Oleh. Sherly Agustina, M.Ag
(Kontributor media dan pemerhati kebijakan publik)
MuslimahTimes.com – Setelah Lobster kini Komodo, negeri Indonesia memang sangat kaya tidak hanya kekayaan alam tapi juga kekayaan laut, hewan dan lainnya. Hewan Komodo merupakan salah satu contoh hewan langka yang dilindungi oleh dunia International, terletak di kepulauan Nusa Tenggara Timur. Pulau Komodo secara resmi diakui sebagai salah satu dari tujuh keajaiban dunia. Selain itu, pulau ini menjadi sebuah Taman Nasional yang dikagumi masyarakat dunia.
Siapa yang tak kenal Luhut Bisar Panjaitan, seorang dari kalangan militer pernah menjadi staf khusus kepresidenan. Lalu, beberapa kali menjadi menteri dan orang kepercayaan presiden. Saat ini beliau menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi. Baru-baru ini membuat kebijakan bahwa pemerintah memastikan akan tetap mempromosikan pariwisata Komodo di Taman Nasional, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Pembangunan destinasi pariwisata tersebut dilakukan untuk bisa menjaga keberlangsungan hewan langka tersebut. Hewan langka satu-satunya di dunia harus dijual. Alasan pembangunan proyek wisata Pulau Komodo adalah komersil. Bukan berarti pemerintah mengabaikan pelestarian binatang langka tersebut. Jika ada yang mau ke sana harus bayar mahal harus komersil, ujarnya (Galamedianews.com, 27/11/20).
Eksploitasi Komodo: Rezim Rakus dan Materialistik
Wajar jika Luhut memiliki kebijakan demikian, siapapun tahu bahwa Luhut selain seorang menteri juga seorang pengusaha besar. Pebisnis sukses dengan mendirikan PT Toba Sejahtra dan memiliki 99,98% saham Grup PT Toba Sejahtra. Bagi seorang pebisnis, bagaimana caranya bisa menghasilkan materi dari sesuatu apalagi Komodo hewan langka. Dalihnya bisa macam-macam, sebagai upaya pengelolaan Komodo dan bisa menjadi pemasukan bagi pemerintah.
Jika menelisik aturan yang sedang diterapkan di negeri ini, yaitu Kapitalisme-demokrasi. Asas dari kapitalisme ialah sekulerisme, memisahkan agama dari kehidupan dan negara. Sifat Kapitalisme yang menonjol ialah materialistik, apapun yang dipandang menghasilkan materi akan dilakukan. Maka kebijakan apapun yang dikeluarkan tak akan pernah melihat halal-haram, baik-buruk dan benar-salah.
Ini kelemahan aturan yang dibuat manusia, karena hanya akan menghasilkan kerusakan. Misalnya, produk kebebasan bertingkah laku yang dijamin dalam demokrasi. Free sex dianggap hal biasa karena hak asasi manusia, asal suka sama suka manusia bebas melakukan apa saja. Maka fenomena hamil di luar nikah tak bisa dihindari, lalu bagaimana nasib nasab janin yang dikandung dan dilahirkan tersebut. Jika aborsi dan illegal, bagaimana nasib rahim wanita tersebut serta janin yang harus dikorbankan sementara tak salah apa-apa.
Kebebasan kepemilikan yang dijamin juga membawa kerusakan, harta yang seharusnya menjadi milik umum seperti air, gas alam diprivatisasi. Bahkan saat ini hanya bisa dimiliki oleh orang yang bermodal, sementara rakyat hanya gigit jari. Bisa dilihat jika yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin.
Terkait Komodo, hewan yang langka seharusnya dikelola dengan baik bukan dikomersilkan atau dieksploitasi. Rakyat atau warga asing senang melihat sesuatu yang langka, sehingga Komodo bisa menjadi daya tarik sendiri. Namun, jika dijadikan sebagai tempat pariwisata akan mengganggu habitat mereka. Manusia jika sering banyak yang bertamu, hingga waktu istirahatnya berkurang akan mengalami kelelahan. Begitu tabiat makhluk hidup, termasuk hewan.
