Oleh. Rut Sri Wahyuningsih
(Kontributor Muslimahtimes.com)
Muslimahtimes.com–Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Kalimantan Selatan menyebutkan ada 79 lembaga pendidikan madrasah di provinsi setempat menerima bantuan Bank Dunia pada tahun 2023 (republika.co.id, 3/11/2023). Kabid Pendidikan Madrasah Kanwil Kemenag Kalsel Bukhari Muslim mengatakan, bantuan ini peruntukannya beragam, di antaranya rehab sekolah maupun pengadaan fasilitas dan sarana lainnya. Sebanyak 12 madrasah masing-masing menerima bantuan kinerja sebesar Rp100 juta. Kemudian 67 madrasah masing-masing menerima bantuan afirmasi sebesar Rp150 juta.
Madrasah di bawah Kemenag, menurut Bukhari, perlu membuktikan bahwa mampu mengelola anggaran dengan baik dengan prinsip madrasah good governance (tata madrasah) yang baik, transparan dan akuntabel. Diharapkan, dengan adanya bantuan ini benar-benar dapat memberikan kontribusi kepada madrasah untuk bergerak, menyongsong perubahan.
Bantuan kinerja diberikan Bank Dunia sebagai penghargaan kepada madrasah yang telah menerapkan sistem perencanaan dan penganggaran berbasis elektronik melalui penggunaan aplikasi e-RKAM. “Saatnya madrasah menjadi penentu dari segenap perubahan yang ada. Tidak lagi sekedar menjadi obyek pasif dari perubahan yang disruptif saat ini,” kata Bukhari.
No Free Lunch
Istilah no free lunch atau tidak ada makan siang gratis semestinya kita pasang. Mengapa? Sebab bantuan Bank dunia selalu membawa konsekwensi yang tidak kecil. Bukan pula sebagai bentuk kebanggaan jika kita menjadi perhatian Bank Dunia, apa kabar APBN kita?
Yang jelas, konsekwensi yang pasti kita hadapi adalah hilangnya kedaulatan negeri ini. Di hadapan negara asing jelas kita bukan apa atau siapa. Kita hanyalah pasar strategis bagi produk mereka baik barang maupun uang. Dengan jumlah penduduk terbesar ke-4 di dunia, ditambah dengan bonus demografi pada 2030 nanti Indonesia adalah sasaran yang cantik untuk mereka.
Pendidikan adalah aspek strategis negara, di mana kualitas generasi penerus bangsa sangat bergantung pada kualitas pendidikan. Maka, negara seharusnya menyelenggarakan pendidikan tidak saja dari sisi infrastrukturnya, namun juga SDM pengajar dan kurikulum. Pembiayaannya semestinya juga mandiri, bukan bergantung pada hibah, utang atau sumbangan.
Sayangnya, keharusan itu hari ini menjadi ilusi. APBN kita menanggung banyak utang luar negeri sekaligus pembiayaan berbagai proyek strategis nasional yang tak ada hubungannya dengan kebutuhan masyarakat, seperti misalnya pembangunan IKN. Pemerintah kita telah ingkar, semula mengatakan samasekali tidak akan menyentuh APBN, nyatanya pembiayaan kini 80 persen dari APBN. Mirisnya, struktur APBN kita terbesar adalah dari pajak. Pungutan rutin yang dibebankan kepada rakyat, ada atau tidak ada penghasilan.
Pengabaian aspek pendidikan kini tak sebatas rusaknya kurikulum atau ketidak adilan penghasilan guru yang terus menuai kontra, tapi juga hingga pembiayaan. Sudah umum LSM asing atau hibah-hibah negara asing turut membiayai dunia pendidikan kita. Entah dengan imbal balik ikatan kerja atau lainnya. Jelas ini hanya akan menghasilkan tenaga buruh yang memang dibutuhkan hari ini. Kapitalisme ini sungguh telah menjadikan generasi kita menjadi buruh di negeri sendiri. Sekolah sebatas untuk dapat pekerjaan. Inilah yang dimaksud madrasah sebagai penentu perubahan? Bagaimana bisa jika negara tak peduli?
Islam Support Sistem Pendidikan Terbaik
Karena pendidikan adalah salah satu pilar terpenting bagi kemajuan dan keberlangsungan negara maka syariat mewajibkan negara fokus. Kemudian menetapkan negara sebagai penjamin berjalannya pendidikan, baik pembangunan fisik sekolah di berbagai jenjang pendidikan, pengadaan guru, pengadaan perpustakaan, laboratorium dan semua sarana prasarana yang berkaitan dengan pendidikan. Secara gratis, bisa diakses penduduk di kota, desa, wilayah pinggiran atau pelosok. Bahkan bisa diakses si kaya dan si miskin.
Kebijakan ini terintegrasi dengan kebijakan lainnya yaitu penjaminan kebutuhan kesehatan, keamanan. Berikut kebutuhan sandang, pangan dan papan. Agar setiap keluarga bisa menjalankan amanah merawat dan mendidikan generasi terbaik. Bagaimana dengan pembiayaannya, sebab jika berbicara negara pasti besar, sehingga menurut penganut kapitalisme tak mungkin tidak berutang. Jawabannya adalah Baitul mal. Sistem pembiayaan yang mandiri, berasal dari pengelolaan kepemilikan umum (barang tambang, sungai, hutan, minyak bumi dan lainnya) dan kepemilikan negara ( fa’i, jizyah, kharaj, khumus dan lainnya).
Jika melihat sejarah, Madrasah Al-Mustansiriya (sekolah Al-Mustansiriya) yang diresmikan tahun 1233, pada akhir periode Abbasiyah, merupakan universitas Islam besar pertama yang didirikan di Baghdad yang berada di sebrang istana kekhalifahan, tepi sungai Tigris. Namanya sendiri berasal dari nama Khalifah Abbasiyah Al-Mutansir Billah, Mansur bin Muhammad Al-Dhahir yang sangat mencintai ilmu pengetahuan. Banyak sejarawan asing yang mengagumi struktur bangunannya yang menakjubkan, universitas ini merupakan universitas Islam Arab pertama yang memiliki studi Al Qur’an dan Sunnah, bahasa Arab, matematika, kedokteran, kesehatan, dan kebugaran jasmani.
Universitas ini dibiayai dengan menggunakan wakaf atau sumbangan tetap yang masuk ke Baitulmal. Salah satunya adalah sang Khalifah sendiri, Al-Mustansir yang mengalokasikan wakaf yang sangat besar. Jelas, samasekali tak ada campur tangan asing, dan bahkan lebih dari cukup untuk membiayai pendidikan setinggi dan sebanyak mungkin untuk rakyat. Tak ada sedikit pun negara ingin mengambil keuntungan dari amanah yang sudah diwajibkan kepadanya. Wallahualam bissawab.