Oleh. Ayu MelaYulianti, SPt
(Pemerhati Masalah Umat)
#MuslimahTimes –– Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso mengatakan harus menyewa gudang milik TNI AU untuk menyimpan stok beras karena gudang miliknya sudah penuh. Menanggapi hal itu Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan urusan sewa menyewa gudang bukanlah urusannya. (Tempo.co.Jakarta, september 2018).
Adanya upaya menyewa gudang TNI AU oleh perum Bulog tentulah bukan tanpa alasan. Banyaknya stok beras ditambah membludaknya beras kiriman dari negara lain yang datang pada saat yang bersamaan pastilah membuat pening kepala. Karena harus ada dana ekstra untuk menyewa gudang milik lembaga lain, yang harus dikeluarkan dalam upaya menyimpan beras yang jumlahnya diatas kapasitas tampung gudang beras yang tersedia, milik Perum Bulog. Masih untung TNI AU mau menyewakan gudangnya untuk menyimpan stok beras yang berlebih, yang sudah tidak bisa ditampung didalam gudang milik Perum Bulog. Sebuah kerjasama yang baik yang patut diapresiasi. Karena kalau harus menyewa gudang milik swasta pastilah harganya akan jauh lebih mahal dan fantastis dibanding milik pemerintah yang diwakili oleh TNI AU.
Akan tetapi yang menjadi sorotan adalah kenapa pas stok beras dalam negeri melimpah memenuhi gudang beras milik bulog, saat yang bersamaan datang beras impor yang kedatangannya seolah kurang tepat waktu ?, karena jika dirunut dari para pakar pengambil keputusan impor ini, pastilah sudah melalui perhitungan yang sangat matang dari berbagai sisi. Tersebab kesalahan dalam pengambilan keputusan publik akan dapat berdampak buruk pada harga pasaran beras, yang notabene merupakan barang kebutuhan pokok warga negara. Yaitu pasti akan menjatuhkan nilai jual gabah dan beras para petani kecil dipasaran.
Ini menjadi salah satu bukti jika kebijakan publik yang diambil saat ini disandarkan pada kebijakan sekuler kapitalis. Hingga hal-hal yang sangat mendasar yang seharusnya mendapatkan perlindungan dari negara luput dari perhatiannya, yaitu perlindungan pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat kecil, berupa kestabilan harga gabah dan beras para petani dipasaran.
Kebijakan sekuler kapitalis hanya menyadarkan aturan pada nilai untung-rugi para kapital semata, tanpa memperhitungkan efek besarnya pada kestabilan harga pangan secara nasional. Bayangkan, jika harga gabah dan beras terus menurun tajam, sementara kemampuan masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari sektor pertanian tidak mampu mengejar harga kebutuhan pokok mereka yang harus dipenuhi. Menjadi sebuah kewajaran akhirnya jika terjadi banyak alih profesi dari petani menjadi profesi lain yang lebih cepat mendatangkan uang, untuk memenuhi kebutuhan hidup. Kalau petani sudah tidak mau lagi bertani, karena hasil panen yang tidak menjanjikan, siapa yang akan menggarap tanah pertanian ?, petani impor ?, siapa pula yang mampu menahan laju aksi revolusi sosial jika banyak terjadi kerusakan dan kegaduhan di masyarakat hanya karena upaya mereka untuk memenuhi hajat hidup diri dan keluarganya selalu terjegal oleh kebijakan publik yang merugikan mereka?. Dampak yang luar biasa rusaknya dari penerapan sistem kapitalis sekuler di negeri ini.
Kapitalisme menjadi alat para pengusaha yang berkolaborasi dengan penguasa untuk mencari keuntungan secara legal. Dengan mengabaikan efek negatif yang sangat besar berupa kegaduhan dan kerusakan dimasyarakat.
Kapitalisme hanya mengandalkan hitungan untung-rugi dalam setiap kebijakan yang dibuatnya.
Berbeda dengan Islam, dengan seperangkat aturannya yang terangkum dalam syariat Islam kafah. Sistem Islam menempatkan terwujudnya kemaslahatan umat sebagai visi kepemimpinan. Penguasa (Khallifah) akan melakukan upaya apapun sesuai syara untuk mewujudkannya.
Adapun upaya untuk mewujudkan kemaslahatan masyarakat antara lain adalah sebagai berikut :
pertama, Syariat telah menetapkan agar Khalifah mampu mewujudkan kemandirian masyarakat dengan melakukan upaya swasembada pangan. Dengan meningkatkan produksi pangan dalam negeri, dengan melakukan inovasi-inovasi pengembangan teknologi yang mampu meningkatkan produksi pangan dalam negeri, tanpa melanggar hukum Syariat.
kedua, Syariat telah menetapkan agar Khalifah tidak menggantungkannya diri pada aktivitas import dalam upayanya untuk memenuhi kebutuhan pokok warga masyarakatnya. Sekuat tenaga jikalau harus menghentikan aktivitas import, maka kebijakaan itu harus diambil, apalagi jika berefek pada kestabilan politik dalam negeri, berupa timbulnya kegaduhan dan kerusakan dimasyarakat.
ketiga, Syariat telah menetapkan aktivitas ekspor dan impor sepenuhnya ada dalam pengawasan Khalifah. Karenanya Khalifah wajib mengetahui secara real dilapangan apa yang menjadi kebutuhan setiap lembaga yang ada dibawah kepemimpinannya dalam rangka memenuhi kebutuhan warga masyarakat. Kebijakan yang diambilnya bukan berdasarkan pada tekanan pihak lain dan hitungan untung rugi, akan tetapi kebijakan yang diambilnya semata-mata harus berdasarkan upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat semata, sebagai salah satu bentuk pemenuhan kewajibannya sebagai pemimpin masyarakat.
keempat, Syariat telah menetapkan agar seorang Khalifah mampu menjadi penengah kisruh yang terjadi dilembaga-lembaga dibawah kepemimpinannya. Dan kewajiban lembaga dibawah kepemimpinannya untuk taat kepada Khalifah atas keputusan yang diambilnya. Sehingga hal ini dapat meredam dan menghilangkan ego sektoral masing-masing lembaga.
kelima, Syariat telah menetapkan Khalifah hanya boleh mengambil keputusan berdasarkan hak dan kewajiban yang telah ditetapkan oleh Syariat. Melenceng dari ketetapan yang telah ditetapkan oleh Syariat adalah dosa karena merupakan salah satu pelanggaran hukum Syariat.
Maka jelaslah disini, jika kisruh impor beras yang terjadi saat ini adalah akibat penerapan hukum kapitalis sekuler. Dan hanya bisa diselesaikan dengan penerapan hukum Syariat Islam melalui sistem Islam kaffah yang mumpuni.
Maka wajib hukumnya untuk berpaling dari hukum sekuler kapitalis, yang selalu dan pasti menimbulkan kisruh dalam setiap kebijakan publik yang dibuatnya.
Wallahualam