Oleh: Vera Carolina
MuslimahTimes.com–Besar pasak daripada tiang, begitulah ungkapan pepatah yang bermakna pengeluaran lebih besar dibandingkan pendapatan. Hal ini bisa terjadi dalam lingkup rumah tangga hingga lingkup negara. Pada lingkup negara jika pengeluaran lebih besar daripada pendapatan, maka akan muncul persoalan dalam pengurusan urusan rakyat. Jika terjadi seperti ini, evaluasi anggaran perlu dilakukan di sumber pemasukan, apakah sudah optimal untuk kepentingan rakyat tanpa membebankan rakyat atau belum? Evaluasi berikutnya adalah anggaran pengeluaran sudah tepatkah dikeluarkan untuk kepentingan berjalannya fungsi negara serta untuk kepentingan rakyat dalam jaminan pemenuhan kebutuhan pokok, pendidikan, kesehatan, keamanan? Pengeluaran anggaran ini dibutuhkan skala prioritas anggaran jika kondisi keselamatan jiwa rakyat terancam dibandingkan dengan pembiayaan infrastruktur sekunder, seperti transportasi kereta cepat.
Dilansir dari CnnIndonesia.com, (08/07/2021), Kementerian BUMN mengatakan bahwa Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) bakal mengalami cost deficiency (kekurangan biaya) operasi pada awal pengoperasiannya. Proyek tersebut tersebut juga berpotensi mengalami pembengkakan konstruksi (cost overrun) sampai dengan US$1,4 miliar-US$1,9 miliar. Pembengkakan terjadi akibat keterlambatan pembebasan lahan dan perencanaan yang terlalu optimis di awal. Karena itu, pemerintah tengah bernegosiasi dengan China Development Bank untuk menambal pembengkakan itu. Lagi-lagi solusi defisit anggaran dengan utang ribawi. Di saat yang sama, kondisi wabah covid-19 saat ini belum mereda dan terus meningkat, ditambah kebijakan PPKM darurat untuk wilayah Jawa dan Bali berdampak pada kondisi ekonomi rakyat yang kian menurun. Banyak tenaga kerja dirumahkan, pedagang kecil pun sepi pembeli, akhirnya kebutuhan keluarga pun tak tercukupi. Tak hanya persoalan ekonomi, keselamatan jiwa rakyat pun semakin mengkhawtirkan; tak hanya rakyat yang terpapar wabah covid-19 berujung kematian, tenaga kesehatan juga demikian.
Selayaknya anggaran lebih diprioritaskan untuk membantu ekonomi rakyat dalam hal pemenuhan kebutuhan pokok serta menjamin pelayanan kesehatan yang paripurna dari negara di bandingkan anggaran pembiayaan inftrastruktur sekunder.
Dalam sistem ekonomi kapitalis, sumber pendapatan negara bertumpu pada pajak yang dibebankan kepada rakyat. Setiap tahun penarikan pajak dioptimalkan agar mendapat tambahan anggaran pendapatan negara, sedangkan sumber daya alam(SDA) diserahkan kepada korporasi. Jika SDA yang melimpah dikelola oleh negara kemudian hasilnya digunakan untuk kepentingan rakyat, maka anggaran akan mendapat pemasukan yang besar sehingga dampak positif akan dirasakan rakyat. Rakyat akan terjamin kebutuhan pokoknya, kesehatan, keamanan, dan pendidikan secara gratis. Kondisi ini menjadikan rakyat memeroleh kesejahteraan.
