalis, bukan kemaslahatan rakyat. Oleh karena itu setiap kritik atas nama rakyat dianggap ancaman bagi kepentingan kapitalis bahkan merongrong kekuasaan rezim. Peran pemuda “dikerdilkan”dengan pemahaman politik yang salah ala sistem demokrasi kapitalis.Tak heran jika dalam sistem ini memberi kemudahan dan “karpet merah” bagi aspirasi yang sejalan dengan kepentingan kapitalis akan tetapi jika mengancam kepentingan mereka akan dijegal bahkan dikriminalisasi.
Pemuda dalam perspektif Islam
Sangat berbeda dengan pemuda dalam pandangan Islam yang memiliki keutamaan seperti terdapat pada salah satu hadis Nabi saw : “Sesungguhnya Allah Ta’ala benar-benar kagum terhadap seorang pemuda yang tidak memiliki shabwah” (HR Ahmad).
Shabwah adalah pemuda yang tidak mengikuti hawa nafsu. Pemuda yang berpedoman pada syariat Islam akan menjadi ujung tombak kebaikan dan kebangkitan di tengah umat. Sebagai agen perubahan maka pemuda yang sudah timbul kesadaran politiknya harus diarahkan pada perubahan yang hakiki menuju penerapan Islam secara kaffah. Pemuda harus menyadari bahwa timbulnya kesadaran politik adalah bagian dari keimanan pada Allah Swt.
Selain itu, pemuda ketika menyampaikan aspirasi merupakan bentuk dari amar makruf nahi mungkar yang diwajibkan dalam Islam, termasuk kepada penguasa. Bukan malah dibungkam apalagi dikriminalisasi. Sebab sikap dan kebijakan penguasa berpengaruh kepada semua orang yang ada di bawah kekuasaannya. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw : “Jihad yang paling afdal adalah menyatakan kebenaran di depan penguasa zalim.” (Ath-Thabarani).
Selain itu, pendidikan yang diterapkan oleh Khilafah (pemerintahan Islam) adalah kurikulum berdasarkan aqidah Islam. Sebab aqidah Islam menjadi landasan bagi kehidupan seorang muslim, baik dalam kehidupan individu, keluarga maupun berbangsa dan bernegara. Tsaqofah asing yang bertentangan dengan aqidah Islam tidak boleh diberikan pada anak yang belum baligh. Sebab tsaqofah asing hanya dipelajari untuk mengetahui dan membongkar kesesatannya, bukan untuk diambil. Dengan bermodal akidah Islam maka kesadaran politik yang timbul dalam diri pemuda akan diarahkan menuju rida Allah Swt bukan sekadar aksi anarkis. Sehingga mampu melahirkan “generasi pemimpin pembangun peradaban yang mulia”
Wallahu’alam bishowab