
Oleh. Tari Ummu Hamzah
Muslimahtimes.com–Kunjungan bersejarah Presiden Prancis, Emmanuel Macron, ke Indonesia dianggap memunculkan angin segar dalam kerja sama bilateral, khususnya pada sektor ketahanan pangan dan pertanian. Kerja sama yang disepakati tidak hanya sebatas impor-ekspor. Beberapa poin penting meliputi, pertukaran teknologi pertanian, peningkatan kapasitas SDM dan pelatihan petani, modernisasi alat dan infrastruktur pertanian, dan riset bersama untuk varietas tahan iklim ekstrem.
Dari fakta di atas kita dapati bahwa, sekilas kerjasama ini sangat menguntungkan. Namum harus kita ingat bahwa Prancis adalah negara yang dengan terbuka menyatakan kebencian terhadap Islam, dengan menetapkan pelarangan simbol-simbol keagamaan islam diruang publik. Misi mereka dalam mengemban propaganda islamophobia tidak akan berhenti pada satu masa. Namun akan terus berlanjut hingga negeri-negeri muslim itu benar-benar meninggalkan ajaran agamanya. Ingat! Bahwa negara-negara barat itu rata-rata telah banyak melakukan kejahatan rasial seperti diskriminasi terhadap ummat muslim dan sikap kebenciannya.
Latar Belakang Islamofobia
Merebaknya opini islamophobia di negeri-negeri muslim sungguh ironi. Karena Islam yang seharusnya menjadi kekuatan kaum muslimin, malah dijadikan sebagai senjata untuk menjauhkan kaum muslimin dari agamanya. Sebenarnya kebencian barat terhadap Islam itu sudah ada sejak zaman Rasulullah hingga masa Khilafah setelahnya. Terutama sejak Paus Urbanus II ditugaskan untuk merebut tanah Jerusalem dari tangan kaum muslimin.
Kebencian akan Islam ini tidak lantas berhenti begitu saja. Karena tidak akan pernah rela atas kemenangan kaum muslimin. Inilah yang menjadi dasar atas terbentuknya propaganda barat untuk menjatuhkan Islam. Tak tanggung-tanggung, propaganda ini dilakukan sejak berabad-abad lalu. Bahkan hingga abad modern pun propaganda ini terus dilancarkan. Seperti menggambarkan Islam adalah pihak yang intoleransi, radikal, serta penebar ketakutan alias teroris.
Contohnya, seperti peristiwa runtuhnya menara kembar WTC di Amerika, dimana Islam menjadi pihak tertuduh atas peristiwa ini. Jelas itu hanyalah skenario barat untuk menjatuhkan Islam. Maka, dengan lantang presiden Amerika ke 43 Josh Bush menyatakan secara terbuka untuk perang melawan terorisme. Narasi ini menjadi instruksi penting bagi negeri-negeri jajahannya untuk menyebarkan opini islamofobia. Sehingga proyek perang melawan terorisme menjadi konsentrasi negara. Meskipun ketakutan terhadap Islam tidak diwacanakan secara terbuka, tapi negara getol untuk mencurigai aktivitas kelompok muslim.
Maka, wajar jika masyarakat juga mulai menaruh curiga terhadap kelompok-kelompok Islam. Menjauh bahkan tidak ingin memberikan ruang untuk opini islam di area publik. Adapun opini yang dibangun adalah, kelompok Islam dianggap sebagai pihak radikal yang harus diberangus. Mendekati pihak radikal seolah-olah melawan kedaulatan negeri. Menjadi aib akan jiwa nasionalisme dan patriotisme. Sungguh! Narasi ini menjadikan kaum muslimin ikut memerangi gerakan anti radikalisme.
Islamofobia Menghalangi Tegaknya Islam
Hal-hal diatas menjadi bukti bahwa umat Islam telah masuk kedalam jebakan barat. Dimana tujuan mereka adalah ingin menjauhkan kaum muslimin dari agamanya. Karena barat tidak ingin ummat muslim memahami tsaqofah Islam yang akan memicu kebangkitan ummat. Munculnya para cendekiawan muslim yang kritis. Kesadaran akan persatuan ummat. Hingga puncaknya ummat meminta ditegakkan institusi negara Islam.
Poin-poin diatas adalah sesuatu yang ditakuti oleh Barat. Maka, Barat harus membangun narasi kebencian terhadap Islam. Serta meningkatkan jiwa nasionalisme di dalam dada kaum muslimin. Memang benar jika dinegeri-negeri muslim kebencian terhadap Islam tidak dilegalkan dalam undang-undang. Tapi opini kebencian terhadap ajaran Islam mempengaruhi pemikiran dan sikap masyarakat terhadap agamanya sendiri.
Lain halnya dengan negara-negara di Eropa. Sikap kebencian terhadap Islam boleh diekspresikan bahkan dilegalkan dan bentuk undang-undang. Hal ini diungkapkan oleh seorang profesor di Universitas Turki-Jerman yang berbasis di Istanbul, Enes Bayrakli, dilansir Anadolu, yang menyatakan bahwa setiap tahun mereka melihat sebuah negara baru membuat rencana baru, dengan undang-undang baru, atau sebuah partai di Eropa yang melarang sesuatu, praktik keagamaan umat Islam. Bisa berupa pelarangan menara, pelarangan masjid, pelarangan hijab, atau pelarangan burka. (13/03/2024, Sindonews.com)
Demokrasi Biang Diskriminasi
Demokrasi yang katanya mengusung keadilan serta kesetaraan ternyata tidak mampu memberikan keadilan dan menyatukan masyarakatnya. Ide keadilan itu sekadar kata-kata simbolis belaka. Nyatanya pelanggaran HAM terbesar adalah negara penganut demokrasi. Maka dari ini jelas bahwa demokrasi gagal menyatukan perbedaan ditengah masyarakat.
Kegagalan ini memunculkan diskriminasi pemerintah kepada rakyatnya. Yaitu pemberian hak istimewa kepada pihak mayoritas dan pemberi modal. Opini yang berbeda dengan pihak mayoritas dianggap para penentang yang melontarkan ujaran kebencian. Disisi lain narasi islamofobia ini digunakan untuk mempertahankan hegemoni kapitalisme sekularisme, yakni sebagai senjata Barat untuk melanggengkan penjajahannya di muka bumi.
Sungguh sistem ini adalah buah ideologi kapitalisme yang rusak dan merusak tatanan hidup manusia. Aturan dibuat hanya untuk melanggengkan kepentingan segelintir orang. Masyarakat dijadikan sebagai tumbal sistem untuk memperlancar agenda merena. Maka kehidupan kaum muslimin dalam sistem ini jelas akan selalu mengalami kezhaliman penguasanya.
Khilafah Datang Islamofobia Hengkang
Satu-satunya cara untuk menghentikan kekejian mereka adalah dengan menghadirkan institusi Islam yang akan menerapkan syariat Islam kafah. Ketika negara menerapkan syariat Islam, kemuliaannya akan tampak. Umat pun akan mendapatkan keadilan dan merasakan kesejahteraan. Tuduhan buruk terhadap Islam dengan sendirinya akan terbantahkan. Jika ada yang masih nekat menyebarkan tuduhan buruk terhadap Islam, Khilafah tidak akan membiarkannya. Sanksi tegas menjadi balasannya.
Allah Taala telah mengabarkan kemenangan Islam atas para pendusta, “Mereka hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir membencinya. Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala agama, meskipun orang-orang musyrik membencinya.” (QS Ash-Shaff [61]: 8