
Oleh. Fauziyah Ali
Muslimahtimes.com–Masalah pagar laut memang ada progress, lebih-lebih setelah penangkapan Arsin, Lurah Kohod yang terlibat katakanlah sebagai pemain di level bawah yang langsung bersentuhan dengan rakyat. Harapannya dengan ditangkapnya Arsin ini akan menjadi pintu masuk untuk memeriksa kepala desa di 15 desa yang lain. Karena pembangunan pagar Laut sepanjang 30,16 km ini mencaplok 16 desa di 6 kecamatan di Kabupaten Tangerang. Selain itu dengan ditangkapnya Arsin bisa diketahui siapa dalang, penadah, pemberi dana dari kasus ini. Jadi penangkapan Arsin bukanlah klimaks dari kasus pagar Laut ini.
Fakta adanya pagar laut ini menyingkap betapa penguasaan ruang hidup telah begitu ugal-ugalan. Hal ini karena yang dikuasai bukan hanya hutan atau lahan melainkan laut. Disinyalir penguasaan laut ini untuk direklamasi atau dibuat daratan. Motif pemagaran laut diduga untuk mengumpulkan sedimentasi yang lama-lama akan terpuruk menjadi daratan. Jadi, ini adalah prakondisi untuk menguasai laut untuk nantinya direstorasi menjadi daratan sebagai azas untuk bisnis properti.
Karena selain ketidakwajaran ada laut dipagari, ternyata wilayah yang dipagari itu telah terbit SHM dan SHGBnya. Ini kan lucu mengapa di wilayah laut berupa air kok diterbitkan surat kepemilikan seperti lahan di daratan? Karena memang perambahan ruang laut menjadi model baru ekspansi bisnis properti para oligarki.
Tapi lagi-lagi dengan alasan pembangunan untuk pertumbuhan ekonomi, semua skenario penguasaan laut hinggal diterbitkannya SHGB terjadi dengan legalitas lembaga dan pejabat terkait mulai dari kementrian sampai kepala desa. Dan pemagaran yang viral di Tangerang, Banten ternyata bukan satu-satunya. Dan di Indonesia sendiri reklamasi ada di 37 titik. Dan memang juga terjadi di beberapa negara yang lain.
Kok bisa padahal laut kan termasuk kepemilikan umum, mengapa bisa dicaplok dan dijadikan milik oligarki atau individu-individu. Beginilah jika sistem kapitalisme yang diterapkan. Pemerintah yang mengejar pertumbuhan ekonomi hingga 8% memberi kesempatan seluas-luasnya untuk para pengusaha berinvestasi. Bahkan proyek bisa jadi mendapat previlage atau keistimewaan seperti dijadikan proyek itu sebagai proyek strategis nasional maka segala hambatan akan disingkirkan. Segala regulasi akan dipermudah walaupun dasar hukum yang satu dengan yang lain bertabrakan.
Terlebih jika proyek itu ada di ibu kota dan daerah-daerah penyangganya dimana wilayah akan dikembangkan untuk bisnis keuangan, perdagangan, dan lain-lain. Tentu dukungan pemerintah terhadap oligarki akan besar. Lahan Jakarta yang semakin sempit dan tidak bisa ditambah karena memang lahan yang tersedia hanya itu menjadikan reklamasi adalah pilihan bagi para oligarki untuk menambah lahan. Dan polemik pagar laut yang terjadi sekarang membuktikan bahwa proyek ini besar dan kuat. Kita tidak akan tahu pagar laut yang sudah dicabut akan dipasang kembali atau tidak. Juga kita tidak tahu apakah akan pagar laut di wilayah-wilayah yang lain.
Adapun dalam Islam. Laut merupakan kepemilikan umum yang tidak boleh dimiliki oleh individu dan oligarki. Sementara aktivitas memagari laut adalah salah satu bentuk terhadap suatu wilayah tertentu, hal ini tidak diperbolehkan kecuali oleh negara. Kalaupun negara jika ingin melakukan pemagaran laut sebagai bentuk proteksi itu tiada lain untuk kemaslahatan umum, misalnya memproteksi wilayah untuk keperluan jihad, kebutuhan fakir miskin, dan untuk kemaslahatan kaum muslimin secara keseluruhan. Maka jelas jika ada pemagaran dan itu berimbas merugikan nelayan karena kesulitan akibat harus memutar pagar laut seluas lebih dari 30 km ini melanggar syariat Islam.
Dalam hal ini Rasul saw. bersabda
“Tidak boleh ada bahaya dan tidak boleh membahayakan orang lain.” (HR Ibnu Majah)
Oleh karena itu, negara harus bertindak tegas ketika ada pihak yang memagari laut. Laut adalah kepemilikan umum untuk memenuhi hajat hidup orang banyak.
====
Islam sebagai agama dan ideologi memiliki strategi mengelola laut yang dapat menjadi kedaulatan negara dan melindungi kesejahteraan rakyat dengan beberapa pendekatan diantaranya sebagai berikut:
Pertama, tanggung jawab sebagai khalifah di bumi. Islam mengajarkan bahwa manusia adalah Khalifah di bumi yang diberi amanah untuk memelihara keseimbangan alam. Dalam konsep ini SDA termasuk harus dikelola dengan prinsip kehati-hatian, keberlanjutan, dah keadilan.
Kedua, pentingnya syariat dalam pengelolaan SDA. Pengelolaan laut harus berdasarkan hukum syariat yang mengatur tentang pembagian dan pemanfaatan SDA secara adil dan merata.
Ketiga, perlindungan terhadap lingkungan laut. Islam menekankan perlunya menjaga kelestarian alam termasuk laut, dari kerusakan yang disebabkan oleh manusia. Negara dengan dukungan syariat dapat mengambil langkah preventif dan kuratif untuk melindungi ekosistem laut.
Keempat, pembangunan ekonomi berbasis laut. Islam mendukung pembangunan ekonomi yang Adi dimana masyarakat pesisir dapat memperoleh manfaat dari kekayaan laut tanpa mengeksploitasi secara berlebihan. Negara dapat merumuskan kebijakan yang memberikan akses yang adil terhadap sumber daya laut bagi masyarakat, sambil menjaga keberlangsungan ekosistem.
Kelima, kedaulatan negara di laut. Islam mengajarkan pentingnya menjaga kedaulatan negara atas wilayahnya termasuk laut teritorialnya. Negara harus memiliki kebijakan yang tegas dalam melindungi wilayah laut dari ancaman luar. Negara juga dapat memperkuat pertahanan laut dan diplomasi maritim untuk menjaga kedaulatan negara di laut.
Keenam, pendidikan dan kesadaran masyarakat. Dalam Islam, ilmu pengetahuan adalah kunci untuk memahami cara pengelolaan SDA termasuk SDA di laut. Dengan pengelolaan laut yang ramah dan berkelanjutan sekaligus meningkatkan kesadaran tentang pentingnya menjaga kedaulatan negara di laut.
Keidealan ini dapat terwujud bila negara menerapkan Islam kaffah bukan kapitalisme sekuler yang diterapkan saat ini.
Wallahu alam Bisshowab