Oleh : Pipin Latifah, SE
(Anggota Revowriter Bogor)
#MuslimahTimes — Fenomena perceraian yang menyedihkan di keluarga muslim harus menjadi pembahasan besar bukan hanya di keluarga-keluarga kita tapi di sistem negeri ini juga. Karena keluarga adalah institusi terkecil dalam sebuah peradaban. Tentu, sebuah negeri besar akan semakin kokoh dan kuat ketika keluarga-keluarga di negeri itu berada dalam kebaikan, ketenangan, dan kebahagiaan. Karena itulah, perlu sebuah pembahasan tersendiri ketika fenomena perceraian di negeri ini cukup besar. Karena data di negeri ini, dikutip dari website Mahkamah Agung (MA) terjadi kasus perceraian sebanyak 419.268 di sepanjang tahun 2018. Tentu ini sangat menyedihkan. Kasus perceraian terjadi peningkatan yang serius dari tahun ke tahun. Karena itu, perceraian ini harus dijadikan pembahasan yang serius bahkan sampai solusinya.
Di zaman yang paling mulia pun (zaman Nabi dan para sahabat), ada beberapa kasus perceraian. Tapi, di zaman itu, perceraian bukanlah sebuah fenomena seperti keadaan kita hari ini. Dalam Surah Al-Ahzab ayat 37, kita tahu bahwa satu-satunya sahabat yang disebutkan namanya dalam Alquran secara jelas adalah Zaid. Ayat ini justru yang disebutkan adalah kondisi menjelang perpecahan keluarga. Berarti, dari ayat ini, untuk keluarga muslim yang lain pun menjadi teguran serius tentang perpecahan keluarga.
Jika keluarga itu bahagia, keluarga itu baik-baik saja, pertanda masyarakat itu baik. Jadi, jika saat ini terjadi peningkatan kasus perceraian yang berlipat-lipat, maka, kondisi masyarakat hari ini bukanlah masyarakat yang ideal dan bukan juga masyarakat yang istimewa.
Jangan sampai, keluarga muslim kondisinya sebelum menikah erat luar biasa. Tapi, setelah menikah seperti benang tipis yang mudah putus meski hanya dihantam oleh sesuatu yang ringan. Putus. Cerai. SubhaanaAllah, ini bukanlah ciri sebuah masyarakat yang baik, ideal, dan istimewa.
Karena itulah, Alquranul karim memberikan kepada kita sebuah kalimat yang ini seharusnya menjadi pelajaran yang berharga. Alquran mengatakan dalam surah An-Nisaa ayat 21
وَأَخَذْنَ مِنكُم مِّيثَٰقًا غَلِيظًا…
“… Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat. (An-Nisa’ :21)
Itu berarti, wanita telah mengambil perjanjian yang ghalizh. Perjanjian yang sangat kokoh.Ketika Alquran menyebutkan tentang mitsaqan ghalizha, maka mari kita bayangkan sebuah tali yang paling kuat di dunia ini bahkan lebih kuat lagi. Karena ikatan ini bahkan sampai ke surga.
Mitsaqan ghaliza inilah yang seharusnya ada. Jika dalam pernikahan ada keributan kemudian bercerai, ini bukan mitsaqan ghalizha. Karenanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpesan dalam sebuah hadits
فَاتَّقُوا اللَّهَ فِي النِّسَاءِ فَإِنَّكُم أَخَذتُمُوهُنَّ بِأَمَانَةِ اللَّهِ وَاستَحلَلتُم فُرُوجَهُنَّ بِكَلِمَةِ اللَّهِ
“Bertakwalah kepada Allah dalam memperlakukan para wanita, karena kalian telah mengambil mereka (sebagai istri) dengan perjanjian Allah dan menghalalkan hubungan suami istri dengan kalimat Allah.” [HR. Muslim dari Jabir radhiyallahu’anhu]
Artinya pernikahan ini bukanlah hal yang sederhana. Pemahaman mitsaqan ghaliza inilah yang hilang dari benak keluarga muslim hari ini. Pernikahan bukan hanya dua orang (laki-laki dan perempuan) saling suka, cinta, lalu menikah. Tapi dalam islam, pernikahan itu sebagaimana hadits tadi. Pernikahan itu diikat oleh Allah, ada amanah Allah, ada kalimat Allah. Inilah yang membuat rumah tangga muslim itu abadi, damai, tidak banyak perceraian. Karena dalam benak mereka bukan pertemuan antar kita yang bertemu dalam satu rumah tangga, tapi pernikahan ini ada Allah yang menjadi saksinya. Semua proses suka dan duka yang dijalani adalah ibadah kepada Allah.
