Oleh: Sherly Agustina, M.Ag
(Kontributor media dan pemerhati kebijakan publik)
MuslimahTimes.com – Banyak yang mencari solusi atas kasus predator seksual yang semakin marak terjadi, hingga akhirnya muncul wacana kebiri. Bahkan, Presiden Jokowi telah menandatangani PP tentang hukuman kebiri bagi predator seksual. Lalu, apakah hukuman kebiri ini efektif dan solutif?
Telah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo Peraturan Pemerintah (PP) tentang hukuman kebiri bagi pelaku kekerasan seksual tehadap anak. Jokowi menetapkan PP Nomor 70 Tahun 2020 per 7 Desember 2020. PP tersebut memuat tata cara pelaksanaan tindakan kebiri kimia, pemasangan alat pendeteksi elektronik, rehabilitasi dan pengumuman identitas pelaku kekerasan seksual terhadap anak (Viva.co.id, 3/1/21).
Tujuan ditetapkannya PP tersebut untuk menekan dan mengatasi kekerasan seksual terhadap anak. Selain itu, juga sebagai efek jera terhadap predator seksual anak. PP ini juga sebagai implementasi melaksanakan ketentuan Pasal 81A ayat (4) dan Pasal 82A ayat (3) UU No 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No 1 Tahun 2016 tentang Perubahan kedua atas UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi UU. (Viva.co.id, 3/1/21).
Wacana hukum kebiri ini mencuat karena banyaknya kasus predator seksual di negeri ini. Salah satunya adalah seorang pria berusia 20 tahun yang menjadi pelaku pemerkosaan sembilan anak perempuan di Mojokerto. Dia orang yang pertama dijatuhi hukuman kebiri kimia di Indonesia.
Hukuman Kebiri Tidak Efektif dan Solutif
Namun, peraturan tersebut terancam tidak bisa dijalankan karena terbentur sejumlah aturan dan kode etik kedokteran. Di samping itu, tindakan kebiri tidak manusiawi dan mengandung efek mengurangi hasrat seksual secara drastis. Selain itu, ada efek samping yaitu pengapuran tulang atau osteoporosis, perubahan pada kesehatan jantung, kadar lemak darah, tekanan darah, dan gejala yang menyerupai menopause pada perempuan.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) keberatan jika harus melakukan eksekusi hukuman kebiri karena tidak sesuai dengan kode etik kedokteran dan dilakukan bukan karena alasan medis. Namun, para dokter mendukung hukuman seberat-beratnya pada pelaku predator seksual. Kini, beberapa negara telah mencabut hukuman tersebut, di antaranya Jerman pada 2017 lalu.
Di sisi lain, kebiri menimbulkan efek samping tapi belum tentu ada efek jera, maka hukuman tersebut tidak dipandang efektif dan solutif. Naluri seksual adalah fitrah manusia, potensi alami yang Allah berikan pada semua manusia. Potensi ini bukan dimatikan fungsinya, saat melakukan pelanggaran hukum atau penyelewengan seksual. Tapi, diarahkan agar penyaluran naluri seksual berjalan sesuai fitrahnya. Bukan dengan pedofil, Free sex, legebete, dan sebagainya.
Lalu, efektif dan solutifkah hukuman kebiri bagi pedofil? Sementara banyak faktor yang mempengaruhi kenapa seseorang bisa melakukan penyelewengan seksual tersebut. Misalnya, minimnya keimanan seseorang, lifestyle sekuler, pemikiran liberal, ekonomi kapitalis yang diterapkan saat ini serta fasilitas kelayakan tempat tinggal. Jadi, cara mengatasi dan menyelesaikan kasus pedofilia ini harus komprehensif.
Islam Solutif Komprehensif
Dalam Islam, manusia dibekali akidah Islam mulai dalam kandungan, dilahirkan hingga besar oleh kedua orang tuanya di keluarga. Pernikahan bukan hanya sekadar mengumpulkan dua jenis insan yang berbeda, lalu melestarikan keturunan. Lebih dari itu, membentuk dan menghsilkan generasi yang beriman dan bertakwa, berkualitas dan menjadi bagian dari generasi pejuang. Tak akan lepas dari nilai-nilai agama dan pembiasaan yang baik sesuai syariah Islam.
Di lingkungan masyarakat, ada kontrol masyarakat dengan melakukan aktivitas amar makruf nahi munkar. Karena manusia diciptakan ada fujur dan takwa, keimanan manusia kadang bertambah dan berkurang kualitasnya. Maka, wujud ksih sayang di tengah-tengah masyarakat dengan adanya amar makruf nahi munkar, yaitu dakwah. Bukan seperti demokrasi, masing-masing perbuatan terserah dengan dalih hak asasi manusia. Tak peduli apakah perbuatan itu merusak atau tidak, baik diri sendiri ataupun orang lain.
Di level negara, membuat sistem sanksi jika ada warga negaranya melakukan pelanggaran syariah. Ketentuanya sudah ada, baik yang hudud (penjelasan nash nya sudah ada untuk menanganinya) misalnya, pezina dirajam atau dicambuk. Ada jinayat, baik pembunuhan sengaja, tidak sengaja dan menyerupai disengaja. Begitupun selain hudud dan jinayat, sudah ada ketentuannya.
Sistem sanksi dalam Islam menetapkan pemerkosa dicambuk 100 kali bila belum menikah, dan dirajam bila sudah menikah. Penyodomi dibunuh, termasuk juga melukai kemaluan anak kecil dengan persetubuhan dikenai denda 1/3 dari 100 ekor unta, atau sekitar 750 juta rupiah, selain hukuman zina. Jika yang dilakukan adalah sodomi (liwath), hukumannya adalah hukuman mati. Bagi yang dilakukan adalah pelecehan seksual (at taharusy al jinsi) yang tidak sampai pada perbuatan zina atau homoseksual, hukumannya ta’zir (Abdurrahman Al Maliki, 1990, hal 214-238).
Sistem sanksi dalam Islam, memiliki fungsi jawabir dan jawazir. Jawabir adalah penebus dosa jika hukum Islam sudah diterapkan di dunia maka akan terlepas dari hukuman di akhirat. Jawazir adalah menimbulkn efek jera agar pelaku tidak melakukannya kembali. Misal, ketentuan pencuri dipotong tangan, apabila ini diterapkan maka orang akan berulang kali berfikir jika mencuri dengan resiko dipotong tangan. Begitupun dengan pelaku pedofilia.
Suasana yang dibangun dalam sistem Islam adalah keimanan dan ketakwaan, bukan mengikuti hawa nafsu. Suasana amar makruf nahi munkar bukan masing-masing dengan dalih HAM dan kebebasan. Karena kehidupan di dunia hanya sementara, jalan menuju kehidupan yang kekal dan abadi yaitu akhirat. Maka di dunia sibuk menyiapkan bekal untuk pulang ke kampung halaman, tidak terlena dan tertipu daya oleh dunia.
Tidakkah rindu pada aturan yang manusiawi, menjaga kehormatan, harga diri dan wibawa. Serta aturan yang menyelamatkan dan menyejahterakan warganya di bawah bimbingan wahyu Illahi. Aturan itu bukan lain adalah aturan Islam yang telah Allah turunkan pada Nabi Muhammad Saw. Kemudian dilanjutkan oleh para sahabat dan khalifah setelahnya. Lalu, suatu saat nanti akan kembali memimpin dunia sebagaimana janji-Nya (QS. An Nuur: 55).
Allahu A’lam bi ash Shawab.