Oleh. Ayu Mela Yulianti, SPt
(Pemerhati Generasi dan Kebijakan Publik)
Muslimahtimes.com–Sekolah mengajarkan nilai-nilai akhlak. Sementara kehidupan nyata lebih menghargai nilai-nilai materi dan tidak begitu mempedulikan nilai akhlak. Nilai akhlak dipakai saat ada manfaatnya saja. Jika tidak ada nilai manfaatnya, nilai akhlak dikesampingkan.
Alhasil, kehidupan nyata tidak mampu memadukan antara nilai akhlak dengan nilai materi secara sempurna. Hasilnya adalah kekacauan dalam kehidupan. Manusia pada akhirnya hanya mengejar nilai materi yang menghasilkan materi semata dalam kehidupannya. Sebab tingginya penghargaan yang diperoleh setiap orang yang bisa mengumpulkan materi sebanyak-banyaknya. Walaupun tidak berakhlak.
Akhirnya kehidupan nyata dihargai sebatas penampilan materi semata. Semakin memiliki banyak materi (harta) ia semakin mulia nilainya di tengah masyarakatnya, tanpa memperhitungkan bagaimana cara memperoleh hartanya, apakah diperoleh dengan cara halal atau haram, apakah diperoleh dengan cara menghiasi diri dengan akhlak yang baik atau tidak. Semua itu tidak masuk dalam hitungan dan penilaian masyarakat hari ini.
Inilah potret pendidikan sekuler kapitalistik yang diterapkan hari ini. Menghasilkan individu yang materialistik dan miskin akhlak. Alhasil, pendidikan sekuler banyak menghasilkan para pejabat publik yang korup, memiliki banyak ilmu namun tidak memiliki attitude yang mencerminkan akhlak yang baik.
Pendidikan sekuler kapitalistik menghasilkan banyak lulusan sekolah dan perguruan tinggi yang cacat mental. Pandai secara ilmu, namun terjebak masuk dalam pergaulan bebas, LGBT, dan jeratan bisnis narkoba yang amoral dan miskin akhlak.
Pendidikan sekuler kapitalistik menghalalkan segala cara untuk mendapatkan nilai tinggi dan kelulusan. Alhasil, menjadi hilang nilai akhlak tentang kejujuran. Perjokian ada di semua level pendidikan. Ada ketidaksinkronan antara apa yang diajarkan dan dipelajari di sekolah dengan apa yang harus dilakukan dalam kehidupan yang menuntut segalanya untuk sekadar menyambung hidup dan eksistensi diri.
Alhasil, banyak pelajar yang meninggalkan nilai akhlak untuk sekadar menyambung hidup dan eksistensi diri. Banyak pelajar sekolah yang terjebak masuk dalam pusaran bisnis prostitusi. Padahal sekolah tidak pernah mengajarkan prostitusi pada anak didiknya.
Hal demikian menjadi bukti, bahwa pengajaran nilai akhlak di sekolah bahkan di perguruan tinggi, tidak akan menghasilkan individu-individu berakhlak baik. Jika tidak ada yang dapat menjaga penerapan akhlak yang baik dalam kehidupan nyata.
Sebab untuk mengaplikasikan nilai-nilai akhlak yang baik dalam kehidupan nyata, nyatanya tidak bisa dilakukan hanya dengan seruan-seruan saja, yakni dengan nasihat-nasihat saja, namun harus ada sebuah sistem dan mekanisme yang bersifat pasti yang dapat menjadikan akhlak yang baik tegak dalam kehidupan nyata dan menghiasi setiap diri manusia.
Sistem tersebut tentulah bukan sistem yang disandarkan pada nilai-nilai manfaat semata, semisal sistem sekuler kapitalisme. Sebab saat manusia merasa tidak ada nilai manfaatnya, maka ia tidak akan berusaha untuk menegakannya.
Sistem tersebut haruslah lahir dari sistem yang memiliki nilai pasti, yaitu sistem Islam kaffah yang menerapkan syariat kaffah. Sebab hanya sistem Islam kaffah saja yang mampu menegakkan nilai-nilai akhlak yang baik, yang masuk akal, sesuai dengan fitrah manusia dan menentramkan jiwa.
Hal demikian telah dibuktikan saat di masa kekhilafahan, dari mulai para Khulafaur Rasyidin hingga kekhilafahan Utsmaniyah, dimana negara memiliki peran dan andil besar dalam menjaga akhlak dalam kehidupan masyarakatnya. Ada sistem hukum yang ditegakan sehingga apa yang dipelajari di sekolah-sekolah terimplementasi dalam kehidupan nyata sehari-hari.
Saat di sekolah diajarkan tentang akhlak yang mulia, dan kehidupan nyata sangat menghargai individu-individu yang memiliki akhlak mulia. Secara otomatis akan mendorong semua orang untuk melakukan dan menghiasi dirinya dengan akhlaq mulia. Malu memperlihatkan akhlak yang buruk dalam kehidupan nyata. Sebab semua pihak memahami jika akhlaq adalah buah dari ilmu yang diterapkan. Buah dari pengetahuan yang dimiliki. Maka tidak mungkin seorang yang berilmu tidak memiliki akhlaq yang mulia, atau tidak mungkin seorang yang berpengetahuan memilki akhlak yang buruk, sebab ilmu dan pengetahuannya akan menuntun dan menimbangnya untuk cenderung memilih berakhlak yang baik.
Inilah pentingnya sebuah sistem yang baik, yang diterapkan untuk seluruh manusia tanpa kecuali. Dan sistem yang baik itu hanyalah sistem Islam kaffah. Sebab hanya sistem Islam saja yang manusiawi dan dapat memanusiakan manusia, sesuai dengan fitrah manusia, memuaskan akal dan menentramkan jiwa.
Sistem Islam yang diterapkan oleh seorang Khalifah mampu mencetak banyak alim ulama, orang-orang yang berilmu yang memiliki akhlak yang baik, pejabat yang amanah dan rakyat yang cerdas yang berani melakukan aktivitas amar makruf nahi mungkar bahkan kepada seorang penguasa. Sehingga mampu menjadikan kehidupan dalam sistem Islam kaffah penuh dengan kebermanafaatannya dan keberkahannya.
Lalu jika sistem pendidikan sekuler kapitalisme hari ini hanya menghasilkan individu-individu yang krisis mental dan krisis akhlak, mengapa kita masih bertahan dalam sistem sekuler kapitalisme yang merusak ini ?
Sebab itu, tidak ada jalan lain kecuali mengganti sistem sekuler kapitalisme utamanya sistem pendidikan sekuler kapitalistik dengan sistem pendidikan Islam kaffah, agar akhlak yang baik dari individu-individu masyarakat, baik rakyat maupun penguasa dan pejabat, dapat tegak dalam kehidupan nyata.
Wallahualam.