Penyebaran Covid-19 Masih Tinggi, Yakin Mau New Normal ?
Oleh : Fariha Adibah (aktivis muslimah)
Muslimahtimes – Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Dr Hermawan Saputra mengkritik persiapan pemerintah menjalankan kehidupan new normal. Karena temuan kasus baru terus meningkat dari hari ke hari. Sekarang ini terlalu gegabah kalau kita bahas dan memutuskan segera new normal,” ujar Hermawan saat dihubungi merdeka.com, Senin (25/5).
Pemerintah gencar mewacanakan new normal dan mulai menerapkannya pada lingkungan kerja ASN atau PNS, dan karyawan BUMN. Sekretaris Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Dwi Wahyu Atmaji mengatakan new normal harusnya direspon dengan panduan program yang jelas, karena jika tidak sangat berpotensi Indonesia mengalami kegagalan sosial.
Karena era new normal adalah perubahan perilaku untuk tetap menjalankan aktivitas normal di tengah pandemi yang belum usai, dengan menerapkan protokol kesehatan. Maka wajar jika harus dipersiapkan dengan matang agar nyawa rakyat tidak menjadi korban, juga harus diiringi dengan peningkatan penanganan wabah, terutama dari sisi kesehatannya.
Namun menurut Hermawan tak ada satupun syarat yang dipenuhi oleh Indonesia untuk new norma ini, yakni, sudah terjadi perlambatan kasus, sudah dilakukan optimalisasi PSBB, masyarakatnya sudah lebih mawas diri dan meningkatkan imun masing-masing, dan pemerintah sudah betul-betul memperhatikan infrastruktur pendukung.
Seperti China misalnya, yang memulai new normal ketika kasus baru sudah turun, telah membangun sistem “kode kesehatan” digital berbasis warna, berupa kode QR, yang menjadi indikator kesehatan setiap warga. He Qinghua dari Biro Pengendalian Penyakit Komisi Kesehatan China mengatakan bahwa elemen penting dalam menghadapi situasi kehidupan new normal adalah terus melakukan deteksi dini, melaporkan, mengisolasi, dan merawat suspect hingga pasien corona, secara cepat, mampu melakukan 1,66 juta pemeriksaan corona setiap hari, angka itu sesuai dengan kebutuhan dasar tes corona secara maksimal, membagi wilayah secara ilmiah menjadi unit-unit terkecil agar bisa mendeteksi virus dan menindaknya sesegera mungkin, Namun, apa yang dilakukan oleh negara tirai bambu itu tidak cukup karena masih munculnya kasus baru, bahkan mereka dihantui gelombang kedua covid-19.
Bagaimana dengan Indonesia ?
Indonesia masih sangat jauh dari persiapan, bahkan peta penyebaran covid-19 saja tidak dimiliki, karena tidak adanya tes massif untuk mendeteksi. Menurut Yanuar. Nugroho, penasehat Centre for Innovation Polecy and Governance (CIPG) “ kalau masyarakat dibiarkan untuk hidup bersama dengan virus tapi tidak ada measure khusus untuk melindungi mereka yang rentan, maka sama dengan menghadapkan mereka pada maut”.
Menurut Ahli Epidemiologi Pandu Riono dari Universitas Indonesia. bahwa, “new normal ini bukan tanpa resiko, bahkan Indonesia harus bersiap untuk menyambut gelombang 2 covid-19. Bahkan, bukan tidak mungkin, jumlah kematiannya jauh lebih banyak dari sebelumnya karena virus terus bermutasi. Efek selanjutnya beban yang sangat berat bagi tenaga kesehatan”.
Namun kapitalis tidak pernah mempertimbangkan kesehatan diatas ekonomi, meskipun berkaitan dengan nyawa rakyatnya sendiri. Orientasi ekonomi telah membutakan mata nuraninya. New normal ini justru hanya akan menambah carut marutnya penanganan covid-19, karena kekuasaan tidak tampil menjadi “perisai utama melayani rakyat”, namun justru memuaskan para pemilik modal.
Disisi lain, pemerintah mendasarkan kebijakan new normal ini pada pernyataan Badan Kesehatan Dunia (WHO). Semata-mata karena pertumbuhan ekonomi yang stagnan, desakan bisnis yang mati suri dan kebutuhan masyarakat yang harus dipenuhi, maka WHO mulai menggencarkan new normal life.
Meskipun ditentang para akademisi dan kalangan kritis, namun demikianlah Indonesia yang mengambil tatanan kehidupan kapitalis, memutuskan kebijakan berdasar ekonomi dan membebek trend global, tanpa menyiapkan perangkat yang memadai agar tidak menjadi masalah baru yakni membangkitkan ekonomi, namun membahayakan manusia, alih-alih ekonomi bangkit, justru wabah gelombang kedua mengintai di depan mata.
Melihat kebijakan yang membebek trend global, menunjukkan bahwa Indonesia mengikuti dikte asing dan tidak mandiri. Agar kebijakannya terlepas dari dikte asing maka Indonesia harus menjadi negara besar yang berdaulat. Indonesia sudah memiliki modal dasar yang luar biasa, posisi negara yang strategis, jumlah penduduk muslim mayoritas, kekayaan alam yang berlimpah dari Sabang hingga Merauke dan lainnya. Namun sayangnya, Indonesia tak punya keberanian untuk melepaskan diri dari cengkeraman asing
Ini bukti Posisi Indonesia adalah negara pengekor, yang menjadikan Kapitalisme sebagai poros urusan kenegaraan, politik, ekonomi, serta masalah kehidupan lainnya. Untuk bisa lepas dari menjadi negara pengekor jalannya adalah, indonesia harus membuang pada tempatnya sistem kapitalisme itu, dan menggantinya dengan ideologi Islam. Karena ideologi Islam berbeda secara diametral dengan sistem kehidupan kapitalistik.
Sistem kehidupan yang kapitalistik, adalah sistem yang batil, sejak dari lahirnya, yang menjadikan orientasi hidup hanya bardasar manfaat dan materi belaka, tidak akan pernah menuliakan manusia, bahkan nyawa rakyat tidak ada harganya.
Ideologi Islam, hanya bisa diterapkan dalam wadah khilafah, sebuah sistem yang lahir dari Allah, dia tidak akan cocok dengan sistem buatan manusia. Khilafah Islam memiliki kedigdayaan untuk menolak dikte asing, menolak segala ketundukan pada sistem buatan manusia. Karena landasan utama kebijakannya adalah pelayanan urusan umat dan dakwah.
Khilafah akan menjalankan fungsi sebagai pelayan umat, memenuhi kebutuhannya secara mandiri, dengan menerapkan hukum-hukum syariah Islam. Khilafah akan mengutamakan kemampuannya sendiri dalam mengatasi persoalan ekonomi, juga tidak akan pernah melakukan kerja sama dengan negara-negara Kafir Harbi Fi’lan yang akan membahayakan eksistensi Khilafah, seperti AS, Inggris, Prancis, Rusia, Cina, atau negara-negara kufur lain.
Demikianlah, yang akan dilakukan oleh Khilafah dalam memutus campur tangan asing dalam urusan luar negerinya. Inilah jalan untuk menghentikan pengaruh asing yang telah berlangsung lama dan menyebabkan permasalahan dan penderitaan seluruh manusia.
Jika pemerintah masih tetap bersikukuh untuk menerapkan new normal padahal pandemi masih tinggi, maka sama saja negara telah abai terhadap urusan dan nyawa rakyat, yakin new normal life sebagai solusi covid-19 ?
Allahu A’lam.