Oleh. Ayu Mela Yulianti, S.Pt
Muslimahtimes.com–Banyak mata air di berbagai daerah dikuasai oleh perusahaan air minum. Bahkan perusahaan tersebut mengambil air tanah dalam dengan sumur bor. Hal yang sangat mengkhawatirkan, sebab dapat menimbulkan dampak buruk (dhoror) berupa pencemaran dan kerusakan ekologis akibat pemanfaatan air tanah secara besar-besaran.
Pengambilan akuifer dalam berisiko pada penurunan muka air tanah, hilangnya mata air di sekitar, potensi amblesan tanah, dll. Hal demikian akan menyebabkan sulitnya publik mendapatkan akses air diwilayahnya. Yang berarti menambah derita rakyat, sebab air adalah kebutuhan pokok manusia, yang ketiadaannya akan menyebabkan kesulitan dan kesengsaraan.
Demikianlah praktik bisnis ala Kapitalis, terjadi eksploitasi besar-besaran pada mata air, berupa kapitalisasi air, hingga menyebabkan terjadinya manipulasi produk air demi keuntungan perusahaan. Yaitu slogan yang disinyalir tidak sesuai dengan kenyataan dilapangan, yaitu dari mata air pegunungan pilihan menjadi air tanah dalam sumur bor. Bisa dibayangkan betapa besarnya resiko yang akan ditimbulkan, dari mulai kerusakan alam hingga ancaman kesehatan bagi manusia.
Hal demikian menunjukan lemahnya regulasi terkait batas penggunaan Sumber Daya Alam, berupa mata air, dalam sistem sekuler kapitalisme saat ini. Semua hal boleh dikapitalisasi, parahnya yang dikapitalisasi adalah hal -hal menyangkut hajat hidup orang banyak, yaitu air, api, dan padang rumput. Sehingga eksploitasi sumber daya alam menjadi hal yang dinormalisasi, padahal memiliki resiko tinggi yaitu menjadi penyumbang terbesar kerusakan alam yang akan mengantarkan pada kerusakan manusia secara kesehatan dan produktivitas.
Dewan Sumber Daya Air Nasional (DSDAN) dan Direktorat Jenderal Sumber Daya Air di bawah kementerian PUPR (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat) pada akhirnya tidak mampu menghentikan kapitalisasi air, yang dilindungi oleh sistem sekuler kapitalisme yang diterapkan saat ini.
Kapitalisasi Air terus terjadi, dari mulai air pegunungan sampai air tanah dalam. Dan hal demikian akan terus terjadi selama sistem kehidupan diatur oleh sistem sekuler kapitalisme, yang menjadikan hawa nafsu sebagai sumber hukum. Padahal sejatinya hawa nafsu akan senantiasa mengantarkan manusia pada ketersesatan dan kesengsaraan hidup.
Berbeda dengan sistem Islam, yang memandang bahwa sumber daya alam adalah milik publik yang tidak boleh dimiliki individu maupun korporasi.
Rasulullah Saw bersabda :
اَلْمُسْلِمُوْنَ شُرَكَاءُ في ثلَاَثٍ فِي الْكَلَإِ وَالْماَءِ وَالنَّارِ
Dari hadits diatas Allah Swt dan Rasulullah Muhammad saw, menjelaskan bahwa air, api, dan padang rumput adalah milik umum, milik masyarakat, milik rakyat, yang pengelolaannya dilakukan oleh negara, dan hasil pengelolaannya diserahkan kepada rakyat sebagai pemiliknya.
Pengelolaan sumber daya alam dilakukan oleh negara untuk kemaslahatan masyarakat luas. Yang diberikan dalam bentuk hasil pengelolaannya langsung kepada seluruh masyarakat luas tanpa kecuali, atau subsidi dalam seluruh pembiayaan fasilitas yang diperlukan Publik, dari mulai fasilitas pendidikan, kesehatan, hingga keamanan.
Dari sini tergambar jelas, betapa Allah swt dan Rasul-Nya, menciptakan manusia, juga menciptakan mekanisme pemenuhan kebutuhannya, dengan pemenuhan yang manusiawi, sesuai dengan fitrah manusia, memuaskan akal, dan menentramkan jiwa.
Hingga dalam masalah kepemilikan publik, yang tidak boleh dimiliki oleh individu, korporasi, bahkan oleh negara. Kepemilikan publik adalah ijin syar’i yang diberikan kepada publik untuk memanfaatkan milik publik secara bersama-sama, tanpa boleh dihalangi oleh pihak manapun dalam upaya pemanfaatannya. Semua rakyat memiliki hak yang sama dalam memanfaatkan seluruh sumber daya alam, hingga kebutuhannya terpenuhi secara sempurna.
Adapun praktek bisnis dalam Islam akan senantiasa mengutamakan kejujuran dalam transaksi. Diharamkan melakukan pembohongan publik. Bisnis juga dilakukan terhadap segala hal yang merupakan harta miliknya, bukan harta milik umum misalkan mata air pegunungan atau air tanah dalam.
Karenanya negara harus memperketat regulasi terkait pengelolaan Sumber daya alam, sehingga tidak memicu penyalahgunaan dan kerusakan alam. Dan upaya tersebut, tidak akan bisa dijalankan, kecuali dengan mengganti sistem sekuler kapitalisme sebagai biang kerok terjadinya eksploitasi sumber daya alam dan kerusakannya, menjadi sistem Islam yang memiliki seperangkat aturan yang manusiawi hingga dalam masalah pemanfaatan sumber daya alam agar bermanfaat bagi seluruh umat manusia.
Firman Allah Swt:
ظَهَرَ الۡفَسَادُ فِى الۡبَرِّ وَالۡبَحۡرِ بِمَا كَسَبَتۡ اَيۡدِى النَّاسِ لِيُذِيۡقَهُمۡ بَعۡضَ الَّذِىۡ عَمِلُوۡا لَعَلَّهُمۡ يَرۡجِعُوۡنَ
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”
Karenanya, kapitalisasi air dengan ditemukannya temuan air mineral kemasan berasal dari air tanah dalam, menggunakan sumur bor, cukuplah menjadi peringatan bagi kita, bahwa hingga dalam masalah pengelolaan air pun, harus sesuai dengan aturan Islam, harus sesuai dengan petunjuk yang berasal dari Allah Swt dan Rasul-Nya, agar berlimpah berkah, yaitu bertambahnya kebaikan bagi manusia.
Wallahualam.
