Oleh: Nuril Izzati
(Anggota Komunitas Revowriter Bogor)
“Aku tak tahu syariat Islam
Yang ku tahu suara kidung ibu Indonesia sangatlah elok
Lebih merdu dari alunan adzanmu”
Begitulah sepenggal puisi yang dibacakan oleh ibu Sukmawati Soekarnoputri pada acara 29 Tahun Anne Avantie Berkarya di Indonesia Fashion Week 2018 yang digelar di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta Selatan, pada 2 April 2018.
Puisi yang telah dibukukan pada tahun 2006 ini ternyata berbuah hujatan dan kecaman terutama dari para netizen di dunia maya. Puisi-puisi balasanpun bersahutan tanpa henti siang dan malam. Mulai dari puisi-puisi dengan nada sindiran sampai puisi dengan bahasa yang serampangan.
Semua mengerahkan segenap kemampuan untuk tunjukkan pembelaan. Pembelaan terhadap alunan adzan yang telah diremehkan. Walau akhirnya bu Sukmawati menyampaikan permintaan maaf pada khalayak yang merasa dihinakan. Ditambah ada beberapa kalangan termasuk Menteri Agama yang berharap kasus ini tidak diperpanjang, namun netizen tetap berharap supaya kasus penistaan ini bisa maju ke meja pengadilan.
Sangat disayangkan, di negeri mayoritas muslim ternyata justru penghinaan dan pelecehan terhadap Islam terus bersahutan. Mulai hanya sekedar kicauan, lawakan, pembubaran bahkan sampai pada penistaan yang dilakukan oleh para pemegang kekuasaan. Belum hilang dari ingatan, kala al Maidah ayat 51 dinistakan, hingga berbuah aksi 212 yang sangat menggetarkan. Kini alunan adzan pun menjadi bahan ledekan. Astaghfirullah…
Adzan bukan sebatas alunan
Adzan sejatinya bukan sebatas alunan, namun ia memiliki maksud dan pesan yang ingin disampaikan. Bukan hanya sekedar panggilan supaya sholat segera ditegakkan, namun ia memiliki seruan supaya hanya Allah saja yang patut di-Esa-kan. Juga dakwah untuk yang mendengarkan bahwa Muhammad adalah seorang utusan Allah, Rasulullah. Itulah 2 kalimat syahadat yang terkandung di dalam alunan adzan.
Bahkan bila kita merujuk pada buku “Sirah Nabawiyah – Sisi Politis Perjuangan Rasulullah” karya Prof. Dr. Muh. Rawwas Qol’ahji, beliau menjelaskan bahwa,
“Adzan memiliki makna lain dan fungsi lain di samping fungsi sebagai seruan untuk shalat, yakni adzan sebagai seruan resmi yang dikeluarkan dari pusat resmi negara -masjid- dengan menggunakan media informasi yang resmi -yaitu juru adzan yang telah diangkat oleh Rasulullah saw., -sebagai kepala negara- melalui berdirinya negara Allah di bumi, di bawah kepemimpinan Muhammad Rasulullah saw”.
Kemudian beliau melanjutkan,
“Kalau saja Anda mau merenungkan kalimat-kalimat adzan yang pertama. “Allahu akbar Allahu akbar” maka Anda akan mengerti bahwa Allah swt. lebih besar daripada mereka para thaghut, sehingga otomatis Allah lebih besar dalam membuat rintangan dan Dia Maha memenangkan semua urusan-Nya”.
Subhanallah. Tak sampai disitu, beliaupun memaparkan makna syahadat tauhid dengan pemaparan yang belum diketahui banyak orang.
” “Asyhadu Alla Ilaha Illallah” ini artinya bahwa tidak ada kedaulatan dalam Negara Islam kepada selain Allah, dan tidak ada hukum selain hukum Allah”
Juga pada kalimat syahadat Rasul, beliau meneruskan,
” “Asyhadu Anna Muhammadar Rasulullah” artinya bahwa Allah swt telah menyerahkan kepemimpinan kepada Muhammad, sehingga tidak ada seorangpun yang berhak merampas kepemimpinan darinya. Beliau tetap dengan kepemimpinannya hingga Allah menyempurnakan agama-Nya melalui al-Qur’an yang diturunkan kepada Rasul-Nya, dan juga melalui as-Sunnah yang diilhamkan Allah kepada Rasul-Nya”.
Demikianlah beliau menjelaskan. Mungkin sebagian dari kita masih merasa asing dengan pemaparan yang beliau sampaikan. Mengapa? Karena sejak kecil kita hanya diberikan pemahaman bahwa arti dari 2 kalimat syahadat hanya sebatas “Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah”. Hanya sampai disitu. Padahal makna tersirat yang terkandung di dalamnya amatlah dahsyat.
Jadi sangatlah berbahaya bila ada orang yang sampai meremehkan lantunan adzan, terlebih bila disandingkan dengan suara kidung yang sebatas buah dari pemikiran, pemikiran manusia yang lemah dan memiliki banyak keterbatasan. Selain memang tidak layak untuk disanding-sandingkan, juga berbahaya karena masuk kategori penghinaan.
Tapi bukan umat Islam namanya kalau tidak bisa mengambil hikmah dari setiap keadaan. Karena bagi seorang muslim, keadaan sesulit apapun tetap bisa dipetik hikmah dan pelajaran.
Begitupun dengan peristiwa viralnya puisi “Ibu Indonesia” ini. Mungkin Allah sedang memberikan jalan kepada kita, supaya mampu memahami makna bukan hanya yang tersurat namun juga yang tersirat di dalam setiap kalimat yang diseru-Nya (adzan). Hingga akhirnya tiap umat muslim di tanah air Indonesia mau kembali menjadikan Islam sebagai solusi bagi setiap masalahnya. Mulai dari masalah keluarga, masyarakat hingga negara.
Wallahu a’lam.