Islam Aturan Sempurna
Lantas di mana letak menjaga keberlangsungan hewan langka tersebut? Mari kembali kepada fitrah sebagai makhluk yang diciptakan. Siapa yang menciptakan hewan, manusia dan alam semsesta yaitu Allah. Maka pengaturan semua itu harus mengikuti aturan sang Pencipta. Karena jika tidak, hanya kerusakan yang akan terjadi.
Ingat firman Allah Swt dalam surat Ar Ruum ayat 41, bahwa kerusakan yang terjadi akibat ulah manusia. Seharusnya manusia menjaga ciptaan-Nya agar seimbang dan tidak rusak. Allah Swt. berfirman: “Dia menciptakan langit tanpa tiang sebagaimana kamu melihatnya, dan Dia meletakkan gunung-gunung (di permukaan) bumi agar ia (bumi) tidak menggoyangkan kamu; dan memperkembangbiakkan segala macam jenis makhluk bergerak yang bernyawa di bumi. Dan Kami turunkan air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan padanya segala macam tumbuh-tumbuhan yang baik.” (TQS. Lukman: 10).
Islam memiliki aturan sendiri tentang wilayah konservasi (Hima), hima merupakan zona yang tak boleh disentuh atau digunakan untuk apa pun. Rasulullah SAW bersabda, “Tempat tinggal yang paling menyenangkan adalah hima, andai saja di sana tak terdapat banyak ular.” (HR Nasa’i). Hima yang dimaksud dalam hadis itu adalah nama sebuah tempat di zaman Rasulullah yang di dalamnya terdapat padang rumput. Tempat itu tidak boleh dijadikan sebagai tempat mengembala (Dr Syauqi Abu Khalil dalam Athlas al-Hadith Al-Nabawi).
Dalam sejarah pada zaman Nabi SAW, terdapat beberapa hima, antara lain, Hima ar-Rabadzah serta Hima an-Naqi. Hima an-Naqi terletak di dekat Madinah sebagai tempat kavaleri. Menurut dia, di tempat itulah umat Islam mengembala kuda-kudanya. Hima an-Naqi ditetapkan oleh Rasulullah SAW. Nabi SAW melarang berburu binatang pada radius empat mil di sekitar Kota Madinah. Selain itu, masyarakat juga dilarang merusak tanaman dalam radius 12 mil di sekitar kota tersebut.
Dijelaskan bahwa hima merupakan wilayah konservasi untuk menjaga keseimbangan alam. Hima merupakan zona yang tak boleh disentuh atau digunakan untuk apa pun bagi kepentingan manusia. Tempat tersebut digunakan sebagai konservasi alam, baik untuk kehidupan binatang liar maupun tumbuh-tumbuhan.
Begitu pula para Khalifah menetapkan beberapa hima. Khalifah Usman bin Affan memperluas Hima al-Rabdah tersebut yang diriwayatkan mampu menampung 1000 ekor binatang setiap tahunnya (Republika.co.id). Begitu luar biasany Islam mengatur semua aspek kehidupan termasuk aturan satwa langka atau liar.
Jadi, tak ada celah untuk mengeksploitasi satwa langka sebagai pemasukan negara atau lainnya. Adapun pengelolaan keuangan dalam Islam diatur dalam Baitul Mal. Pemasukan dan pengeluaran sudah diatur dengan rapih, misal pemasukan negara dari kepemilikan umum dan negara, fa’i, kharaj, jizyah, zakat, dan lainnya. Pengeluaran untuk kemaslahatan umum misalnya dari pos kepemilikan umum, Indonesia termasuk negeri yang memiliki banyak sumber daya alam.
Jika semua dikelola dengan baik sesuai aturan Islam, cukup untuk mensejahterakan warga negara Indonesia. Tak akan berutang, atau mencari-cari pemasukan dari sisi lain yang tidak masuk kategori pos pemasukan Baitu Mal. Tak terfikir untuk korupsi, bagaimana ada hasrat untuk korupsi sementara kesejahteraan sudah terpenuhi dengan baik. Tidakkah kita rindu pada aturan Allah?
Allahu A’lam Bi Ash Shawab.