Wajarlah terjadi fenomena perceraian di keluarga muslim, jika dalam hal mitsaqan ghaliza saja mereka tidak memahaminya. Tidak memahami bahwa lajunya pernikahan adalah dalam rangka ibadah kepada Allah.
Misalnya. Seorang suami yang keluar mencari nafkah adalah sebuah tugas mulia tapi banyak yang tidak terbayang di benaknya bahwa ini adalah perintah Allah. Istri pun sama. Ia melakukan aktivitas hariannya di rumah, mengurus anaknya tapi di benaknya tidak terbayang bahwa ini adalah ibadah. Maka wajar muncul di benak suami istri ini rasa lelah dan kebosanan karena tidak dikaitkan aktivitasnya dengan Allah SWT.
Karena itu, islam memberikan panduan bahwa di awal sekali mengaitkan rumah tangga kepada Allah SWT. Kita bisa bayangkan, Alquran menyebutkan pernikahan sebagai mitsaqon ghalizamenunjukkan betapa kuatnya perjanjian ini.
Penyebab lain maraknya perceraian di keluarga muslim saat ini juga masalah ilmu. Jika tanpa ilmu, dalam benaknya hanya terbayang bahwa pernikahan itu indah. Padahal, kenyataannya tidak seperti yang dibayangkan. Pasangannya tidak semesra yang diharapkan. Pasangan yang diinginnya seperti malaikat, ternyata seorang yang penuh aib dan cacat.
Kenapa banyak yang tidak mengerti ilmu rumah tangga? Mari kita lihat kurikulum pendidikan di negeri ini. Adakah kurikulum agar generasi ini siap untuk berumah tangga? Tidak ada. Bahkan, jika ada yang mau menikah, mereka dikumpulkan dan diceramahi seperti halnya sertifikasi nikah, itu tidaklah cukup jika tidak dibekali dengan ilmu yang utuh. Itulah yang membuat mereka terkejut karena harapan tidak sesuai kenyataan hingga terjadilah perceraian karena kurangnya ilmu dalam berumah tangga.
Selain kurangnya ilmu, terjadinya perceraian karena adanya pelanggaran-pelanggaran syariat dalam rumah tangga. Ada kata-kata yang seharusnya dicermati oleh negara ini yaitu surah an-Nisa ayat 34.
ٱلرِّجَالُ قَوَّٰمُونَ عَلَى ٱلنِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بَعۡضَهُمۡ عَلَىٰ بَعۡضٖ وَبِمَآ أَنفَقُواْ مِنۡ أَمۡوَٰلِهِمۡۚ فَٱلصَّٰلِحَٰتُ قَٰنِتَٰتٌ حَٰفِظَٰتٞ لِّلۡغَيۡبِ بِمَا حَفِظَ ٱللَّهُۚ
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)…”
Ayat ini adalah panduan utama dalam berumah tangga agar merasakan surga di dunia sebelum surga di akhirat. Pada ayat ini, titik yang diajarkannya yaitu laki-laki sebagai QOWAM dan wanita sebagai SALIHAH.
Qowam dapat berarti pemimpin, pendidik, dialah pencari nafkah, menjadi tempat sandaran wanita, dan sebagainya. Laki-laki diberikan amanah qowam karena ia dilebihkan atas wanita. Ia memberi nafkah dari sebagian hartanya. Jika qowamah ini hilang, maka rumah tangga berada dalam bahaya kehancuran.
Point kedua, dari sisi wanita. Allah menyebutkan dalam Alquran sebagai satu kata untuk meringkas seluruh tentang wanita yakni dengan sebutan Fashshoolihaat. katafashshoolihaatini diterjemahkan dalam dua kata yakni qoonitat (taat) dan haafidzaat (memelihara diri).Jadi, point qoonitaatdan haafidzaat adalah penentu seorang istri dikatakan salihah. Jika salihah ini hilang dari sisi istri, maka rumah tangga pun akan berada dalam bahaya kehancuran.
