Oleh: Jesiati
MuslimahTimes.com – Indonesia sampai saat ini belum bisa lepas dari jerat hutang. Turun temurun yang sampai sekarang malah mengalami kenaikan. Menurut Menteri keuangan Sri Mulyani Indrawati dikutip dari tempo.com kenaikan utang merupakan tren yang sedang terjadi secara global di tengah pendemi. Semua negara terjadi kenaikan. Apa saja fakta yang terjadi? Yuk kita telusuri agar mengetahui solusi tuntas permasalahan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, pada acara The 5th G20 Finance Ministers and Central Bank Governors Meeting yang diselenggarakan secara daring, disepakati adanya perpanjangan masa cicilan utang. Perpanjangan masa cicilan utang tersebut dinamakan Debt Service Suspension Inisiative (DSSI). DSSI adalah inisiatif untuk memberikan fasilitas relaksasi bagi pembayaran utang negara-negara rentan, yang saat ini dihadapkan pada kondisi ekonomi dan fiskalnya yang sangat sulit. pembahasan DSSI tersebut kemudian didukung oleh lembaga multilateral seperti International Monetary Fund (IMF) dan Bank Dunia, menyepakati untuk memberikan relaksasi cicilan utang (CNBC Indonesia, 20/11/2020).
Pemerintah Indonesia mendapat pinjaman dari Pemerintah Australia dengan nilai mencapai 1,5 miliar dollar Australia. Angka tersebut setara dengan Rp 15,45 triliun (kurs Rp 10.300). Menteri Keuangan Australia Josh Frydenberg mengatakan, uang pinjaman tersebut diberikan lantaran Indonesia dinilai memiliki ketahanan dan proses pemulihan yang cenderung cepat pada masa pandemi Covid-19. “Bantuan ini merefleksikan situasi yang harus kita hadapi bersama. Selain itu, juga berkaitan dengan reputasi Indonesia terkait dengan manajemen fiskal,” ujar dia dalam konferensi pers bersama dengan Pemerintah Indonesia secara virtual, (Kompas.TV, 12/11/2020).
Pemerintah Jerman lewat Kedutaan Besar Republik Federal Jerman mengumumkan penandatanganan kesepakatan utang senilai 550 juta Euro. Pemerintahan Presiden Jokowi pun resmi mengikat pinjaman bilateral yang besarannya setara dengan Rp 9,1 triliun. Perjanjian itu ditandatangani secara terpisah di kantor Bank Pembangunan Jerman (KfW) di Frankurt, Jerman dan di Kementerian Keuangan, Jakarta. “Perjanjian pinjaman senilai 550 juta Euro telah ditandatangani secara terpisah di kantor Bank Pembangunan Jerman KfW di Frankfurt dan di Kementerian Keuangan di Jakarta, menyesuaikan dengan kondisi pandemi,” tulis Kedutaan Besar Jerman untuk Indonesia di akun Twitter resmi Kedutaan Besar Jerman untuk Indonesia (Kompas.TV, 21/11/2020).
Upaya pemerintah melakukan ledakan utang bukanlah solusi permasalahan. Pemerintah selalu berdalih mengeluarkan pembelaan-pembelaan akan kebijakan yang mereka lakukan agar tak tersudutkan. Faktanya kebijakan yang dilakukan hampir membawa negara ke dalam lubang kehancuran. Utang sesungguhnya adalah pintu awal kehancuran sebuah negara, terlebih lagi utang yang penuh bunga/riba. Berbicara tentang utang luar negeri memang tak akan pernah habisnya, sebab negara di era sistem kapitalisme senantiasa menggantungkan hidup dan keberlangsungan negaranya kepada negara penjajah.
Utang luar negeri ini juga salah satu alat kafir penjajah untuk menanamkan Mabda kufur lewat tangan-tangan agennya di negeri-negeri jajahannya terutama negeri kaum Muslimin. Anehnya, kebijakan menambah utang masih menjadi pilihan yang dianggap aman untuk ekonomi Indonesia bahkan suatu kebanggaan. Ancaman serius tanpa kita sadari siap menghilangkan kedaulatan negara lewat utang. Kebijakan negara berpotensi makin jauh dari pemenuhan kemaslahatan rakyat dan justru makin mempererat kendali kepentingan asing. Tingkat pengangguran dan kemiskinan rentan bertambah. Daya beli yang mulai landai akan memengaruhi ekonomi negeri, maka hal ini memastikan bahwa ekonomi semakin terpukul.
