Oleh. Ari Sofiyanti
Muslimahtimes.com– Perempuan, bukanlah makhluk yang pantas diperlakukan buruk dan dianiaya. Perempuan bukan tempat pelampiasan amarah, sasaran pelecehan bahkan pembunuhan hanya karena terlihat lemah.
Sayangnya, hari demi hari kasus kejahatan terhadap perempuan semakin mengganas. Salah satu yang terdengar adalah kabar penganiayaan yang dilakukan oleh Gregorius Ronald Tannur, seorang anak dari anggota Fraksi PKB di DPR RI dari Dapil NTT. Ronald menganiaya kekasihnya, Dini Sera Afriyanti, dengan memukul kepala korban dengan botol dan menyeretnya dengan mobil hingga sempat terlindas. Penganiayaan ini berujung pada hilangnya nyawa korban.
Kasus ini dan berbagai kasus kekerasan lainnya terhadap perempuan disebut sebagai kasus femisida. Komisi Nasional Perempuan (Komnas Perempuan) memberikan definisi terkait femisida yaitu pembunuhan terhadap perempuan yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung karena jenis kelamin atau gendernya, yang didorong superioritas, dominasi, hegemoni, agresi maupun misogini terhadap perempuan serta rasa untuk memiliki perempuan, ketimpangan relasi kuasa dan kepuasan sadistik.
Seseorang yang melakukan femisida, umumnya dilakukan laki-laki karena motif-motif tertentu di antaranya adalah ketersinggungan maskulinitas, marah karena didesak bertanggung jawab atas kehamilan menghindari tanggung jawab materi, kecewa ditolak cinta, cemburu, memaksa pelayanan maupun pemenuhan transaksi seksual, konflik dalam rumah tangga dan tidak mau dicerai, dan masalah ekonomi.
Kemunculan istilah femisida sendiri menunjukkan bahwa perlindungan terhadap perempuan sudah benar-benar urgen dan tidak boleh diabaikan. Sehingga harus segera ada solusi mendasar dan serius untuk mengatasinya.
Untuk mendapatkan solusi yang benar-benar menyelesaikan masalah femisida hingga ke akarnya, kita perlu mengetahui penyebab atau sumber masalah. Jika kita cermati, ternyata perempuan sering dilecehkan dan menjadi sasaran kekerasan adalah adanya kesalahan dalam kepribadian manusia. Kepribadian manusia adalah pola pikir dan pola sikap manusia terhadap segala sesuatu. Sayangnya, pola pikir dan pola sikap manusia hari ini terpengaruh oleh gaya hidup liberal yang bebas. Pergaulan laki-laki dan perempuan seakan tak ada batas. Pacaran hingga berhubungan badan, dengan pemikiran seolah masing-masing pasangan adalah kepunyaannya. Meskipun hubungan itu tanpa ikatan sah pernikahan.
Budaya minum-minuman keras juga dilegalkan di tempat-tempat tertentu oleh pemerintah. Padahal, minuman keras adalah minuman yang memabukkan dan dapat merusak akal. Ketika seseorang sudah berada dalam pengaruh alkohol, dia tidak bisa berpikir jernih. Tak jarang pula perangainya menjadi bengis dan mudah berbuat kekerasan.
Mirisnya, budaya sekuler dan liberal yang merusak pola pikir dan pola sikap manusia ini gencar dipromosikan dalam media. Film, musik, atau konten media sosial dipenuhi dengan romansa masa muda. Seolah kebahagiaan masa muda adalah mencari keromantisan dengan lawan jenis. Bahkan adegan mabuk-mabukan didramatisasi sehingga menjadi adegan lucu dan romantis. Tontonan dewasa, sadistik dan penuh kekerasan adalah konsumsi sehari-hari. Di samping itu, pengaruh sekularisme dan liberalisme membuat manusia berpikir kebahagiaan adalah persoalan materi. Maka kepuasan manusia hanya seputar kepuasan materi.
Jika sekularisme dan liberalisme adalah gaya hidup yang memunculkan femisida, maka gaya hidup seperti apa yang bisa melenyapkannya?Maka, hanya ada satu gaya hidup yang benar, gaya hidup yang akan melindungi perempuan dari femisida, yaitu gaya hidup yang telah ditetapkan oleh Sang Pencipta manusia itu sendiri, Islam. Allah mewajibkan setiap muslim untuk mengkaji Islam. Menyirami akal dan perasaan manusia dengan ilmu Islam agar tumbuh kepribadian yang mulia. Membersihkan pola pikir dan mengisinya dengan kebaikan. Membiasakan pola sikap terpuji dan gentleman.
Allah menetapkan aturan untuk manusia dalam hal interaksi antara laki-laki dan perempuan. Allah melarang kita berikhtilat (campur baur laki-laki dan perempuan), berkhalwat (berduaan laki-laki dan perempuan) dan mendekati zina alias pacaran. Seorang laki-laki yang memuliakan dan melindungi perempuan bukanlah laki-laki yang mengajak pacaran. Tapi yang menjaga marwah perempuan dari pelecehan. Perempuan yang memuliakan dirinya bukanlah perempuan yang mengejar kesetaraan gender atau memamerkan kecantikan fisiknya, namun perempuan berakhlak yang berperan dalam posisi dan porsinya sesuai Islam. Allah juga melarang minum-minuman keras. Demikian juga melarang media-media memberikan konten liberal.
Semua aturan ini membutuhkan institusi yang mampu mengadopsi dan menerapkannya secara formal. Artinya, negara yang harus memfasilitasi agar aturan-aturan Islam tersebut bisa diterapkan pada setiap warga negara. Termasuk penerapan sanksi Islam terhadap pelaku femisida. Setiap kejahatan pelecehan, penganiayaan dan kekerasan harus dihukum adil. Dan hukuman adil itu telah ditetapkan Allah Swt Yang Maha Adil. Setiap kerusakan anggota tubuh ada qishash, yaitu pembalasan yang setimpal pada anggota tubuh yang dilukai. Dan jika sampai pada pembunuhan, maka tidak ada sanksi lain kecuali pembunuhan pula.
“Dan dalam Qisas itu ada (jaminan) kehidupan bagimu, wahai orang-orang yang berakal, agar kamu bertakwa.” (QS: Al-Baqarah [2] : 179).
Sanksi tegas yang diterapkan oleh negara akan menjadi keadilan bagi korban, jera bagi pelaku dan mencegah masyarakat dari perbuatan yang sama. Masyarakat pun dijauhkan dari kezoliman sehingga dapat hidup dengan aman dan tentram.
Aturan ini adalah bukti kasih sayang Allah pada manusia. Yang akan melindungi kehormatan dan jiwa manusia. Aturan Allah lah yang akan menjaga kehidupan manusia. Dengan hidup dalam naungan Islam, perempuan terlindungi harkat, martabat dan marwahnya. Marak femisida tidak akan tercatat dalam sejarah kehidupan Islam.
Wallahu a’lam.