Maka lengkaplah sudah penyebab perceraian di negeri ini. Jika laki-laki hilang sifat qowam dan wanita hilang sifat salihah. Wajarlah, jika kedua sifat ini hilang, yang terjadi adalah masing-masing saling menuntut. Bukan saling memaafkan. Bukan saling memahami. Jika laki-laki hilang sifat qowam dan wanita hilang sifat salihah, negara pun harus turun tangan agar mereka dapat memahami peran dan tanggung jawabnya. Misalnya, yang membuat jatuhnya qowamah laki-laki karena ia tidak bisa memberi nafkah kepada istrinya disebabkan sulitnya mencari pekerjaan, negara seharusnya membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya. Bukankah banyak kasus perceraian karena faktor ekonomi seperti halnya di Bekasi Jawa Barat, istrilah yang menggugat cerai suaminya karena sudah lama tidak dinafkahi. Untuk point lain dari sifat qowamah laki-laki seperti pemimpin, pendidik, dan sifat sholihat perempuan yang qoonitat (taat) dan haafidzhat (menjaga diri), ini perlu diajarkan secara khusus agar suami-istri dapat memahami. Misal, ada kurikulum rumah tangga yang diajarkan dalam sistem pendidikan negeri ini yang tentunya kurikulum rumah tangga ini akan mengkaji secara utuh bagaimana konsep rumah tangga dalam Islam.
Ketika Islam telah memberikan panduan, Islam juga telah mengingatkan bahwa program tertinggi iblis adalah menceraikan keluarga. Dalam Surah Al-Baqarah ayat 102, ada pembahasan tentang ilmu sihir untuk memisahkan antara seseorang dengan pasangannya. Lebih jelas lagi, ada dalam hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dari Jabir radhiallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ إِبْلِيْسَ يَضَعُ عَرْشَهُ عَلَى الْمَاءِ ثُمَّ يَبْعَثُ سَرَايَاهُ فَأَدْنَاهُمْ مِنْهُ مَنْزِلَةً أَعْظَمُهُمْ فِتْنَةً يَجِيْءُ أَحَدُهُمْ فَيَقُوْلُ فَعَلْتُ كَذَا وَكَذَا فَيَقُوْلُ مَا صَنَعْتَ شَيْئًا قَالَ ثُمَّ يَجِيْءُ أَحَدُهُمْ فَيَقُوْلُ مَا تَرَكْتُهُ حَتَّى فَرَّقْتُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ امْرَأَتِهِ قَالَ فَيُدْنِيْهِ مِنْهُ وَيَقُوْلُ نِعْمَ أَنْتَ
“Sesungguhnya Iblis meletakkan singgasananya di atas air (laut) kemudian ia mengutus bala tentaranya. Maka yang paling dekat dengannya adalah yang paling besar fitnahnya. Datanglah salah seorang dari bala tentaranya dan berkata, “Aku telah melakukan begini dan begitu”. Iblis berkata, “Engkau sama sekali tidak melakukan sesuatupun”. Kemudian datang yang lain lagi dan berkata, “Aku tidak meninggalkannya (untuk digoda) hingga aku berhasil memisahkan antara dia dan istrinya. Maka Iblis pun mendekatinya dan berkata, “Sungguh hebat (setan) seperti engkau” (HR Muslim IV/2167 no 2813)
Maka, ketika masyarakatnya baik, jauh dari aktivitas setan, baik hobinya maupun amalnya, mereka akan jauh dari perceraian. Tapi, jika mereka dekat dengan setan, menjadikan setan sebagai sahabatnya, aktivitas setan menjadi kebiasaannya, rumah tangga pun akan banyak terjadi perceraian. Karena itu, Islam memerintahkan untuk menjauhi setan.
إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا ۚ إِنَّمَا يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُونُوا مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيرِ
“Sesungguhnya setan itu adalah musuh nyata bagimu, maka jadikanlah ia musuh(mu), karena sesungguhnya setan-setan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” (QSFâthir :6)
Maka jauhilah setan. Pahamilah bahwa pernikahan bukanlah sesuatu yang sederhana. Tapi pernikahan adalah sebuah perjanjian yang kokoh (mitsaqan ghalizha) dengan Allah sebagai saksinya. Belajarlah terus dan berusaha untuk memperbaiki diri agar terwujud seorang suami yang memiliki sifat qowamah dan istri memiliki sifat salihah. Semoga dengan melakukan semua upaya itu, Allah akan melindungi keluarga kita dan menjadikan rumah tangga kita sebagai rumah tangga yang surgawi sebelum kelak kita akan dikumpulkan di surgaNya Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Wallahu A’lam bish showab.