Oleh. Sahilatul Hidayah
Menikah, sebuah kata yang siapapun manusia di dunia ini pasti menginginkannya. Kenapa? karena sudah sunnatulloh Allah menciptakan sebuah naluri yaitu naluri untuk mencintai lawan jenis (ghorizah nau). Islam sebagai agama yang sempurna dengan syariatnya mengatur pemenuhanya dengan menikah.
Dalam Islam menikah bukan hanya sekedar pemenuhan terhadap gharizah nau tetapi jauh lebih mulia dari itu karena menikah adalah menyempurnakan separuh agama. “Jika seseorang menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya. Karenanya, bertakwalah pada Allah atas separuh yang lainnya. (HR. Al Baihaqi).
MashaaAllah, ketika sudah terkonsep sebelum memasuki sebuah maghligai pernikahan tentang visi sebuah penikahan adalah menyempurnakan separuh agama, maka agama lah yang akan menjadi tuntunan hidupnya bukan hanya sekedar hawa nafsunya semata.
Menikah akan menjadikan terjaga kehormatan diri sehingga akan menjadi sebuah ‘rem’ hawa nafsu yang akan menjadikannya tidak akan berfikir sedikitpun untuk melampiaskan hawa nafsunya dengan melirik pria idaman lain atapun wanita idaman lain sehingga tidak akan ada para pelakor yang akan mampu memasuki kehidupan pernikahan yang dijalani. Seperti saat ini, sedang marak tejadi di semua kalangan masyarakat baik kalangan biasa maupun orang terkenal.
Meraih Sakinah, Mawaddah, Warohmah
Dalam surah ar-Rum ayat 21, Allah SWT berfirman :
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri (manusia), supaya kamu cenderung dan merasa tenteram (sakinah) kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa cinta dan kasih sayang (mawaddah wa warahmah). Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kemahaan-Nya) bagi kaum yang berfikir.” (QS. Ar Rum [30]:21)
Semoga menjadi keluarga Samawa (Sakinah, Mawaddah Warohmah) sebuah kalimat sederhana yang selalu diucapkan oleh pembawa acara ketika kita menghadiri sebuah pernikahan. Walaupun sederhana tapi memiliki sejuta makna. Ketika makna sakinah mawaddah warohmah ini sudah dipahami betul oleh pasangan dalam sebuah pernikahan sebagai hal yang ingin diwujudkan, maka hubungan yang akan terjadi adalah hubungan yang saling belajar untuk saling memahami dan berusaha keras untuk menciptakan kenyamanan diri. Kalau sudah seperti itu tidak akan ada lagi rasa jengkel akibat kekurangan dalam diri pasangan dan perhitungan dalam keseharian.
Masakan istri yang tidak terlalu enak akan disikapi seperti cara Rasululloh yang tidak pernah sedikitpun mengatakan tidak enak terhadap masakan dari istri beliau apalagi sampai dengan ancaman memotong uang belanja. Istripun akan belajar untuk memasak lebih baik lagi ketika suami ternyata lebih memilih tidak memakan masakannya. Karena rasa cinta dan kasih sayangnya kepada suami bukan karena keterpaksaan semata.
Saling membantu dalam urusan rumah tangga akan senantiasa dilakukan dalam keseharian, saling menyemangati dan menghibur ketika dalam situasi dan kondisi yang sulit, bukan hanya sekedar saling menyalahkan. Untuk menciptakan kondisi yang seperti itu bukanlah hal yang mudah, apalagi di tengah-tengah kehidupan kapitalis yang bisa menjadikan pribadi yang ada didalamnya menjadi pribadi yang egois dan hedonis. Tingkat perceraian yang semakin tahun terus meningkat menjadi salah satu akibatnya.
Menikah adalah ibadah sampai nanti, sampai ajal yang memisahkan diri. Bukanlah suatu hal yang mudah untuk dijalani. Butuh persiapan diri untuk memasukinya. Proses pembelajaran seumur hidup bagi kedua pasangan dalam mengarungi bahteranya, Jadi yang sudah menikah maupun yang sedang proses menuju ke sana, yuk luruskan niat menikah. Kesemuanya dilakukan semata-mata untuk ibadah dengan tujuan akhir tidak hanya menjadi teman hidup sedunia, tapi juga teman hidup sesurga.