
Oleh. Sunarti
Muslimahtimes.com–“Laut budi, tepian akal” yang artinya seseorang yang sangat berilmu dan bijaksana. Begitu salah satu peribahasa yang tepat untuk disematkan pada salah satu harapan di dunia pendidikan. Out put pendidikan yang memiliki ilmu yang luas, bermanfaat dan menjadi sosok yang bijaksana. Sayangnya, salah satu saja dari tujuan dari setiap orang tua inipun tidak bisa terwujud. Pasalnya, dalam sistem pendidikan yang berbasis sekular – liberal saat ini, sekolah merupakan komoditas mahal yang nyatanya tidak bisa diakses oleh seluruh rakyat.
Meskipun berbagai kebijakan pemerintah sudah dilakukan, akan tetapi potret buram dunia pendidikan masih menjadi persoalan utama. Sebut saja pemerintahan Presiden Prabowo menggagas Sekolah Rakyat untuk anak orang miskin (kurang mampu) dan Sekolah Garuda Unggul untuk anak orang kaya (mampu) sebagai jalan tengah akomodatif.
Program-program kebijakan ini yang dinarasikan rezim sebagai upaya untuk pemerataan akses pendidikan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dalam laman Tirto.id disebutkan bahwa Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kementerian dan Menengah (Kemendikdasmen), Tatang Mutaqin mengatakan faktor ekonomi dan membantu orang tua mencari nafkah menjadi penyumbang terbanyak pada tingginya angka anak tidak sekolah (ATS) di Indonesia. Sebanyak 25,5 persen adalah ATS yang disebabkan faktor ekonomi, serta 21,64 persen adalah pencari nafkah.
Menurut Tatang, faktor ekonomi dan menjadi pekerja adalah penyumbang terbesar dari anak-anak yang tidak sekolah tersebut. Dan penyebab ATS tertinggi selanjutnya adalah menikah, merasa pendidikan cukup, disabilitas, akses yang jauh, perundungan dan sederet faktor yang lain. Anak-anak usia sekolah menengah yang menjadi penyumbang terbanyak faktor ATS.3,9 juta lebih anak yang tak bersekolah dan 881 ribu orang yang berkategori putus sekolah. Lebih dari 2 juta orang belum pernah sekolah dan 1 juta orang lulus sekolah dan tidak melanjutkan sekolah.
Sisi lain, kesenjangan akses pendidikan antara keluarga miskin dan kaya masih cukup besar. Sebenarnya pemerintah juga telah menempuh berbagai intervensi seperti Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP) telah disalurkan. Namun, kesenjangan masih besar.
Pendidikan ala Sistem Kapitalis Setengah Hati
Telah jamak diketahui bahwa karakter kapitalis adalah tendesi untung dan rugi, bukan pada keutamaan kebutuhan mendasar rakyat, seperti pendidikan. Maka tak mengherankan apabila sederet kebijakan dalam sistem pendidikan saat ini, masih berada di titik yang sama. Bahkan telah mundur jauh dari mengurus urusan rakyat yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah.
Sebut juga kebijakan sekolah rakyat dan sekolah Garuda Unggul yang jelas membedakan kelas sosial masyarakat terutama dalam soal pendidikan. Sekolah rakyat yang dicanangkan untuk anak orang miskin (kurang mampu) dan sekolah Garuda Unggul yang diperuntukkan bagi anak orang kaya (mampu) yang konon sebagai jalan tengah yang bersifat akomodatif. Nyatanya dunia pendidikan belum juga masih belum menyelesaikan berbagai macam persoalan. Sekolah Rakyat dan Sekolah Garuda adalah upaya untuk menutupi kegagalan intervensi ala kapitalisme.
Pemerintahan Prabowo dengan program-program kebijakan ini akan bisa dinarasikan rezim sebagai upaya untuk pemerataan akses pendidikan bagi seluruh rakyat Indonesia. Sayangnya program tersebut hanyalah program populis yang tidak akan bisa menyelesaikan hingga akar masalahnya. Kebijakan yang diambil hanya sekedar tambal sulam dalam sistem kapitalisme.
Pendidikan dalam Sistem Islam
Dalam sistem Islam, pendidikan akan sangat diperhatikan oleh pemerintah. Karena Islam memandang bahwa pendidikan adalah hak dasar anak bahkan hak-hak syar’i warga negara, yang kedudukannya sama dengan kesehatan dan keamanan. Negara secara langsung bertanggungjawab memenuhi seluruh kebutuhan dasar publik. Dan negara sebagai penyelenggara sekaligus memenuhi pembiayaannya melalui Baitul Maal. Tidak ada dikotomi akses pendidikan bagi anak orang kurang mampu dan anak orang kaya baik di kota maupun di daerah pinggiran yang jauh dari pusat kota.
Dalam Islam, pendidikan bukan untuk menyelesaikan masalah ekonomi negara. Sistem ekonomi Islam justru diterapkan sebagai supra struktur dan menyokong sistem pendidikan. Pendidikan adalah hak syar’i warga negara untuk mencetak generasi subjek peradaban.
Pendidikan Islam diselenggarakan untuk mencetak generasi bersyakhshiyah Islam yang menguasai ilmu terapan serta dipersiapkan untuk mengagungkan peradaban Islam dan siap berdakwah dan berjihad ke seluruh penjuru dunia. Pendidikan Islam justru akan menjadi mercusuar dunia, kiblat masyarakat internasional. Generasi muslim akan hadir sebagai penjaga dan pembentuk peradaban Islam yang mulia. Maka tujuan individu berilmu sekaligus bijaksana akan tercapai.
Waallahu alam bisawab