Oleh. Mela Ummu Nazry Najmi Nafiz
(Penggiat Literasi dan Pemerhati Kebijakan Publik)Â
muslimahtimes.com – Daulah Utsmani dengan sifatnya sebagai Daulah Islam runtuh di tahun 1924 setelah serangkaian upaya dilakukan dengan gigih oleh Barat untuk meruntuhkannya. Hal demikian terjadi setelah dilancarkan perang pemikiran yang begitu masif yang membuat Daulah Utsmani sedikit demi sedikit masuk dalam perangkap permainan Barat dalam perseteruan mereka di perang dunia pertama.
Kekalahan yang dialami Jerman sebagai sekutu Utsmani dalam perang dunia pertama, menyebabkan wilayah Utsmani terkerat habis dikuasai Barat dan menjadi daerah protektorat Inggris dan sekutunya sebagai pihak pemenang perang, termasuk Palestina.
Akhirnya negeri-negeri muslim terbagi menjadi lebih dari 50 negara sekuler nasionalis. Barat sangat memahami sensitifitas masyarakat muslim terkait kepemimpinan, maka pemimpin negeri-negeri muslim yang terbagi tersebut tetap seorang muslim namun kebijakan publik untuk mengatur tata urusan negara dan masyarakatnya diambil dari perundang-undangan Barat. Jadilah masyarakat yang terbentuk adalah masyarakat sekuler, bukan lagi masyarakat Islam, walaupun pemimpin negerinya adalah seorang muslim.
Kondisi sekularisasi yang terjadi di negeri-negeri kaum muslimin menyumbang banyak masalah. Antara lain masalah pendudukan Israel atas tanah Palestina. Sejak Daulah runtuh, tanah Palestina tidak ada lagi yang menjaga. Ia terus menjadi tanah yang diperebutkan oleh entitas Yahudi. Sebab mereka meyakini jika Palestina adalah tanah yang dijanjikan.
Apalagi sejak deklarasi Balfour, terjadi migrasi besar-besaran Yahudi ke tanah Palestina yang diinisiasi oleh Inggris setelah terjadi peristiwa Holocaust oleh Nazi Jerman di Eropa. Pada awal urusan migrasi ini, masyarakat Palestina merasa baik-baik saja. Namun seiring berjalannya waktu, jumlah warga migrasi Yahudi ke Palestina semakin besar dan mereka melakukan pendudukan terhadap pemukiman warga Palestina dan mendirikan negara Israel atas dukungan Amerika serikat.
Maka, marahlah rakyat Palestina, kemudian rakyat Palestina melakukan perlawanan atas aksi pendudukan Israel di tanah Palestina. Perlawanan bersenjata pun dilakukan oleh milisi Hamas hingga hari ini. Sebab Hamas menilai jika Yahudi Israel adalah penjajah yang melakukan perampasan dan pendudukan atas tanah Palestina dan melakukan pengusiran atas warga Palestina.
Jadilah interaksi antara Hamas Palestina dengan Israel adalah interaksi Perang. Menghasilkan banyak korban dikedua belah pihak. Apalagi Israel membabi buta dalam aksi penyerangannya (operasi darat) terhadap Hamas dan menimbulkan banyak korban jiwa hingga dikalangan wanita dan anak- anak.
Akibatnya penderitaan Palestina sungguh tampak nyata. Tidak ada satu pun kekuatan yang mampu membela Palestina. Jika pun ada, hanyalah pembelaan dari kekuatan sebuah milisi dari negeri lain, bukan kekuatan sebuah negara.
Lembaga dunia sekelas PBB pun bungkam seribu bahasa saat membahas masalah Palestina, sebab tak mampu melawan veto Amerika serikat. Berbeda dengan Israel yang mendapatkan bantuan dana dan militer dari negara adidaya dunia yaitu Amerika Serikat dan sekutunya, yang terus mengalir tanpa henti.
Demikianlah penderitaan yang dialami warga Palestina, yang terus menerus diintimidasi oleh Israel penjajah yang terus-menerus melakukan agresi militer untuk membumihanguskan Hamas Palestina yang terus menerus melakukan perlawanan terhadap Israel. Penderitaan ini akan terus berlangsung selama Palestina tidak memiliki junnah (pelindung dan penolong). Sedangkan junnah (pelindung dan penolong) Palestina hanyalah Khilafah saja bukan yang lain.
Maka menjadi sebuah kebutuhan yang sangat penting dan mendesak untuk kembali mendirikan Khilafah ala minhajinnubuwwah, yang kelak akan mampu memberikan perlawanan berimbang dalam menghadapi tentara Israel yang disupport penuh oleh adidaya Amerika serikat dan sekutunya. Sebab hanya khilafah saja lawan tanding yang sederajat dan selevel dengan adidaya Amerika Serikat.
Walaupun pada tataran faktanya, Hamas mampu membuat repot tentara Israel, namun tetaplah perang yang terjadi adalah perang yang tidak berimbang dan tidak adil, dan menghasilkan korban sipil yang sangat banyak hingga sampai pada level krisis kemanusiaan dan tidak manusiawi.
Karena Hamas Palestina akan terus melakukan perlawanan terhadap pendudukan Israel di tanah Palestina. Sebuah perlawanan yang tidak akan pernah padam, sebab lahir dari sebuah aqidah yang diyakininya yang melahirkan aksi jihad fisabilillah.
Dan Israel pun akan terus melakukan pendudukan di tanah Palestina, sebab mereka menganggap Palestina sebagai tanah yang dijanjikan yang harus diduduki. Sehingga salah satu dari keduanya harus ada yang terkalahkan dan terusir.
Namun, Hamas pada tataran faktanya tidak akan mampu dikalahkan oleh Israel, sebab memiliki kekuatan ruh jihad yang tidak bisa digoyahkan. Hal yang akan membuat Israel akan senantiasa mengalami kerugian dan kekalahan luar biasa sebab menggunakan seluruh kekuatannya selevel negara adidaya hanya untuk menghadapi milisi kecil Hamas yang cukup tangguh, yang bahkan Hamas Palestina bukanlah kekuatan militer sebuah negara besar, akan tetapi hanya kekuatan sebuah partai dan gerakan yang ada di Palestina yang mendapat dukungan kuat dari rakyatnya.
Maka, secara hitungan modal dan kekuatan, Israel sesungguhnya telah kalah telak menghadapi Hamas Palestina, sebab hingga hari ini tidak mampu membuat Hamas Palestina bertekuk lutut di hadapannya. Karenanya, perang Hamas Palestina – Israel yang telah menimbulkan penderitaan rakyat Palestina, sangat nyata terlihat. Hal demikian terjadi akibat runtuhnya Khilafah Utsmani sebagai Khilafah Islam yang seharusnya mampu melindungi seluruh negeri-negeri kaum muslimin dari para agresor dan penjajah, dan terjadinya kekosongan kekhilafahan hingga 100 tahun lamanya sejak keruntuhannya hingga hari ini, yang menimbulkan banyak penderitaan pada masyarakat dunia umumnya, dan warga Palestina. Walaupun pada tataran faktanya Hamas mampu menjawab tantangan perang yang dilancarkan Israel dan sekutunya.
Wallahualam.