Jika mengacu pada sistem ekonomi kapitalis, kesejahteraan individu rakyat sulit utuk dicapai, yang ada individu rakyat yang kaya dengen konsep kebebasan berekonomi menjadikan ia semakin kaya, sedangkan individu rakyat yang miskin sulit menjadi kaya karena lapangan pekerjaan tak memadai, modal pun tidak punya, yang ada hanya pinjaman plus bunga riba. Selain itu, platform tata kelola perekonomian negara, memosisikan utang sebagai solusi tunggal dalam menutup defisitnya anggaran. Para ekonom yang menjadi stakeholder beralasanan bahwa negara berutang untuk mengejar ketertinggalan infrastruktur dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Utang dengan konsep ribawi ini akan membahayakan ketahanan anggaran negara serta intervensi negara asing dari pemberi utang. Selamanya anggaran pendapatan negara akan bertumpu kepada utang. Alhasil, beban rakyat akan bertambah dengan pertambahan item penarikan pajak kepada rakyat.
Semakin jelas bahwa anggaran pendapatan negara bertumpu dengan mengandalkan utang dan rakyat tetap tak sejahtera. Lantas bagaimana pandangen Islam berkaitan dengan utang yang dilakukan negara?Apa saja sumber pendapatan anggaran negara dalam sistem Islam? mampukah anggaran pendapatan dalam sistem Islam menyejahterakan individu rakyat?
Pengertian utang/pinjaman/qardh menurut Kamus Pintar Ekonomi Islam adalah sesuatu (harta) yang diberikan (dipinjamkan) seseorang kepada orang lain untuk dikembalikan dengan sesuatu (harta) yang semisal di masa yang akan datang. Peminjam tidak boleh mengambil manfaat transaksi peminjaman karena termasuk riba. Peminjam tidak boleh mengembalikan kepada yang meminjamkan kecuali yang dia utangi atau yang semisalnya. Hukum qard adalah boleh sebagaimana firman Allah Swt surat Al-Baqarah: 282 yang artinya “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya”.
Sedangkan hukum riba adalah haram, dalilnya terdapat dalam surat Al-Baqarah: 275 yang artinya “….Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba….”.
Dalam sistem Islam, prinsip me-rial’ayah (mengurus) rakyat dengan utang tidak ada karena sistem keuangan Islam mendapatkan pendapatan cukup. Kecuali pada kondisi kas negara kosong, maka negara akan mencari pinjaman/utang tanpa riba agar kemashlatan rakyat tercapai seperti terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat, kesehatan, pendidikan serta keamanan. Negara berutang tidak menjadi solusi tunggal ketika kas negara kosong, terdapat solusi alternatif lain seperti penarikan pajak/dharibah dari orang orang kaya hingga mencukupi biaya yang dibutuhkan untuk kemashalatn rakyat, termasuk saat terjadi wabah. Setelah tercukupi biaya yang dibutuhkan, maka dharibah tidak dipungut lagi karena dharibah bersifat temporal saja bukan dipungut setiap tahun.
Adapun sumber pemasukan negara yang ditempatkan dalam Baitul Mal terbagi dalam beberapa bagian sesuai dengan jenis hartanya yaitu, pertama;bagian fai dan kharaj, kedua;bagian pemilikan umum seperti SDA yang berlimpah dikelola negara serta hasilnya dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat, ketiga bagian shadaqoh meliputi harta zakat yang diperuntukan kepada 8 ashnaf/golongan (QS. At-taubah:60).
Sumber pemasukan dalam Baitul Mal dapat dilaksanakan ketika syariat Islam diterapkan secara kafah di seluruh aspek kehidupan. Sebagai contoh pada masa khalifah Umar bin Abdul Aziz (684-720 M) adalah sosok pemimpin yang saleh, bijaksana, dan dekat dengan rakyatnya. Pada era itu, Khalifah Umar bin Abdul Aziz telah mengentaskan rakyatnya dari kemiskinan. Semua rakyatnya hidup berkecukupan. Kas negara lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan rakyat hingga, khalifah mencari orang-orang yang punya utang tapi tidak boros, maka utang tersebut akan dibayar dari kas negara, selanjutnya siapa saja yang lajang yang hendak menikah akan dibantu dinikahkan serta dibayar maharnya. Sungguh sistem keuangan dalam sistem Islam telah terbukti mampu membawa kesejahteraan rakyat tanpa utang.