Skip to content
Muslimah Times

Muslimah Times

dari dan untuk muslimah masa kini

Primary Menu
  • HOME
  • NEWS
  • AKTUAL
  • CHICKEN SOUP
  • HIKMAH
  • KAJIAN
  • PARENTING
  • RESENSI
  • RUMAH TANGGA
  • SASTRA
  • TEENS
  • Kontak Kami
    • SUSUNAN REDAKSI
    • Login
  • Home
  • 2025
  • November
  • 14
  • Siswa SMP Terjerat Pinjol dan Judol : Saatnya Kembali ke Sistem Pendidikan Islam

Siswa SMP Terjerat Pinjol dan Judol : Saatnya Kembali ke Sistem Pendidikan Islam

Editor Muslimah Times 14/11/2025
WhatsApp Image 2025-11-15 at 05.31.23
Spread the love

Oleh. Novita L, S.Pd

Muslimahtimes.com–Kabar mengejutkan datang dari Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Seorang siswa SMP dilaporkan terjerat judi online (judol) dan pinjaman online (pinjol), bahkan sampai bolos sekolah selama satu bulan. Tak hanya membuat miris, kasus ini membuka mata kita bahwa krisis moral dan perlindungan terhadap anak semakin mengkhawatirkan. Wakil Ketua Komisi X DPR RI, My Esti Wijayanti, pun menilai bahwa akar persoalan ini adalah kesalahan dalam sistem pendidikan kita saat ini.

Namun, benarkah hanya sistem pendidikan yang harus disalahkan? Atau justru lebih dari itu, ini adalah buah dari sistem kehidupan yang rusak, yang menjadikan uang dan keuntungan materi sebagai nilai tertinggi dalam hidup?

Fenomena pelajar yang terjerumus dalam jerat pinjol dan judol bukan lagi kasus tunggal. Banyak laporan muncul bahwa iklan dan konten judi online kini menyusup ke berbagai media yang diakses anak-anak, termasuk situs pendidikan dan game online. Di tengah minimnya literasi digital, banyak pelajar yang tanpa sadar terpapar, tergiur, lalu mencoba. Saat kalah judi, mereka panik, lalu mencoba mencari pinjaman cepat dan pinjol pun menjadi “solusi instan”.

Kapitalisme mengajarkan bahwa keberhasilan hidup diukur dari materi. Siapa yang punya uang lebih banyak, dia yang dianggap sukses. Maka, generasi pun diarahkan untuk mengejar “cuan” sebanyak mungkin, secepat mungkin. Tidak penting apakah cara mendapatkannya halal atau haram, asalkan menghasilkan.

Inilah mengapa judi online bisa tampak “menarik”. Modal kecil, mudah diakses, dan berpeluang “untung besar”. Tak ada filter nilai yang membentengi mereka, karena sejak kecil pun sistem pendidikan tidak benar-benar menanamkan prinsip halal-haram dalam kehidupan.

Negara dalam sistem kapitalisme pun tidak berfungsi sebagai pelindung umat. Ia hanya menjadi regulator, membuat aturan yang sering kali tidak mampu menyentuh akar masalah. Bahkan dalam banyak kasus, situs judi bisa lolos dari pemblokiran dan tetap beroperasi dengan iklan yang menyesatkan.

Lantas, bagaimana solusi yang mendasar dan menyeluruh?

Pertama, kita harus menegaskan bahwa judi, termasuk judol, adalah aktivitas haram dalam pandangan Islam. Ini bukan sekadar masalah moral, tapi pelanggaran terhadap syariat yang jelas merusak individu dan masyarakat. Begitu juga dengan praktik pinjol ribawi—haram karena mengandung riba, yang justru memperparah kemiskinan dan ketergantungan.

Ini bukan sekadar perilaku menyimpang anak. Ini adalah gambaran nyata dari lingkaran setan yang menjebak. Judi menciptakan ketagihan, kekalahan menciptakan kebutuhan dana, dan pinjol menyediakan jalan mudah untuk memenuhi hasrat itu. Akhirnya, bukan hanya pelajar yang kehilangan masa depan, tapi juga keluarga yang ikut hancur karena utang yang menumpuk.

Lebih menyedihkan lagi, celah besar dalam pengawasan keluarga dan sekolah menjadi pintu masuk utama. Orang tua tidak selalu memahami aktivitas anak di dunia digital. Sekolah belum sepenuhnya menjadikan literasi digital dan pembinaan akhlak sebagai pondasi kuat. Negara pun tampak lemah, tidak mampu atau tidak mau menutup situs-situs judol secara tuntas, apalagi memberikan sanksi keras kepada pelakunya.

Kasus ini menggambarkan kegagalan sistemik dalam membentengi generasi muda. Kita tak bisa terus mengandalkan pendekatan pragmatis seperti imbauan moral, seminar anti-judol, atau kampanye literasi digital yang bersifat musiman. Penyebab utamanya bukan sekadar lemahnya pengawasan atau rendahnya pengetahuan teknologi, melainkan rusaknya cara berpikir yang lahir dari sistem kapitalisme itu sendiri.

