Skip to content
Muslimah Times

Muslimah Times

dari dan untuk muslimah masa kini

Primary Menu
  • HOME
  • NEWS
  • AKTUAL
  • CHICKEN SOUP
  • HIKMAH
  • KAJIAN
  • PARENTING
  • RESENSI
  • RUMAH TANGGA
  • SASTRA
  • TEENS
  • Kontak Kami
    • SUSUNAN REDAKSI
    • Login
  • Home
  • 2025
  • November
  • 12
  • Munculnya Fatherless, Pemeliharaan Negara Tidak Beres

Munculnya Fatherless, Pemeliharaan Negara Tidak Beres

Editor Muslimah Times 12/11/2025
WhatsApp Image 2025-11-12 at 22.37.42
Spread the love

Oleh. Ledy Ummu Zaid

Muslimahtimes.com–Bunda Elly Risman, psikolog dan ahli parenting di Indonesia pernah menyampaikan dalam suatu podcast di platform Youtube terkait fenomena fatherless di Indonesia. Adapun pernyataan yang biasa beliau sampaikan adalah “Ayah ada, Ayah tiada”. Ini dimaksudkan kondisi dimana seorang ayah hadir secara lahiriah untuk anak-anaknya, tetapi ia seolah tidak hadir karena hilangnya kebersamaan, khususnya dalam hal pengasuhan anak-anaknya.

Tingginya Angka Fatherless di Indonesia

Dilansir dari laman voi.id (11/10/2025), berdasarkan data Dana Anak-Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa atau yang lebih dikenal dengan United Nations Children’s Fund (UNICEF), terdapat 20,9 persen anak di Indonesia mengalami fatherless pada tahun 2021. Hal ini disampaikan Wihaji, Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga sekaligus Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).

Di sisi lain, Badan Pusat Statistik (BPS) pada Maret 2024, mencatat sebanyak 15,9 juta anak di Indonesia mengalami fatherless. Adapun berdasarkan data Mikro Survei Sosial Ekonomi Nasional milik BPS, terdapat 20,1 persen dari total 79,4 juta anak di Indonesia yang mengalami fatherless.

Usut punya usut, fenomena fatherless ini muncul lantaran budaya patriarki dan beban ekonomi, seperti yang dilansir dari laman tagar.co.id (08/10/2025). Adapun budaya patriarki yang telah melekat di masyarakat ini memandang seorang ayah harus fokus pada mencari nafkah saja, tetapi tidak perlu terjun dalam pengasuhan. Walhasil, banyak ayah yang memiliki mindset seperti itu, karena memang kondisinya terbiasa tidak menghabiskan waktu bersama.

Selanjutnya, kondisi ekonomi yang sulit juga menjadi penyebab tingginya fenomena fatherless di Indonesia. Banyak ayah yang harus rela meninggalkan keluarganya untuk bekerja lembur bahkan keluar kota. Hal ini semata-mata dilakukan untuk menyambung hidup keluarga mereka. Terlebih lagi, hari ini lapangan pekerjaan sulit didapatkan dan pemutusan hubungan kerja (PHK) terjadi dimana-mana.

Pada situasi ini, banyak pihak yang tergerak hatinya untuk bangkit dan berjuang bersama. Dilansir dari laman kompas.com (10/10/2025), pada April 2025 muncul komunitas Satu Meja Makan. Irish Amalia dan Fadhilah Eryananda, dua psikolog yang sering menemui kasus keluarga disfungsi akhirnya membuat suatu komunitas pendukung bagi anak-anak atau siapapun yang mengalami fatherless.

Terinspirasi dari sebuah kelompok dukungan serupa bernama ‘Calling Home’ milik Whitney Gotman, terapis keluarga di luar negeri, komunitas Satu Meja Makan membuat konten-konten edukasi, validasi, dan refleksi di media sosial. Khususnya, pada bulan Juni 2025 telah diadakan kegiatan ruang aman untuk bercerita melalui webinar.

