Oleh. Nuriana Astra Ningsih
Muslimahtimes.com–Kemajuan teknologi digital seharusnya menjadi jembatan kemajuan bagi generasi muda. Namun faktanya, ruang digital kini juga dipenuhi berbagai konten yang merusak, mulai dari hiburan tidak mendidik, pornografi, judi online, hingga narasi yang mengikis akidah. Konten-konten ini perlahan membentuk cara berpikir, cara bersikap, bahkan cara beragama generasi muda. Tak heran jika muncul generasi yang rapuh, terpecah identitasnya dan semakin jauh dari nilai-nilai Islam.
Salah satu bukti nyata adalah pada awal 2025, aparat penegak hukum berhasil mengungkap jaringan penjualan konten pornografi, termasuk konten yang melibatkan anak di bawah umur, melalui aplikasi daring, dengan ratusan video dan gambar teridentifikasi. (antaranews.com)
Ruang Digital Tanpa Kendali
Fenomena munculnya generasi yang rentan bukan terjadi begitu saja. Ada beberapa hal yang melatarbelakanginya:
- Paparan konten merusak yang masif dan mudah diakses. Ruang digital dipenuhi konten negatif yang dengan cepat menyebar dan memengaruhi pola pikir anak muda.
- Lemahnya kontrol dari otoritas. Negara dengan sistem sekuler cenderung memposisikan ruang digital sebagai wilayah bebas, sehingga tidak hadir sebagai penjaga yang memastikan keamanan generasi.
- Lingkungan yang tidak mendukung pembentukan kepribadian Islami. Akibatnya, tumbuhlah generasi Muslim yang terbelah identitasnya, mudah goyah, dan rawan terpengaruh ide-ide yang merusak.
Akar masalah ini menunjukkan bahwa persoalan generasi tidak hanya terkait teknologi, tetapi juga kegagalan tata kelola moral dan kebijakan negara.
Teknologi Maju dan Perlindungan yang Lemah
Tidak dapat dipungkiri bahwa teknologi memberikan banyak kemudahan. Tetapi tanpa regulasi yang jelas dan perlindungan yang kuat, teknologi dapat berubah menjadi sumber kerusakan. Ruang digital hari ini menjadi tempat berkembangnya konten pornografi, judi online, pinjaman online yang menjerat, cyberbullying, man trafficking, hingga ide-ide sekularisme dan moderasi yang mengaburkan akidah.
Sayangnya, negara dengan paradigma sekuler tidak hadir secara optimal. Kebijakan yang ada lebih menekankan kebebasan, bukan perlindungan. Negara sekuler yang memandang kebebasan adalah hak dari individu itu sendiri, sering kali gagal menjadi pelindung generasi. Tanpa regulasi yang kuat dan implementasi moral, kebebasan berubah menjadi ruang eksploitasi akal dan akhlak. Akibatnya, generasi muda menjadi pihak yang paling rentan.
Keterlibatan Semua Pihak dalam Melindungi Generasi
Dalam menghadapi tantangan ini, keterlibatan semua pihak sangatlah penting. Keluarga, masyarakat, dan negara harus bersinergi untuk menciptakan lingkungan yang sehat bagi generasi muda.
Peran Keluarga sebagai Benteng Pertama
Keluarga harus menjadi tempat pendidikan pertama yang mengajarkan nilai-nilai agama dan moral.
Diskusi terbuka mengenai konten yang mereka konsumsi di ruang digital perlu dilakukan, sehingga anak-anak dapat memahami dampak dari konten tersebut.
Masyarakat sebagai Pengawas Sosial
Komunitas juga memiliki tanggung jawab untuk menjaga lingkungan yang mendukung.
Program-program pendidikan dan pelatihan bagi anak muda perlu digalakkan untuk memberikan wawasan yang lebih baik tentang dunia digital.
Pendidikan yang Berbasis Akidah
Kurikulum pendidikan harus memasukkan materi tentang etika digital dan bahaya konten merusak.
Pengajaran tentang akidah yang kuat dan karakter yang baik akan membantu generasi muda untuk lebih tahan terhadap pengaruh negatif.
Solusi Islam: Negara sebagai Perisai Generasi
Islam tidak membiarkan generasi tumbuh tanpa perlindungan. Dalam pandangan Islam, negara memiliki posisi sebagai ra’in wa junnah, pengurus sekaligus pelindung umat.
- Negara dengan visi penyelamatan generasi
Dalam sistem Khilafah, negara memastikan setiap kebijakan diarahkan untuk menjaga akidah, moral, dan masa depan rakyat. Baik di dunia nyata maupun ruang digital, negara hadir sebagai penjaga.
- Penyaringan ketat terhadap konten merusak
Khilafah akan menggunakan teknologi terbaik untuk:
- Memblokir konten-konten yang merusak akhlak dan akidah,
- Mencegah masuknya budaya yang bertentangan dengan Islam,
- Serta menjadikan ruang digital sebagai sarana pendidikan, dakwah, dan penguatan karakter.
- Penegakan syariat secara menyeluruh
Dengan diterapkannya syariat Islam secara kaffah, berbagai praktik yang merusak seperti pornografi, judi, penipuan, dan penyebaran ide sesat tidak akan berkembang. Negara memiliki mekanisme hukum dan moral yang efektif untuk menghilangkan sumber penyakit sosial tersebut.
Saatnya Menjaga Generasi Bersama Syariat
Ruang digital adalah bagian dari kehidupan generasi saat ini. Kasus paparan konten negatif di ruang digital sudah nyata dan terus meningkat. Jika kita tidak mengambil sikap, baik secara individu, keluarga, masyarakat, maupun negara. Generasi masa depan bisa terpuruk moral dan akidahnya. Tanpa perlindungan yang memadai, mereka akan semakin rentan terhadap berbagai konten yang merusak. Islam menawarkan solusi yang tidak hanya bersifat teknis, tetapi menyentuh akar persoalan seperti peran negara sebagai pelindung moral, akidah, dan kepribadian umat. Karena itu, memperjuangkan penerapan syariat Islam secara kaffah bukan sekadar gagasan, tetapi kebutuhan untuk menyelamatkan generasi dan masa depan umat. Islam mengajarkan bahwa menjaga harta dan akal, termasuk melindungi generasi dari pengaruh jahat, adalah bagian dari amanah. Mari bersama memperjuangkan ruang digital yang bersih, aman, dan mendidik.
Dengan langkah-langkah yang tepat, kita dapat membangun generasi yang kuat dan berakhlak mulia. Ruang digital harus menjadi ladang yang subur untuk pengembangan ilmu dan akhlak, bukan tempat yang merusak. Kita semua memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa generasi mendatang tidak hanya selamat dari pengaruh negatif, tetapi juga tumbuh menjadi pemimpin yang membawa perubahan positif bagi umat dan dunia. Mari kita bersatu dalam upaya menjaga generasi ini, karena masa depan umat sangat bergantung pada tindakan kita hari ini. Semoga Allah senantiasa membimbing kita dalam menjaga akidah dan moral generasi muda.
Wallahu a’lam bishawab.
