Oleh. Hany Handayani Primantara, S.P
(Aktivis Muslimah)
Muslimahtimes.com–Viral kasus anak-anak yang berbondong-bondong cuci darah ke rumah sakit membuat hati kita merasa iba. Mereka masih katagori anak dalam masa pertumbuhan, tetapi justru terjangkit penyakit yang biasa dialami oleh orang dewasa. Penyakit ini tidak ada obatnya selain cuci darah tiap beberapa waktu dalam seminggu. Bukan hanya perkara kesehatan, namun juga keuangan. Cuci darah bukanlah aktivitas yang murah. Sekalipun ada jaminan kesehatan namun hal ini amat disayangkan.
Menurut ahli kesehatan, ada banyak faktor yang bisa meningkatkan risiko seseorang terkena gagal ginjal selain memang kelainan bawaan dari faktor genetik. Dokter Spesialis Anak di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Eka Laksmi Hidayati, menyatakan pola hidup tidak sehat mendominasi faktor penyebab gagal ginjal, yakni kebiasaan mengonsumsi makanan dan minuman kemasan yang tinggi gula terutama pada anak. (cnnindonesia, 20/07/24)
Usut punya usut ternyata sebagian besar makanan dan minuman kemasan yang biasa kita temui di pasar maupun toko swalayan ternyata mengandung gula yang tinggi. Termasuk dalam minuman susu formula yang biasa dikonsumsi oleh bayi mulai dari nol hari. Banyak masyarakat yang terkecoh dengan kemasan berbentuk susu. Namun setelah dicek komposisinya justru lebih dominan kandungan gulanya ketimbang susu itu sendiri. Maka wajar jika saat ini banyak anak-anak yang mengalami obesitas. Obesitas inilah yang kemudian akan memengaruhi fungsi ginjal dan menyebabkan gagal ginjal.
Kegagalan Negara Menjamin Makanan Sehat bagi Rakyat
Merebaknya peredaran makanan dan minuman kemasan tinggi gula adalah fakta gagalnya pemerintah dalam menjalankan fungsinya untuk melindungi rakyat dari sisi kesehatan. Sebab negara adalah garda terdepan yang harus menjadi benteng utama saat makanan dan minuman kemasan tinggi gula itu masuk ke wilayahnya. Saat ini negara tak mampu melakukan tugasnya dengan baik sebab penerapan sistem ekonomi kapitalis.
Negara yang menerapkan sistem ekonomi kapitalis tidak peduli terhadap kualitas makanan dan minuman yang beredar serta dijual ke masyarakat. Tolak ukur mereka adalah untung rugi. Mereka akan menjual apa saja yang diminati oleh pembeli. Dalam hal ini adalah makanan serta minuman tinggi gula. Kandungan gula yang manis membuat konsumen pun akhirnya ketagihan makanan tersebut, terutama anak-anak yang masih dalam masa perkembangan.
Pada dasarnya pemerintah sudah memberikan batasan terkait kebolehan kandungan gula dalam minuman dan makanan kemasan. Namun sepertinya ini hanya sekadar formalitas semata. Sebab kenyataan di lapangan tidak ada pengecekan yang teliti serta tindakan hukum jika memang ada industri makanan kemasan yang melanggar ketentuan pemerintah tersebut. Lagi-lagi di sinilah kredibilitas pemerintah dipertanyakan sebagai pengayom rakyat.
Sebagai pihak yang paling berperan penting dalam membuat kebijakan, pemerintah seharusnya mampu memberikan pemahaman agar masyarakat melek makanan thoyyib, bukan hanya sekadar halal. Ketika negara abai akan hal ini, imbasnya adalah aspek kesehatan dan keamanan pangan bagi masyarakat terutama anak-anak yang masih dalam masa pertumbuhan. Betul bahwa masyarakat harus peduli akan kesehatan mereka pribadi dengan cara berhati-hati dan teliti dalam mengkonsumsi makanan. Selalu cek komposisi makanan sebelum dikonsumsi anggota keluarga.
Sejatinya ikhtiar ini tidaklah cukup untuk bisa menghentikan produsen industri makanan kemasan yang nakal. Perlu kebijakan khusus bagi mereka yang terbukti benar melanggar ketentuan dalam komposisi makanan kemasan. Ketegasan aturan ini hanya bisa dilakukan oleh negara sebagai pihak yang berwenang. Tanpa adanya tindakan hukum bagi mereka yang melanggar, peluang produsen nakal mengulangi hal yang sama pun terbuka lebar. Maka wajar jika kita mempertanyakan, dimana jaminan negara terhadap makanan yang aman bagi masyarakat?
Islam Menjamin Makanan Halal dan Thoyyib
Dalam Islam, negara tidak sekadar menjamin ketersediaan pangan bagi masyarakat. Namun negara juga berkewajiban menyediakan makanan halal serta thayyib bagi masyarakatnya. Sebab dua hal itu adalah bagian dari syariat Islam. Ketersediaan makanan halal dan thayyib yang beredar di masyarakat akan diawasi secara ketat oleh negara melalui lembaga pangan dan gizi. Demi terpenuhinya kondisi tersebut maka para ahli terkait pangan pun diterjunkan guna mengatasinya.
Edukasi kepada masyarakat terkait makanan halal dan thayyib juga tak luput jadi langkah serius pemerintah dalam melindungi masyarakat dari makanan yang dapat merusak kesehatan. Teknisnya dapat dilakukan oleh pemerintah melalui berbagai mekanisme dan sarana yang ada, disesuaikan dengan kondisi masyarakat. Hal ini bertujuan untuk mewujudkan kesadaran pangan yang halal serta thayyib bagi tubuh mereka.
Negara pun akan mengawasi industri pangan agar keberadaannya bisa memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri sesuai standar syara. Pengawasan serta sanksi yang tegas bagi pihak yang melanggar ketentuan pun akan diberlakukan oleh negara supaya semua bisa berjalan beriringan. Hal ini tidak akan pernah terwujud dalam bingkai sistem ekonomi kapitalis. Sebab tolak ukur yang digunakan pun berbeda.
Islam hanya menggunakan tolak ukur syara, bukan sekadar manfaat atau keuntungan semata. Sebab menjalankan perintah Allah Swt. adalah yang utama. Adapun ketika perintah Allah dijalankan dengan baik dan penuh ketaatan, kemudian menghasilkan manfaat serta keuntungan, itu adalah bagian dari Rahmat Allah yang diturukan-Nya bagi hamba-hamba-Nya yang taat.
Maka berbahagialah mereka yang memenuhi seruan Allah Swt. Sebagaimana firman-nya dalam surat Al Araf ayat 96 berikut, “Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan”.
Wallahualam bishawab.