Oleh : Laila Thamrin
(Revowriter ; Pendidik Generasi)
Indonesia sedang dirundung duka. Tak hanya gempa yang menghancurkan harta benda. Namun, gempa yang melanda jiwa. Ya, kehancuran generasi di ambang mata.
Bukan hal aneh ketika berita perkelahian antar remaja disajikan kepada kita. Begitu pula kasus penemuan bayi yang ternyata dilahirkan seorang remaja yang masih belia. Bahkan kita hanya mampu meneteskan air mata ketika tersiar kabar 12 orang siswi SMP hamil berbarengan. Hanya istighfar yang terucap dari lisan kita. Dan berharap anak-anak kita tak mengalami nasib serupa.
Tapi, cukupkah kita hanya menelan ludah kemudian berharap benteng keluarga tetap berdiri gagah? No…big no. Diam tak menyelesaikan semua masalah. Perlu usaha untuk mencegah. Agar korban tidak semakin bertambah. Apalagi yang menjadi pesakitan adalah generasi muda Islam. Yang sejatinya kepemimpinan dunia ada dalam genggamannya. Tapi mereka tak punya kekuatan.
Yang jadi pertanyaan, maukah kita merubah keadaan? Maukah kita melihat keadaan yang lebih baik dirasakan anak cucu kita di masa mendatang? Maukah kita mengorbankan waktu, pikiran, harta atau mungkin nyawa kita untuk mengubah kerusakan ini kembali menjadi kebaikan?
Jika jawaban kita, YA…maka artinya kita masih waras. Karena hanya orang yang memiliki pikiran sehat dan jernih saja lah yang bersedia menggapai hidup lebih baik. Lebih tenang. Lebih tentram. Dan penuh berkah di dunia, bahkan hingga ke akhirat.
Namun, mampukah kita merubahnya? Tanya itu sering bergelayut di benak kita. Pasalnya, pemikiran Barat yang sekuler telah memenuhi ruang pikir kita. Ketergantungan pada pemikiran yang tak berasaskan Islam ini menumpulkan cara berpikir kita. Umat telah berada di jurang pemikiran yang sangat dangkal. Berpikir pragmatis. Hingga penyelesaian semua masalah kehidupan tak kunjung datang.
Apa yang harus dilakukan?
Manusia berbuat tergantung pada dorongan pemahamannya. Dan pemahaman terhadap sesuatu tentu lahir dari sebuah pemikiran yang mendalam. Sementara keadaan umat sekarang sangat jauh dari Islam, pemikirannya dan perilakunya. Maka kita harus merubah pemikiran umat kembali pada pemikiran Islam yang jernih dan mendalam tentang darimana manusia berasal, apa tujuan hidupnya di dunia dan kemana dia hendak melangkah kala ajal telah menjemputnya? Dan jawaban atas pertanyaan ini dikenal dengan fikrul mustanir.
Dengan fikrul mustanir (pemikiran yang jernih) ini umat akan mampu mengangkat kehidupannya dari kubangan lumpur kemaksiatan dan dosa. Mengembalikan fitrah umat Islam sebagai khoiru ummah, yaitu umat yang terbaik.
Nah, disinilah dakwah menjadi penting. Dakwah berarti menyeru. Sebagaimana dalam firman Allah SWT :
“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?” (TQS. Fusshilat : 33)
Sehingga menyeru untuk melakukan kebaikan merupakan suatu amal saleh yang menghantarkan pada kemaslahatan umat. Dan saat ini seruan kepada penegakan syariat Islam menjadi hal yang sangat urgen. Karena kemaksiatan telah nyata di depan mata. Bahkan telah menyelusup ke benteng terkecil dalam sebuah masyarakat.
Ya, keluarga sebagai benteng terakhir pun telah digerogoti oleh kerusakan. Sekulerisme adalah biangnya. Hingga agama hanya boleh mengatur masalah ibadah mahdhah saja. Sementara, ketika manusia saling berinteraksi satu sama lain, mereka sibuk membuat aturan sesuai keinginannya. Alhasil, persengketaan pun kerap terjadi. Saling sikut dan tendang sudah bukan rahasia lagi. Yang banyak berduit dialah yang akan memenangkan kehidupan. Bahkan dialah yang seolah menggenggam kemudi dunia ini. Sementara yang tak punya kekuatan, mereka harus rela menjadi sapi perahan. Bahkan hidup di bawah tekanan. Dan hanya berharap suatu hari akan ada perubahan. Tanpa memaksimalkan usaha untuk berubah.
Ini yang tak boleh kita diamkan. Muslim harus merubah keadaan. Ingatlah yang disampaikan Allah,
“… Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” (TQS. Ar-Ra’d : 11)
Karenanya kemauan harus dipupuk. Mau merubah keadaan umat. Mau berdakwah kepada umat. Mau berjuang untuk umat. Mau mengupayakan agar syariat Islam kembali tegak. Mau meninggalkan kehidupan Kapitalis-Sekuler dan menggantinya dengan Islam Kaffah. Agar bisa menuai perubahan.
Dan yakinlah, jika pemikiran umat telah berubah pada kebaikan Islam, maka umat akan mampu merubah keadaannya. Dari yang saat ini serba terpuruk, segera bangkit dan berdiri tegak. Umat akan mampu menjadi khoiru ummah, umat yang terbaik. Maka umat Islam akan mampu menjadi penopang peradaban Islam. Yang akan menaungi seluruh dunia dengan naungan Islam. Dan akan membawa kehidupan di dunia ini kehidupan yang penuh berkah dan kenikmatan.
Allah telah menjanjikan dalam firman-Nya :
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (TQS. Al A’raf : 96)
Karenanya, mari kita mulai perubahan ini. Seru semua insan dengan Islam. Jadikan mereka menggenggam Islam, meski saat ini terasa panas bak api yang membara. Tapi yakinlah, Allah akan bersama orang-orang yang berjuang membela Din-Nya.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan datang kepada manusia suatu zaman, orang yang berpegang teguh pada agamanya seperti orang yang menggenggam bara api.” (HR. Tirmidzi)
Wallahu a’lam bish shawwab. []