Tak dapat dimungkiri, gambaran kondisi ekonomi negara yang tidak stabil, seperti harga-harga kebutuhan pokok tinggi, minimnya lapangan pekerjaan, dan banyaknya PHK yang berujung pada tingginya tingkat pengangguran, menimbulkan beban mental tersendiri bagi laki-laki. Kaum adam akhirnya harus putar otak untuk mencari nafkah.

Ada yang bersabar dengan terus bekerja keras, meski gaji pas-pasan. Ada pula yang rela jauh-jauh meninggalkan anak-istri untuk menjadi pekerja migran Indonesia (PMI). Mirisnya, banyak juga yang nekat melanggar hukum demi cuan. Jika tertangkap, sudah pasti masuk penjara. Dengan demikian, banyak faktor yang sebenarnya memengaruhi kehadiran sosok ayah di tengah keluarga.

Jika kita telisik lebih dalam, maka kita akan menemukan akar masalahnya, yakni sistem kapitalisme. Way of life atau cara pandang kehidupan yang hanya mengedepankan pencapaian materi ini telah menggeser fungsi dan peran ayah dalam keluarga. Kesibukan mencari nafkah hingga membentuk mental yang lembek dalam pengasuhan menjadi bukti nyata kegagalan sistem kufur dari Barat ini. Negara seolah berlepas tangan mengurus lingkup terkecil di masyrakat, yakni keluarga.

Sejatinya, pondasi yang tidak kuat dalam keluarga dapat menimbulkan permasalahan-permasalahan lain yang lebih besar. Sebut saja, kenakalan remaja hingga seks bebas dapat terjadi jika anak telah kehilangan sosok ayah di rumah. Orang tua yang hanya sibuk bekerja akhirnya membiarkan anaknya bergaul sesukanya dan tidak melakukan kontrol terhadap mereka. Di sisi lain, tak sedikit pula yang orang tuanya terlibat perselingkuhan bahkan perzinaan hingga akhirnya bercerai.

Miris, di negeri mayoritas muslim ini, aturan agama seolah diindahkan hanya untuk memenuhi hawa nafsu semata. Banyak pelanggaran hukum syarak yang dilakukan individu rakyat. Di satu sisi, negara hanya fokus memperkaya diri dengan hubungan-hubungan diplomasinya. Sebagai contoh, jatuhnya kekayaan sumber daya alam (SDA) kepada pihak swasta bahkan asing menjadi pemandangan yang lazim di negeri ini.

Islam Menjaga Keluarga

Berbeda dengan sistem kapitalisme, Islam hadir membawa keadilan dan keberkahan di tengah-tengah umat. Sistem kehidupan yang berasal dari Al-Khaliq, Allah subhanahu wa ta’ala tentu mengatur segala lini kehidupan, termasuk keluarga. Adapun dalam QS. An-Nisa: 34, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri).”

Dengan demikian, sudah semestinya seorang ayah bertanggung jawab penuh terhadap perlindungan dan pengasuhan keluarganya. Adapun seorang ibu dapat menjadi ummun wa rabbatul bait (ibu dan pengatur rumah tangga) dengan sebaik-baiknya.

Di sisi lain, daulah (negara) bersungguh-sungguh menjadi penanggung jawab hajat setiap individu rakyatnya. Dalam hal ini, ekonomi daulah disokong dengan baitul mal. Dengan pengelolaan SDA yang benar sesuai hukum syarak, hasilnya dapat dikembalikan kepada rakyat, seperti kesehatan dan pendidikan gratis. Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Imam adalah raa’in (gembala) dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR. Bukhari).

Dalam hal ini, daulah akan menyediakan lapangan pekerjaan seluas-luasnya dengan upah yang layak. Walhasil, seorang ayah tidak akan menghabiskan waktunya untuk bekerja saja, tetapi ia memiliki waktu yang cukup bersama anak. Keluarga yang sakinah ma waddah wa rohmah pun akan mudah tercipta di lingkungan masyarakat yang Islami.

