Oleh : Shafayasmin Salsabila
#MuslimahTimes — Apa yang paling heboh di sepanjang bulan April? Yupp, Kartinian dong. Hingar bingar perayaan ala perempuan tak ketinggalan, anak-anakpun larut dalam festival.
Konon ceritanya, jasa pahlawan wanita Indonesia yang satu ini sungguh luar biasa. Mewacanakan persamaan dalam bidang pendidikan tanpa melihat gender. Wanita harus smart dan otaknya harus sering diajak push up dengan belajar. Begitu sejarah berkelakar.
Meski banyak yang bertanya-tanya kenapa harus Kartini? Sementara sejumlah sosok wanita lain sangat layak dimunculkan, seperti Dewi Sartika di Bandung dan Rohana Kudus di Padang (kemudian pindah ke Medan) menjadi tertutupi dan terbenam.
Dua wanita ini pikiran-pikirannya memang tidak dipublikasikan apalagi dibukukan. Tapi yang mereka lakukan lebih dari yang dilakukan Kartini. Kalau Kartini hanya menyampaikan ide-idenya dalam surat, mereka menyalip dengan mewujudkannya dalam alam nyata.
Dewi Sartika (1884-1947) bukan hanya berwacana tentang pendidikan kaum wanita. Ia bahkan berhasil mendirikan sekolah yang belakangan dinamakan Sakola Kautamaan Istri (1910) yang berdiri di berbagai tempat di Bandung dan luar Bandung.
Rohana Kudus (1884-1972) Selain mendirikan Sekolah Kerajinan Amal Setia (1911) dan Rohana School (1916), Rohana Kudus bahkan menjadi jurnalis sejak di Koto Gadang sampai saat ia mengungsi ke Medan. Ia tercatat sebagai jurnalis wanita pertama di negeri ini.
Juga sederet nama pahlawan wanita Indonesia lainnya. Habis kertas untuk menuliskannya. Namun terlepas dari keganjilan yang ada, satu hal yang menarik dari kehidupan RA Kartini yang terungkap adalah tentang aspek perubahan. Diawal hidup sebelum mengenal ajaran Islam hingga setelah beliau membaca terjemahan Alquran.
Bahwa ada yang menggedor-gedor benak Kartini tentang hakikat kebenaran. Kartini tercerahkan lewat satu ayat di surat Al-Baqarah : 257 “Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya.”
Kartini terhenyak. Satu kepahaman yang membawa kesadaran terdalam tentang makna agama dalam kehidupan. Serupa cahaya yang menelan kegelapan. Seakan terungkap tabir tentang hakikat penciptaan.
Kartini mengalami banyak pencerahan dan keberanian mengutarakan pandangan-pandangannya. Baik bersifat otokritik terhadap budaya tradisi keningrata Jawa yang rumit atau kritik terhadap pemerintahan Hindia Belanda.
Hidup Kartini berubah. Menjadi tau arah hidup dan perjuangan. Namun ajal tiada dapat ditawar. Wafat di usia yang relatif muda, 25 tahun. Dengan batas kajian surat Ibrahim. Ah, andai Kartini khatam mengaji.
.
.
Sebenarnya Kartini hanya mengulang sejarah. 14 abad silam telah hidup seorang shohabiyah bernama Hindun binti ‘utbah ra. Sebagaimana yang telah diungkap di buku-bukh shirah, tentang kisah nyentrik milik Hindun.
Bagaimana perubahan 180° terjadi pada diri Hindun. Before and after yang sangat mencolok. Sebelum cahaya datang dan setelahnya.
Awalnya, Hidun adalah wanita yang sangat besar permusuhannya terhadap ajaran Muhammad Saw. Dia bersama suaminya, Abu Sufyan melancarkan beragam upaya untuk menggalkan dakwah Rasul. Bahkan kisah paling memilukan adalah tatkala Hindun berada diantara perang Uhud. Dan demi membalaskan dendam atas kematian ayah, saudara kandung serta pamannya saat di perang Badar, Hindun membayar Wahsyi yang ahli melempar tombak untuk menghabisi nyawa Hamzah, paman Rasulullah SAW. Setelah citanya terwujud. Kepuasan Hindun ditandai dengan memakan jantung Hamzah.
Dan Hindun dijungkir balikan kehidupan. Hanya saja dengan perubahan posisi yang jauh lebih baik dan mulia.
Setelah futuhat Makkah. Tepatnya setelah 20 tahun Hindun hidup diatas api permusuhan, Allah Ta’ala membuka hati Hindun untuk menerima Islam. Seketika itu benci berubah menjadi cinta. Hindun datang kepada Nabi Saw seraua berkata : ‘Wahai Rasulullah, demi Allah, selama ini tidak ada golongan di dunia ini yang paling aku harapkan agar Allah membinasakannya, daripada golonganmu. Tetapi hari ini tidak ada golongan di dunia ini yang paling aku harapkan agar Allah memuliakannya, daripada golonganmu’.
Begitu tipis jarak antara cinta dan benci. Hindun meleleh, tak berdaya dihadapan cahaya yang menihilkan kepongahannya. Gelap tersibak. Jahiliyah menjadi masa lalu. Hindun hidup dalam cahaya yang membuat langkahnya tak lagi gontai. Ia mengambil palu dan menghancurkan berhala yang ada di dalam rumahnya sampai hancur berkeping-keping seraya berkata : “Selama ini, kami terperdaya olehmu”.
Tercatat dengan tinta emas, peran besar yang Hindun berikan saat perang Yanmurk. Bagaiman sosok Hindun menjadi api yang mengobarkan semangat juang para pasukan kaum muslim yang hampir-hambir mengambil langkah seribu. Dengan perih kata-katanya, menohok siapapun yang berniat menghindari perang. Hingga kembalilah para pasukan menuju kancah peperangan.
Hingga masa pemerintahan Umar bin Khattab ra, Hindun memberikan segala kemampuannya untuk membela agama Allah. Hingga Hindun menutup mata.
Demikianlah, saat gelap dikunyah cahaya. Maka perubahan adalah niscaya. Wanita mengharum namanya akibat dari ketakwaan yang memempeli sendi-sendi jiwa dan pemikirannya.
Wallahu a’lam bish-shawab