Kedua, sistem pendidikan harus direformasi total. Pendidikan karakter saja tidak cukup jika tidak berlandaskan akidah Islam. Pelajar butuh arah hidup yang jelas, bahwa tujuan hidup bukan untuk kaya, tapi untuk beribadah kepada Allah SWT. Pola pikir dan pola sikap ini hanya bisa dibentuk dalam sistem pendidikan Islam yang menyeluruh, bukan tambal sulam nilai-nilai agama dalam kurikulum sekuler.

Ketiga, negara harus hadir sebagai pelindung nyata, bukan sekadar pembuat kebijakan. Negara wajib menutup seluruh akses situs judi, memberikan sanksi tegas kepada pelaku dan penyebar, serta menindak korporasi yang membiarkan produk digital mereka disusupi iklan haram. Selain itu, negara juga harus menyediakan ekosistem digital yang sehat, aman, dan mendidik.

Namun semua ini hanya mungkin jika sistem kehidupan yang kita anut juga berpijak pada Islam. Dalam Islam, negara tidak hanya mengurus administrasi rakyat, tapi bertanggung jawab penuh atas keamanan akidah, moral, dan kesejahteraan umat. Negara dalam Islam adalah penjaga, yang akan melindungi anak-anak dari bahaya ideologi dan praktik-praktik rusak yang merusak akal dan hati mereka.

Kasus siswa SMP yang terjerat pinjol dan judol seharusnya menjadi tamparan keras, bukan hanya alarm peringatan. Ini bukan saatnya menyalahkan pelajar, tapi saatnya mengevaluasi sistem yang membentuk mereka. Apakah sistem ini telah mengarahkan mereka untuk menjadi pribadi yang beriman dan bertanggung jawab? Atau justru membiarkan mereka tenggelam dalam dunia maya yang penuh jebakan?

Jawabannya ada pada keberanian kita sebagai umat, orang tua, pendidik, dan pengambil kebijakan, untuk kembali kepada Islam sebagai sistem hidup. Karena hanya dengan sistem pendidikan dan kehidupan yang terikat pada syariat, kita bisa mencetak generasi yang tidak mudah tergoda oleh kilau dunia semu, dan mampu menapaki jalan hidup dengan lurus dan bermartabat.

Mari akhiri krisis ini dengan solusi hakiki, bukan tambalan pragmatis. Karena masa depan generasi tidak boleh dipertaruhkan.

Wallahu a’lam bisshowab

Continue Reading

Previous: Sudan Membara, Strategi Penjajah Memecah Belah
Next: Perceraian Marak: Keluarga Runtuh, Generasi Rapuh!

Related Stories

Perceraian Marak: Keluarga Runtuh, Generasi Rapuh! WhatsApp Image 2025-11-15 at 05.48.42

Perceraian Marak: Keluarga Runtuh, Generasi Rapuh!

14/11/2025
Sudan Membara, Strategi Penjajah Memecah Belah WhatsApp Image 2025-11-12 at 22.11.22

Sudan Membara, Strategi Penjajah Memecah Belah

12/11/2025
Tak Cukup Tepuk Sakinah, Digagas Sekolah Nikah WhatsApp Image 2025-11-12 at 22.00.42

Tak Cukup Tepuk Sakinah, Digagas Sekolah Nikah

12/11/2025

Recent Posts

  • Perceraian Marak: Keluarga Runtuh, Generasi Rapuh!
  • Sudan Membara,  Ada Apa dengan Sudan?
  • Siswa SMP Terjerat Pinjol dan Judol : Saatnya Kembali ke Sistem Pendidikan Islam
  • Kapitalisasi Air
  • Smart With Islam Meet Up Bareng Pemuda Banyuwangi, Grill and Chill

Recent Comments

  1. Editor Muslimah Times on Utang Luar Negeri dan Kedaulatan Negara
  2. ranum on Diskriminasi Pendidikan, Sampai Kapan?
  3. Yanto on Utang Luar Negeri dan Kedaulatan Negara
  4. Winda on Potret Pendidikan di Era Milenial
  5. Nungki on Jual Beli Perawan, Bisnis yang Menjanjikan

Read This

Perceraian Marak: Keluarga Runtuh, Generasi Rapuh! WhatsApp Image 2025-11-15 at 05.48.42

Perceraian Marak: Keluarga Runtuh, Generasi Rapuh!

14/11/2025
Sudan Membara,  Ada Apa dengan Sudan? WhatsApp Image 2025-11-15 at 05.40.50

Sudan Membara,  Ada Apa dengan Sudan?

14/11/2025
Siswa SMP Terjerat Pinjol dan Judol : Saatnya Kembali ke Sistem Pendidikan Islam WhatsApp Image 2025-11-15 at 05.31.23

Siswa SMP Terjerat Pinjol dan Judol : Saatnya Kembali ke Sistem Pendidikan Islam

14/11/2025
Kapitalisasi Air WhatsApp Image 2025-11-15 at 05.23.42

Kapitalisasi Air

14/11/2025
Copyright © Muslimah Times. All rights reserved. | MoreNews by AF themes.