Oleh: Zulfa Nusaibah
Sedih rasanya melihat bulan Ramadhan yang mulia akan segera meninggalkan kita. Dan hati ini semakin teriris ketika melihat ada banyak saudara-saudara seaqidah yang masih harus berjuang mempertahankan imannya. Mereka berpuasa tanpa berbuka dengan layak, dan bahkan tak dapat merayakan hari raya Idul Fitri dengan suka cita. Di Palestina, anak-anak remaja malah sibuk mempertaruhkan nyawa di perbatasan untuk menolak kebijakan Presiden Donald Trump yang melakukan pembukaan kedubes AS di Yerusalem. Pemindahan tersebut ternyata bertepatan dengan peringatan 70 tahun pendirian negara Israel, yang sekaligus menandakan hari pengusiran buat Palestina.
Namun yang semakin menyakitkan adalah ketika ada umat Islam yang malah bergandengan dengan sang penjajah Israel. Penjajah yang terus menerus mendzalimi muslim Palestina , mengusir dan mencaplok lebih dari 85 % keseluruhan luas tanah Palestina. Di tengah kesedihan tersebut, Yahya Cholil Staquf (YCS) yang saat ini menjabat sebagai Katib Aam PBNU telah datang dan memberikan ceramah ke Israel atas undangan AJC . Padahal AJC merupakan kelompok advokasi Yahudi yang didirikan pada 11 November 1906. AJC merupakan salah-satu organisasi advokasi Yahudi tertua. The New York Times mengungkap, AJC secara luas dikenal sebagai “kepala organisasi Yahudi Amerika”
Yahya Staquf menyerukan konsep rahmah sebagai pilihan terhadap konflik Palestina –Israel. Padahal, Israel adalah penjajah, mereka telah memerangi kaum Muslim, merampas tanah-tanah kaum Muslim, dan mengusir kaum Muslim dari negeri mereka sendiri. Maka tentu kita tidak dapat berlemah lembut apalagi berkasih sayang dengan penjajah yang bengis, seperti yang difirmankan oleh Allah SWT:
وَقَاتِلُواْ فِي سَبِيلِ اللّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلاَ تَعْتَدُواْ إِنَّ اللّهَ لاَ يُحِبِّ الْمُعْتَدِينَ
“dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (QS. Al-Baqarah: 190).”
Militer versus militer barulah fair dan seimbang. Oleh karena itu, solusi setiap penjajahan adalah dengan jalan melawan mereka dan mengusir mereka dari negeri kaum Muslim. Jadi, solusi tuntas krisis Palestina adalah jihad fii sabilillah, tidak ada yang lain. Apalagi terbukti, solusi dua negara maupun perjanjian-perjanjian damai adalah solusi kadaluarsa dan tidak akan mampu menyelesaikan secara tuntas permasalahan maupun membebaskan Palestina selamanya.
Oleh karena itu, kaum Muslim di seluruh dunia semestinya mendorong dan mendesak para penguasa di negeri masing-masing, khususnya para penguasa di Timur Tengah, untuk bersama-sama mengirimkan tentaranya ke Palestina dalam rangka mengusir Israel. Merekalah yang bertanggung jawab, karena sikap diam merekalah krisis Palestina terus berlarut-larut.
Sayangnya solusi ini tidak dapat dilakukan selama kaum Muslim terpecah belah dan dipimpin oleh pemimpin yang tuduk di bawah hegemoni Barat. Karena itu, jangan pernah putus asa untuk terus bersatu dan mempersatukan kaum Muslim dan membangun sebuah institusi kepemimpinan kuat yang mengikuti jejak kenabian.
Karena ideologi Barat yakni Kapitalisme yang melahirkan imperialisme dan zionisme hanya mungkin dilawan dengan persatuan umat dibawah satu institusi kepemimpinan. Begitu pula negara semacam Amerika Serikat dan Israel hanya mungkin dapat dilawan dengan sebuah institusi yang menyatukan kaum Muslim.
Sehingga dengan cara persatuan umat yang dipimpin seorang pemimpin yang akan mengerahkan pasukan terbaiknya untuk membebaskan Masjid Al-Aqsha dan Palestina. Jadi, solusi tuntas pembebasan Masjid Al Aqsha dan Palestina adalah persatuan umat dibawah satu institusi kepemimpinan Khilafah Islam yang mengikuti jejak kenabian . Sehingga insya Allah Ramadhan di tahun yang akan datang masjid Al-Aqsha dan Palestina akan kembali ke pangkuan kaum Muslimin.