Oleh. Hana Annisa Afriliani, S.S
(Penulis buku “The Power of Istri”)
#MuslimahTimes — Seiring matangnya usia pernikahan seseorang, biasanya romantisme terkikis. Pemicunya banyak, di antaranya memudarnya daya tarik di antara keduanya. Dan yang paling sering terjadi adalah suami merasa istrinya tak menarik lagi.
Padahal saat baru pertama menikah, segalanya serba indah. Menatap wajah pasangan merupakan nikmat tiada tara. Mengenggam tangan pasangan adalah kebahagiaan yang tak mampu terlukiskan. Sampai-sampai memujinya adalah menjadi sebuah kewajiban yang mesti ada di setiap harinya. Tak hanya itu, menyatakan “aku cinta kamu” adalah biasa seiring gelora asmara yang membara.
Namun, seiring berlalunya waktu, mengucap cinta lidah berasa kelu. Apalagi memujinya, rasa gengsi menyergap diri. Ada keluh terselip di dada, ” Mengapa istriku tak secantik dulu?”
Sungguh, manusiawi jika kita tak mudah berpuas terhadap segala yang telah kita punya. Karena hakikatnya manusia memilihi gharizah baqa. Tapi jika itu dibiarkan maka akan menjadikan diri kita kufur terhadap nikmat yang ada. Lebih-lebih dalam rumah tangga, ketika kita lebih banyak mengingat kekurangan pasangan niscaya ketentraman hidup akan redup. Lalu kita akan sibuk menghakimi hidup kita: saya tak beruntung.
Betapa Islam memiliki panduan agar kita senantiasa mampu menyalakan kobaran cinta di dalam rumah tangga kita.
Pertama, perbanyaklah bersyukur dalam kondisi apapun. Yakin lah bahwa apa yang berada di sisi kita telah Allah tetapkan berdasarkan porsi yang pas. Terbaik. Dengan bersyukur, kita akan merasakan nikmat yang bertambah-tambah.
Allah swt berfirman:
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
“Dan (ingatlah juga), tatkala Rabbmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih” (Qs. Ibrahim: 7).
Kedua, tundukkan pandangan dan hati dari segala sesuatu yang diharamkan. Sebagaimana Imam syafii pernah memberi nasihat kepada seorang suami yang mengeluhkan bahwa istrinya sudah tak cantik lagi. Iman syafii kemudian menampik, “Bukan istrimu yang tak cantik lagi, tapi hatimu yang serakah.”
Maka, imam Syafii memberikan solusi, jika istri ingin tetap terlihat cantik adalah dengan ghadhlul bashar (menundukkan pandangan). Maknanya bukan sekadar menundukkan kepala, melainkan juga menundukkan syahwat.
Rasulullah bersabda:
لَوْ أَنَّ لِابْنِ آدَمَ وَادِيًا مِنْ ذَهَبٍ أَحَبَّ أَنْ يَكُونَ لَهُ ثَانِيًا، وَلَنْ يَمْلأَ فَاهُ إِلا التُّرَابُ، وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ تَابَ
“Andaikan anak Adam itu memiliki lembah penuh berisi emas pasti ia akan menginkan lembah kedua, dan tidak akan ada yang bisa memenuhi mulutnya kecuali tanah. Dan Allah akan menerima taubat siapa yang mau bertaubat.”
Adapun kemampuan untuk ghadhlul bashar bersisian dengan keimanan yang terpatri di dada. Semakin lekat taqorub seorang hamba kepada Rabbnya, maka tiada yang mampu menjadi panglima atas dirinya kecuali iman. Ia akan bersandar atas iman. Maka ia akan senantiasa menjauhkan dirinya dari segala bentuk kemaksiatan, termasuk ‘melirik’ wanita yang bukan haq nya. Maka dengannya hati terjaga.
Namun tak dipungkiri di sistem kehidupan liberal hari ini, para suami amat sulit menjaga mata. Sebab aurat wanita bertebaran di setiap tempat. Bebas tanpa batas. Bahkan produk-produk pornografi terdistribusi secara massal.
Jelaslah bahwa yang demikian adalah potret buruk sistem hidup yang ada. Maksiat menjadi lumrah. Godaan syahwat kian dahsyat. Hal itu jelas bukan saja mengakibatkan suami mengeluhkan istrinya tak cantik lagi, tapi sampai pada terjadinya perselingkuhan. Akhirnya rumah tangga hancur.
Sungguh benarlah adanya bahwa hanya dengan Islam tercipta kehidupan yang ideal. Hanya dengan aturan Islam pula tercipta rumah tangga yang sakinah mawadah warahmah. Suami merasa nyaman di sisi istrinya, memuliakannya dan menganggapnya laksana bidadari tercantik di hati dan hidupnya.
================================
Sumber Foto : Mustanir Media Islam