Oleh. Aya Ummu Najwa
Muslimahtimes– Pernahkan sahabat merasa selalu tertohok jika ada orang lain yang memperbaharui statusnya di medsos? Pernahkan sahabat sering merasa “itu pasti aku” jika mendengar nasihat? Pernahkah sahabat merasa dunia menjauhimu? Merasa tidak ada yang tulus padamu? Semua jahat padamu, dll?
Jika pernah merasa seperti itu dan bahkan sering, kemudian ini berlanjut terus berhari-hari dan berkali-kali, maka bisa jadi ini disebut baper alias bawa perasaan. Selalu merasa tersinggung dengan ucapan dan tingkah laku orang, merasa sedih dengan status teman, merasa sakit hati dengan nasihat teman, padahal tidak semua apa yang orang lain ucapkan itu diperuntukkan untuk kita.
Baper itu menjadikan manusia selalu berpikir negatif alias su’udzan, bisa pada diri sendiri apalagi kepada orang lain. Dia tidak pernah merasa aman dan bahagia, ia selalu merasa terancam dan tersakiti, merasa dibenci dan bahkan memicu depresi. Padahal kita dilarang keras bersu’udzan.
Allah Ta’ala berfirman.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan berprasangka, karena sesungguhnya sebagian tindakan berprasangka adalah dosa dan janganlah kamu mencari-car kesalahan orang lain” [Al-Hujurat : 12]
Dalam Islam, kita diajarkan untuk menilai orang lain dari dzahirnya saja, kita tidak boleh mencari-cari kesalahan, atau mereka-reka hati mereka kepada kita.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِيَّا كُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيْثِ وَلاَ تَحَسَّسُوا وَلاَ تَجَسَّسُوا وَلاَ تَحَاسَدُوا وَلاَتَدَابَرُوا وَلاَتَبَاغَضُوا وَكُوْنُواعِبَادَاللَّهِ إحْوَانًا
“Berhati-hatilah kalian dari tindakan berprasangka buruk, karena prasangka buruk adalah sedusta-dusta ucapan. Janganlah kalian saling mencari berita kejelekan orang lain, saling memata-matai, saling mendengki, saling membelakangi, dan saling membenci. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.”(Diriwayatkan oleh Al-Bukhari hadits no. 6064 dan Muslim hadits no. 2563)
Baperan itu bisa jadi berasal dari rasa ujub, merasa tinggi hati, sehingga mudah tersinggung jika ada sesuatu tak sesuai dengan hati kita. Orang yang baperan akan susah untuk bahagia.
Dia akan selalu mengingat apa yang dikatakan dan dilakukan temannya padanya bukannya mengingat Allah, padahal Allah telah berfirman:
ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَتَطۡمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكۡرِ ٱللَّهِۗ أَلَا بِذِكۡرِ ٱللَّهِ تَطۡمَئِنُّ ٱلۡقُلُوبُ
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (Surat Ar-Ra’d, Ayat 28)
Sahabat, kita tidak akan bisa membungkam semua mulut manusia, yang harus kita lakukan adalah senantiasa perbaiki hati dan perilaku kita dengan pemahaman Islam sebagai landasan. Jadikan Islam sebagai standar, bukan penilaian manusia.
Namun, tidak semua baper itu dilarang, ternyata ada baper yang dianjurkan atau bahkan malah diperintahkan. Baper yang dianjurkan adalah kita merasa gelisah ketika saudara kita sudah bisa memperbaiki diri, menapaki jalan hijrah, ikut berjuang untuk Islam, sedangkan kita masih berkubang dalam dosa dan sibuk dengan urusan dunia.
Sedangkan baper yang diperintahkan itu adalah ketika kita melihat saudara Muslim kita seperti di Palestina, Suriah, Rohingya, Uyghur, Srilanka, India, dan di negeri-negeri Muslim lainnya, yang tersakiti tak ada penolong. Kita diperintahkan untuk gundah gulana ketika kekufuran di mana-mana, hukum Islam dicampakkan, dan Rasulullah dihina, maka dalam hal ini kita wajib baper dan harus ingin ikut berjuang untuk melawan itu semua dengan dakwah mengajak kepada penerapan Islam secara kaafah.
Wallahu a’lam