Oleh. Sahilatul Hidayah
“Oalah sekolah tinggi-tinggi bergelar sarjana tapi ujung-ujungnya hanya di rumah saja. Jadi ibu rumah tangga. Gak eman ta?”
Itulah sedikit respon yang pastinya banyak kita temui di tengah-tengah masyarakat ketika seorang perempuan yang telah menepuh pendidikan tinggi sampai bergelar sarjana mendedikasikan hidupnya untuk menjadi seorang ibu rumah tangga ketika sudah menikah dan bukan seorang wanita karir.
Menjadi seorang ibu rumah tangga atau full time mother bukanlah pilihan populer pastinya di tengah-tengah masyarakat saat ini karena opini umum yang berkembang menjadi seorang ibu rumah tangga tidaklah membutuhkan pendidikan tinggi, bahkan seorang perempuan yang tidak lulus SD pun dianggap bisa melakukannya dengan baik karena hanya sekedar berkutat pada urusan kalau orang jawa bilang masak, manak, macak (memasak, melahirkan dan berdandan). Urusan domestik keseharian rumah tangga tidaklah harus seorang sarjana yang melakukannya. Tetapi benarkah demikian?
Menjadi kanca wingking (teman belakang), sebuah istilah jawa terkenal yang menggambarkan ketika seorang perempuan memilih perannya sebagai seorang ibu rumah tangga. Hanya sibuk dengan perannya di ranah domestik (rumah tangga) dan berada di belakang punggung laki-laki sehingga sama sekali tidak memiliki peranan di ranah publik (masyarakat) dengan aktif bekerja menjadi seorang wanita karir. Dan itulah yang selalu dijajakan oleh kaum feminis yang sangat mendewakan dan menomorsatukan kesetaraan gender.Menuntut adanya kesetaraan hak antara laki-laki dengan perempuan dengan menjadikan seorang perempuan juga harus memiliki peranan yang sama dengan laki-laki di ranah publik dengan bekerja. Akhirnya perlahan tapi pasti penggiringan opini terkait dengan kesetaraan gender tersebut berhasil mendapat tempat di tengah-tengah masyarakat sehingga akhirnya menjadikan saat ini sebagian besar masyarakat memandang sebelah mata pilihan menjadi seorang ibu rumah tangga.
Islam telah membagi peranan dan kewajiban yang sangat pas antara laki-laki dan perempuan ketika mereka dipersatukan dalam ikatan pernikahan. Peranan laki-laki sebagai seorang suami adalah sebagai pemimpin rumah tangga (imam) dan kewajibannya adalah menafkahi kebutuhan keluarga dengan bekerja. Sedangkan peranan perempuan sebagai seorang istri adalah patuh terhadap pemimpinnya yakni suaminya (QS. An Nisa : 34) dan kewajibannya adalah sebagai seorang al umm warobbatul bayt (seorang ibu dan pengatur rumah tangga). Kewajiban yang tidak akan bisa dikerjakan oleh laki-laki terbaik manapun di dunia karena hanya perempuanlah yang bisa. Sehingga bekerja bagi seorang perempuan bukanlah sebuah kewajiban hanya sebatas kebolehan.
Seringkali dikatakan perempuan adalah tiang negara, maka apabila perempuan itu baik maka baik pula negaranya, dan apabila perempuan itu rusak, maka akan rusak pula negaranya. MashaaAllah betapa strategisnya kedudukan seorang perempuan didalam islam karena kewajibannya yang diembannya. Iya kewajiban sebagai seorang ibu yang akan menentukan baik atau buruknya sebuah negara karena ditangannyalah kualitas generasi penerus akan ditentukan. Ibu adalah madrasah ula (sekolah yang pertama dan utama) bagi anak-anak generasi penerus. Dialah pembentuk kehebatan watak dan karakter dari para generasi penerus yang akan membawa kebaikan bagi sebuah negara, ibunda Imam Syafii dan Muhammad Al Fatih adalah contoh nyata. Betapa akhirnya berkat didikan seorang ibu kedua orang tersebut menjadi tokoh yang hebat sepanjang masa. Dan itu pun juga masih relevan dan berlaku sampai sekarang, seorang B.J Habibie, mantan presiden negeri ini mengakuinya betapa besar jasa ibunya sehingga dia bisa mencapai apa yang diperolehnya saat ini. Seorang ibu harus mempunyai pengetahuan yang memadai untuk memintarkan keluarganya. Dengan demikian proses pembelajaraan dalam keluarga akan berjalan dengan baik(sayangianak.com, 24 Desember 2014)
Menjadi pengatur rumah tangga juga bukanlah tanggug jawab receh karena pekerjaan yang harus dilakukannya yang seolah tidak ada selesainya. Bahkan tokoh sekelas Umar Bin Khattab pun mengakuinya. Walaupun Umar dikenal sebagai tokoh yang sangat keras, tetapi ketika istrinya sedang memarahinya dia hanya diam dan tidak membalas, ketika ada yang bertanya beliaupun menjawab bahwa jasa istrinya yang telah mengurus dirinya dan anak-anaknya sungguh sangatlah besar sehingga harus bersabar menghadapinya. Karena istriku, aku merasa tenteram (untuk tidak berbuat dosa). Maka aku harus mampu menahan diri terhadap perangainya
Dibalik kisah sukses seorang laki-laki pastilah ada peran hebat istrnya disana, bahkan untuk kisah sukses seorang manusia terhebat dan dianggap paling berpengaruh di dunia, Rosulullah Muhammad S.A.W. Betapa dukungan yang sangat luar biasa dari istri tercinta Ibunda Khadijah sejak beliau pertama kali menerimat wahyu dari malaikat jibril sampai perjuangan beliau medakwahkan Islam dengan segala hambatan dan rintangan yang harus beliau lalui, ibunda Khadijahlah yang selalu berhasil menenangkan hati dan meyakinkan Rosulullah untuk tetap terus melanjutkan perjuangan dakwah beliau. Menjadi salah satu orang yang pertama kali mempercayai wahyu kenabian, mengorbankan semua harta yang dipunyai untuk jalan perjuangan. Tidak ada keluh kesah sedikitpun apalagi menuntut perceraian ketika harus sering berpuasa karena tidak adanya makanan. Semuanya dilakukan sebagai wujud ketaatan dan pelaksaan kewajiban sebagai seorang istri. MashaaAllah.
Betapa Islam datang memuliakan seorang perempuan dengan peran dan kewajibannya ketika pada masa itu perempuan dianggap sebagai warga negara kelas dua yang hanya dijadikan alat pemuas kebutuhan birahi dan bahkan hanya sebagai budak saja. Kewajiban sebagai ibu dan pengatur rumah tangga yang akan memberikan dampak luar biasa bagi baik atau buruknya sebuah negara sehingga haruslah dilakukan dengan kapasitas yang mumpuni pastinya. Haruslah seorang perempuan yang memiliki pengetahuan yang luas baik mengenai urusan dunia terlebih urusan akhirat. Sehingga ketika seorang sarjana menjadi seorang ibu rumah tangga atau full time mother maka sungguh sebuah keniscayaan, bukanlah pilihan yang receh dan remeh karena bagian dari kesungguhan upaya pelaksanaan kewajiban berat yang diembannya. Jadi betapa istimewanya seorang ibu rumah tangga.