Oleh. Ranita
Muslimahtimes.com–Agustus 2025 terasa berbeda. Jika sebelumnya Agustus identik dengan merah putih saja, kali ini bendera hitam bergambar tengkorak bertopi jerami ikut berkibar di sela-selanya. Bukannya tanpa alasan. Pengibaran bendera Jolly Roger adalah bentuk kekecewaan rakyat Indonesia pada penguasa. Mereka menganggap penguasa laksana Tenryuubito, salah satu lawan dari kru bajak laut Topi Jerami. Dalam dunia fiksi One Piece, Tenryuubito dikenal sebagai simbol ketidakadilan dan arogansi kekuasaan sedangkan Luffy dan kru Topi Jerami adalah simbol perlawanan pada ketidakadilan dunia.
Di Indonesia, ketidakadilan ini tergambar pada berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah selama ini. Pada beberapa pekan terakhir, pmerintah meneken sejumlah kebijakan aneh yang makin tidak berpihak kepada rakyat. Pembekuan aset pada rekening tabungan yang dianggap dormant tiga bulan dan penyitaan tanah yang tidak diurus selama dua tahun adalah contohnya. Di sisi lain, kasus korupsi besar yang merugikan negara banyak yang terbengkalai, tidak diusut secara tuntas. Janji 19 juta lapangan kerja juga tidak kunjung tersedia. Alih-alih membuka lapangan kerja, angka PHK justru terus bertambah.
Diantara borok bangsa yang menganga, pemerintah bukannya berbenah. Tanpa malu, mereka mengklaim bahwa angka kemiskinan makin menurun. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pada Maret 2025, angka kemiskinan mencapai 23,85 juta orang, atau sebesar 8,74 persen. Angka ini menurun 0,1 persen dibandingkan September 2024 (cnbcindonesia, 25/7/2025). Lucunya, kriteria penduduk miskin yang dimaksud oleh BPS adalah yang memiliki pengeluaran di bawah Rp.609.160 per kapita per bulan atau setara sekitar Rp20.305 per hari (cnnindonesia, 25/7/2025). Bagaimana mungkin pengeluaran di atas Rp20.000 per hari tidak lagi dianggap miskin? Jelas ini adalah manipulasi statistik untuk menunjukkan kemajuan semu. Citra ekonomi dianggap lebih penting daripada realitas penderitaan rakyat.
Kapitalisme, Citra Ekonomi dan Realitas Kesejahteraan Rakyat
Dalam kapitalisme, kesejahteraan rakyat dilihat dari pendapatan nasional yang dihitung berdasarkan angka Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Product/GDP) dan Produk Nasional Bruto (Gross National Produk/GNP). Perhitungan ini menjadi acuan standar bagi negara-negara yang menerapkan Sistem Ekonomi Kapitalisme. Perhitungan semacam ini jelas tidak menggambarkan kondisi riil kesejahteraan rakyat. Mengukur kesejahteraan rakyat tidak cukup melihat nilai produksinya. Yang lebih penting adalah apakah barang dan jasa telah terdistribusi secara layak kepada rakyat yang membutuhkan barang dan jasa tersebut.
Hal inilah yang kemudian menjadikan klaim kesejahteraan dalam ekonomi kapitalisme hanyalah klaim semu untuk memberikan citra ekonomi yang positif. Padahal realitasnya, PHK meningkat. Hilangnya lapangan pekerjaan telah menghapus sumber pendapatan. Daya beli rakyat menurun dan kesejahteraan adalah barang mahal. Akses pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan yang layak menjadi semakin terbatas. Alih-alih melindungi kesejahteraan rakyat, negara dalam sistem kapitalisme hanya berperan sebagai fasilitator dan regulator dalam pasar bebas. Si miskin yang minim modal dibiarkan bersaing secara bebas dengan si kaya yang berlimpah modal. Kapitalisme telah sukses memperlebar jurang antara si kaya dan si miskin.
Islam dan Perubahan Hakiki
Rakyat Indonesia benar-benar nahas. Tidak hanya ditindas oleh sistem ekonomi kapitalisme yang menyengsarakan, tapi juga oleh penguasa yang korup. Wajar jika akhirnya rakyat merasa gerah. Simbol-simbol perlawanan mulai ditinggikan. Sayangnya, Jolly Roger dan One Piece hanyalah kisah fiksi yang tidak memiliki konsep dan metode perubahan. Untuk menghasilkan perubahan yang nyata, semangat perlawanan terhadap ketidakadilan dan sistem yang korup, harus memiliki konsep dan metode yang jelas.
Islam sebagai sebuah ideologi, telah memiliki konsep (fikrah) dan metode (thariqoh) perubahan ini. Dalam Islam, perubahan hakiki haruslah dimulai dari sesuatu yang mendasar dan sistemik. Metode perubahan inilah yang dinamakan Khilafah. Khilafah adalah sebuah sistem yang memungkinkan ideologi Islam diterapkan dan dijaga secara totalitas dan disebarluaskan ke seluruh dunia. Dalam urusan kemiskinan, penguasa dalam sistem khilafah bertanggung jawab secara penuh untuk menghapus kemiskinan. Sejarah membuktikan, sistem yang benar dan penguasa bertakwa yang menerapkan ideologi Islam, akan mampu membawa keadilan dan kesejahteraan. Dalam dua tahun penerapan ideologi islam secara totalitas pada kepemimpinan khalifah Umar bin Abdul Aziz, tidak ada lagi rakyat miskin dan berhak menerima zakat.
Hal ini terjadi karena khilafah tidak mengukur kemiskinan dari angka-angka, tapi dari melihat apakah kebutuhan primer setiap individu rakyat telah tercukupi dengan layak. Sumber daya alam wajib dikelola oleh negara, dan dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk pemenuhan fasilitas umum berupa pendidikan, kesehatan.
Khilafah juga memastikan bahwa penguasa korup tidak memiliki tempat. Mahkamah mazhalim secara khusus akan menjadi lembaga yang mengawasi penguasa sekaligus menghukum penguasa yang terbukti melanggar syariat atau menyalahgunakan jabatan kekuasaannya. Karenanya untuk mewujudkan perubahan, khilafah adalah satu-satunya sistem yang sebenarnya kita butuhkan saat ini, bukan Luffy dan krunya. Allahu a’lam bishshowwaab.