Sistem kapitalisme memang rentan mengalami guncangan ekonomi, hal ini disebabkan karena sumber pemasukan utama negara adalah pajak dan utang. Negara akan kesulitan memperoleh pajak dari rakyatnya yang juga tengah mengalami kemandegan ekonomi di tengah pendemi. Sistem kapitalisme ini sudah sangat menyulitkan dan menyengsarakan rakyat, negara yang selalu menjadi korban pemalakan oleh para kapital. Akibatnya negara semakin tercekik lilitan utang yang tinggi.
Pandangan Islam bagaimana menjalankan sistem pemerintahan melakukan pelayanan kepada rakyat tanpa mengemis ke negara lain. Khilafah wajib menjadi negara yang mandiri. Mandiri dalam artian tidak bergantung kepada negara lain. Negara mendiri tidak mudah didikte negara lain. Khilafah akan menutup celah bagi negara kapital untuk menekan Khilafah dengan utang yang diberikannya.
Khilafah berupaya untuk membiayai seluruh kebutuhan rakyatnya. Seluruh pembelanjaan dalam rangka memenuhi kebutuhan rakyat diambil dari baitulmal. Baitul mal memiliki pos-pos pemasukan berupa fa’i, jizyah, ‘usyur, harta milik umum yang dilindungi negara, harta haram pejabat dan pegawai negara, khumus rikaz dan tambang, harta orang yang tidak memiliki ahli waris dan harta orang murtad. Jika pemasukan baitul mal tidak stabil atau mengalami kekosongan khas, maka sejumlah skema dapat diterapkan agar ekonomi dapat pulih kembali dengan menetapkan kewajiban pembiayaan dari kalangan yang memiliki kelebihan harta.
Cara Khilafah menuntaskan masalah utang sebagai berikut:
1. meningkatkan pendapatan berupa mengelola harta milik negara, melakukan pengkhususan pada sebagian harta milik umum, menarik pajak (dharibah) sesuai ketentuan syariah dan mengoptimalkan pemungutan pendapatan.
2. Menghemat pengeluaran khususnya pengeluaran-pengeluaran yang dapat ditunda dan tidak mendesak.
3. Memisahkan utang luar negeri pemerintah sebelumnya dengan utang pihak swasta (baik perorangan maupun perusahaan).
4. Sisa pembayaran utang luar negeri hanya mencakup sisa cicilan utang pokok saja, tidak meliputi bunga, karena syariat Islam mengharamkan bunga/riba.
5. Menempuh berbagai cara untuk meringankan beban utang dengan lobi melunasi sisa cicilan pokok utang.
6. Utang sebelumnya akan dibayar negara dengan mengambil seluruh harta kekayaan yang dimiliki secara tidak sah oleh rezim sebelumnya beserta jajarannya.
7. Utang luar negeri yang dipikul swasta (baik perorangan maupun perusahaan) dikembalikan kepada swasta untuk membayarnya.
8. Khalifah secara syar’i boleh berutang untuk pemulihan ekonomi, namun tetap wajib terikat hukum-hukum syariah. Haram hukumnya Khalifah mengambil utang luar negeri, baik dari negara tertentu, misalnya Amerika Serikat dan Cina, atau dari lembaga-lembaga keuangan internasional seperti IMF dan Bank Dunia. Utang tersebut pasti mengandung riba dan pasti mengandung syarat-syarat yang menghilangkan kedaulatan negeri yang berutang.
Ledakan utang bukanlah untuk dibanggakan karena sejatinya negara diambang kehancuran. Semakin meningkat utang apalagi riba maka rakyatpun jauh dari kata kesejahteraan. Islam punya solusi tuntas permasalahan, tidak seperti sistem kapitalisme sekarang hanyalah jalan buntu dalam mengatasi masalah utang. Alih-alih dapat meringankan, yang ada malah mengalami kenaikan. Apakah kita masih berpaling dari syariat Islam? Kita seharusnya mengambil Islam sebagai sudut pandang karena hanya dengan begitulah permasalahan dapat terselesaikan, tidak hanya masalah utang tetapi juga permasalahan diberbagai aspek kehidupan. Faktanya sekarang setiap masalah yang diselesaikan dalam sistem kapitalisme terbukti mengalami kegagalan.
Wallahu a’lam bisshawab.