(Analisis populer Serial Drama Fiksi Sejarah “Ruyi’s Royal Love in the Palace” yang diadaptasi dari Novel “Hou Gong Ru Yi Zhuan” Karya Liu Lianzi)
Bagian 4
Oleh. Salma Shakila
Muslimahtimes.com – Sudah menjadi rahasia umum, permaisuri Dinasti Qing yang selalu digambarkan sebagai sosok yang baik hati, bermartabat tinggi, dihormati, dan berbudi luhur, tapi di sisi lain juga digambarkan sebagai sosok yang sebenarnya punya catatan hitam. Hanya saja catatan hitam itu tidak pernah bisa keluar untuk publik. Karena bagaimana pun pihak istana akan menutup rapat tentang kesalahan-kesalahan permaisuri-permaisuri istana. Dengan begitu permaisuri-permaisuri terlihat sebagai sosok yang sempurna, ideal dan menjalankan perannya dengan baik.
Permaisuri adalah istri resmi kaisar yang berada di puncak hirarki yang sangat tinggi. Permaisuri bertanggung jawab besar terhadap dinasti yang berada di bawah kekuasaan suaminya. Selain bertanggungjawab, seorang permaisuri juga harus mempunyai sifat tegar, pantang mundur, tidak semena-mena terhadap yang lain, dan senantiasa mengayomi. Maka sebisa mungkin selama hidupnya tak pernah melakukan kejahatan sama sekali.
Permaisuri pun digambarkan sebagai seseorang yang punya kecakapan dalam mengurus rumah tangga, seseorang yang berpendidikan dan mampu dalam literasi dan kaligrafi. Tingkah lakunya tidak bercacat, cocok dengan pola dasar konfusionisme. Permaisuri pun digambarkan sebagai sosok yang sopan, tenang dan sempurna untuk mengambil peran sebagai permaisuri.
====
Seorang permaisuri bertanggung jawab atas istana dalam. Termasuk mengatur para selir yang jumlahnya ribuan bahkan puluhan ribu. Permaisuri adalah perempuan paling dihormati dan dipuja di seluruh Tiongkok pada waktu itu. Posisinya yang teramat tinggi dibanding para selir, menjadikan posisi ini adalah posisi yang terancam. Permasuri akan berhadapan dengan selir-selir yang ambisius dan berkomplot. Persaingan tak terelakkan untuk mendapatkan posisi permaisuri. Untuk itu sebagai bentuk penjagaan kekuasaan, tak heran para permaisuri juga melakukan tindakan kejahatan. Hanya saja catatan kejahatannya selalu dibungkus rapi, dan dijaga agar tidak sampai diketahui orang lain atau terdengar sampai keluar istana. Bahkan tak jarang, para permaisuri ini menggunakan tangan orang lain agar dia tetap bersih.
Hal inilah yang membuat kita sulit menebak kepribadian atau motivasi atas permaisuri dan para selir dalam kehidupan mereka. Selain banyak yang ditutupi, juga banyak yang dilindungi. Kadang-kadang alasan di balik implusifnya permaisuri ketika diputuskan pada dirinya diberi hukuman sangat membingungkan karena tidak ada catatan resmi atau bisa dikatakan tidak diketahui.
====
Standar yang membingungkan ini membuat kita menjadi bertanya-tanya, benarkah permaisuri-permaisuri Dinasti Qing adalah orang yang baik? Selain itu kebingungan pun dikarenakan standar baik dan buruk hanya diserahkan pada manusia. Permaisuri sebagai yang paling tinggi derajatnya akan dengan mudah menutup kesalahan-kesalahannya atau juga menggunakan tangan orang lain di balik kejahatan yang dia lakukan. Padahal standar manusia adalah standar yang sangat lemah. Tentu tak bisa digunakan untuk mengklaim sesuatu itu baik atau buruk.
Penilaian baik dan buruk seseorang seharusnya diserahkan kepada Al Kholiq, Sang Pencipta, Dzat yang menciptakan manusia. Dzat yang Maha Mengetahui mana yang baik dan buruk untuk manusia. Dialah Allah Swt. Allah telah menurunkan seperangkat aturan untuk mengatur kehidupan, yaitu zyariat Islam.
Dalam syariat Islam ini dijelaskan bagaimana itu akhlak yang baik dan buruk. Lebih jauh tentang seseorang dikatakan baik itu jika dia bersyaksiyah Islam (berkepribadian Islam). Dan dalam syaksiyah Islam ini pemikiran, perasan dan aturan yang diterapkan adalah Islam, bukan yang lain. Maka kebaikan dalam pandangan Islam dimaknai sebagai seseorang yang senantiasa terikat dengan aturan Islam. Begitulah standar baik buruk yang hakiki, sehingga tak menimbulkan kebingungan.