Oleh: Ummu Azka
(Ibu Peduli Generasi)
MuslimahTimes– Indonesia darurat hutang. Setelah tiga bank plat merah, yakni BNI, BRI, dan Bank Mandiri mendapatkan pinjaman senilai US$ 3 miliar atau sekitar Rp 39 triliun (kurs Rp 13.000) dari Bank Pembangunan China (detik.com 27/9/15).
Kini pemerintah kembali mengambil tawaran hutang. Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama (Kemenag) telah mengusulkan program peningkatan kualitas madrasah melalui skema pembiayaan Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (PHLN) Bank Dunia.
Peminjaman dana dari Bank Dunia untuk madrasah ini dilakukan oleh Kementerian Keuangan. Dirjen Pendidikan Islam, Kamarudin Amin mengatakan bahwasanya alur pengajuan pinjaman tersebut dari Kemenag yang mengusulkan dan presentasi berkali-kali meyakinkan Bappenas. Kemudian Bappenas meyakinkan Kemenkeu, dan Kemenkeu negosiasi dengan Bank Dunia, dan akhirnya disetujui.
Tercatat sebesar U$D 250 ribu, atau setara dengan 3,5 triliun rupiah (dengan nilai rupiah 14 ribu/U$D), dikucurkan Bank Dunia untuk mendukung program peningkatan mutu pendidikan madrasah kelas dasar dan menengah (cnnindonesia.com 28/6/19).
Pinjaman ini nantinya akan digunakan untuk melaksanakan program Realizing Education’s Promise. Melalui proyek tersebut pemerintah akan membangun sistem perencanaan dan penganggaran elektronik berskala nasional untuk mendorong belanja yang lebih efisien oleh sumberdaya di bawah naungan Kemenag.
Selain itu, dana pinjaman akan diperuntukkan untuk mengadakan pelatihan bagi guru madrasah yang diharapkan mampu meningkatkan kualitas tenaga pendidik di lingkup Kemenag. Juga pengadaan sarana prasarana madrasah yang saat ini dinilai masih jauh dari ideal.
Kebijakan ini mendapat sorotan berbagai pihak. Ketua PP Muhammadiyah, Buya Anwar Abbas mengatakan bahwa sebaiknya pemerintah tak perlu berhutang jika saja kebocoran APBN bisa di atasi. Sementara itu Waketum PBNU Prof Dr.Maksoem Mahfudz mempersoalkan soal efektivitas bantuan hutang tersebut.
Bila efektivitas penggunaan dana tersebut tak jelas, maka yang muncul kemudian adalah mubazir. Bahkan, pada akhirnya dapat menimbulkan peluang terjadinya korupsi.
Idealnya sebuah kebijakan lahir untuk menjadi solusi tuntas atas permasalahan yang sedang dihadapi. Dalam hal ini jika permasalahannya terkait dengan pembiayaan pendidikan, maka yang harus dibenahi adalah terkait pengelolaan keuangan negara.
Sebagai negeri yang kaya akan sumber daya alam, Indonesia seharusnya mampu membiayai semua kebutuhan masyarakat termasuk pendidikan meski tanpa hutang. Namun faktanya jauh panggang dari api. Pengelolaan keuangan negara yang bercorak kapitalistik liberal, telah membawa Indonesia menjadi negara peminjam dengan jumlah hutang yang fantastis. Lebih ironis, ketika hutang yang diberikan harus dilunasi tak hanya dengan uang, namun juga dengan deal-deal politik yang akan mencengkram negeri ini.
Oleh karenanya, butuh sistem paripurna agar negeri kita terbebas dari jerat hutang. Islam adalah jawabannya. Pengelolaan keuangan negara dalam Islam dilakukan dengan landasan yang pasti. Sistem ekonomi Islam telah mengatur bagaimana konsep kepemilikan negara (milkiyyah), perihal pemanfaatan sumber daya (tasharruf), dan juga bagaimana pendistribusian kekayaan (tawzi’). Sehingga semua masyarakat bisa menikmati haknya dengan adil. Semua itu bisa terwujud jika Islam sudah memiliki legitimasi penuh sebagai asas bagi sebuah institusi formal kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
[Fz]