Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban
Muslimahtimes– Di dunia Twitter, Menteri Sosial Tri Rismaharini sempat ramai menjadi pembicaraan. Pasalnya, sejak beliau menjabat Menteri Sosial, gebrakan pertamanya adalah mengunjungi gorong-gorong, blusukan hingga berdialog dengan para gelandangan. Banyak yang mengatakan jika itu hanya skenario atau settingan. Bahkan sudah ada yang mengupload siapa-siapa yang disebut gelandangan itu.
Lebih jauh, Gubernur DKI Jakarta, Anis Baswedan hingga mengeluarkan perintah untuk mendata lebih jauh indentitas para gelandangan tersebut. Jika benar data itu terupdate, maka tak terbayangkan bahwa teori pencitraan kembali gagal dan sebenarnya rakyat sudah lebih dulu mengetahui konspirasi ini.
Bukannya menghentikan aksinya, Menteri Sosial melanjutkan dengan memfasilitasi lima penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) atau gelandangan dan pemulung yang ditemukan di Jakarta beberapa waktu lalu untuk bekerja di anak perusahaan BUMN yakni PT PP Property di Bekasi.
Para PMKS tersebut mendapatkan pekerjaan di PT PP Property yang mengembangkan kawasan Grand Kamala Lagoon sebagai tukang kebun dan petugas kebersihan (Viva.co.id, 8/1/2021).
Sungguh tak dapat dinalar, di sisi lain berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pengangguran periode Agustus 2020 mencapai 9,77 juta orang, naik dari Agustus 2019 yg sebanyak 7,10 juta. Satu dua gelandangan untuk pencitraan dan dengan mudahnya mendapatkan pekerjaan sedangkan jutaan lulusan sarjana di negeri ini berpotensi menjadi gelandangan diabaikan.
Jelas kekecewaan bergulung di hati para orangtua, biaya sekolah hari ini tak murah. Mencari sekolah berkualitas juga bukan perkara mudah. Para orangtua harus bergelut dengan pemenuhan kebutuhan yang lain yang tak kalah mahal seperti bahan pokok, kesehatan, air, listrik dan biaya daring.
Harapan jatuh pada sekolah vokasi, dengan lama sekolah yang relatif singkat namun anak ketika lulus sudah membawa bekal ketrampilan tertentu. Namun ketika melihat pemuda yang sama juga sedang berjuang mendapatkan pekerjaan, harapan itu pupus. Modal tak ada dan tak setiap perusahaan membutuhkan mereka.
Dan mengapa fokus menteri sosial ini hanya di Jakarta, Indonesia bukan hanya Jakarta. Bukankah semestinya beliau memperbaiki data dan melakukan perbaikan di sisi yang tak bisa dilakukan oleh menteri sosial sebelumnya. Namun sepertinya mereka setali tiga uang alias tak akan terpengaruh oleh individu dan tetap menjalankan strategi utama yang telah disusun jika ia menjadi menteri sosial.
Masyarakat yang pelupa berusaha dimanfaatkan, setiap lima tahun sekali kita diminta berduyun-duyun datang ke TPS ( Tempat Pemungutan Suara) untuk memilih mereka. Padahal inilah upaya pengalihan masalah kemiskinan dan pengangguran nasional dengan memotret masalah tunawisma , teori pencitraan dan sesalnya, masyarakat ini mudah terbuai.
Jelas, masalah pemenuhan kebutuhan manusia ada di pundak negara. Ketegasan pemimpin tak butuh teori pencitraan. Sebab ini perkara hidup dan mati rakyat yang berada di bawah kekuasaannya. Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu ‘anhu, telah mencontohkannya dengan sangat baik, pada masa paceklik dan kelaparan, ia komitmen hanya makan roti dan minyak sehingga kulitnya berubah menjadi hitam.
Umar berkata: “Akulah sejelek-jelek kepala negara apabila aku kenyang sementara rakyatku kelaparan.” Musibah paceklik itu terjadi akhir tahun ke 18 H dan berlangsung selama sembilan bulan. Bandingkan dengan pejabat hari ini. Ada sangat keterlaluan dengan korupsi dana bansos. Padahal rakyatpun masih dalam suasana pendemi.
Hal itu dalam hal makanan, bagaimana dalam penjaminan urusan pekerjaan? Rasulullah pada masanya pernah menanyai seorang laki-laki tentang apa yang dimiliki di rumahnya, ternyata hanya ada sebuah mangkok tak utuh dan alas tidur. Rasulullah pun meminta para sahabat yang lain untuk membeli benda laki-laki itu dan dari Rasulullah memerintahkan agar hasil penjualan barang itu digunakan untuk membeli kapak dan tali, sisanya diberikan kepada keluarganya.
Artinya sebagai kepala negara, Rasulullah pernah memberikan solusi tak langsung dan langsung ketika ada rakyat yang membutuhkan pekerjaan. Kementerian Sosial sebagai salah satu struktur pemerintahan di bidang sosial hendaknya berlaku adil dan tak berat sebelah.
Standar pelayanan bagi masyarakat adalah maslahat bukan untung rugi, apalagi sebagai alat untuk kampanye kelompok tertentu. Dan hal ini secara empiris, historis sangat sulit terwujud dalam sistem sekular, dimana agama dipisahkan dari kehidupan. Sebab, Islam bukan sekedar agama pengatur ibadah ritual semata namun juga aturan berkehidupan. Wallahu a’ lam bish showab.