Islam hadir tak hanya sebagai agama yang mengatur ibadah ritual pemeluknya saja. Sejalan dengan itu, Islam juga mengatur hubungan dengan sesama manusia, khususnya dalam hal perwalian. Sebagai contoh, anak-anak akan tetap berada dalam perwalian dan tanggung jawab ayahnya, meski orang tuanya telah bercerai. Adapun jika ayahnya telah tiada, maka perwalian diserahkan kepada kakeknya, pamannya dan seterusnya dari jalur laki-laki.

Dengan demikian, dalam daulah tidak akan ditemui fenomena fatherless karena perempuan dan anak-anak senantiasa memiliki pelindung dan pengayom. Berbeda dengan hari ini, ketika syariat Islam tidak diterapkan secara kafah (menyeluruh), kerusakan sistem sosial terjadi dimana-mana dan saling berkaitan satu dengan yang lainnya.

Khatimah

Oleh karena itu, kaum muslimin seharusnya merindukan peradaban yang mulia seperti pada zaman khulafaur rasyidin, yakni khilafah islamiyah. Jadi, tidak akan ada ceritanya fenomena fatherless muncul di tengah masyarakat karena ri’ayah (pemeliharaan) negara tentu saja beres dan tuntas.

Wallahu a’lam bishshowab. []

Continue Reading

Previous: Next Level Activism Santri: Pelopor Perubahan dan Penegak Syariat

Related Stories

Next Level Activism Santri: Pelopor Perubahan dan Penegak Syariat WhatsApp Image 2025-11-05 at 21.14.51

Next Level Activism Santri: Pelopor Perubahan dan Penegak Syariat

05/11/2025
Satu Tamparan, Seribu Pertanyaan tentang Dunia Pendidikan WhatsApp Image 2025-10-29 at 20.54.16

Satu Tamparan, Seribu Pertanyaan tentang Dunia Pendidikan

29/10/2025
Wibawa Guru di Ujung Tanduk: Antara Disiplin, Moralitas, Remaja, dan Kegagalan Sistem WhatsApp Image 2025-10-21 at 20.29.40

Wibawa Guru di Ujung Tanduk: Antara Disiplin, Moralitas, Remaja, dan Kegagalan Sistem

21/10/2025

Recent Posts

  • Munculnya Fatherless, Pemeliharaan Negara Tidak Beres
  • Sudan Membara, Strategi Penjajah Memecah Belah
  • Tak Cukup Tepuk Sakinah, Digagas Sekolah Nikah
  • Nasihat Pernikahan yang Diabaikan
  • Sudan Membara, Konflik Berbasis Eksploitasi Sumber Daya Alam

Recent Comments

  1. Editor Muslimah Times on Utang Luar Negeri dan Kedaulatan Negara
  2. ranum on Diskriminasi Pendidikan, Sampai Kapan?
  3. Yanto on Utang Luar Negeri dan Kedaulatan Negara
  4. Winda on Potret Pendidikan di Era Milenial
  5. Nungki on Jual Beli Perawan, Bisnis yang Menjanjikan

Read This

Munculnya Fatherless, Pemeliharaan Negara Tidak Beres WhatsApp Image 2025-11-12 at 22.37.42

Munculnya Fatherless, Pemeliharaan Negara Tidak Beres

12/11/2025
Sudan Membara, Strategi Penjajah Memecah Belah WhatsApp Image 2025-11-12 at 22.11.22

Sudan Membara, Strategi Penjajah Memecah Belah

12/11/2025
Tak Cukup Tepuk Sakinah, Digagas Sekolah Nikah WhatsApp Image 2025-11-12 at 22.00.42

Tak Cukup Tepuk Sakinah, Digagas Sekolah Nikah

12/11/2025
Nasihat Pernikahan yang Diabaikan WhatsApp Image 2025-11-12 at 21.50.52

Nasihat Pernikahan yang Diabaikan

12/11/2025
Copyright © Muslimah Times. All rights reserved. | MoreNews by AF themes.