oleh: EL Fitrianty (penulis buku serial “Balita Cerdas)
Porsi kita sebagai orangtua dalam proses belajar anak adalah menciptakan suasana belajar yang positif dan penuh kegembiraan. Ini penting, karena dalam kondisi bahagia anak-anak akan lebih maksimal belajarnya. Bagian kita adalah menciptakan rasa aman secara fisik dan emosi pada diri anak agar otaknya siap untuk belajar. Anak-anak pun bahagia dalam belajar.
Bahagia belajar, termasuk memahamkan arti bahagia itu sendiri. Bahagia tidak selalu dengan mainan yang mahal atau baju yang selalu baru. Namun berbuat baik, membantu ibu buang sampah, sayang adik atau kakak, mengambilkan minum, berbagi makanan/jajanan dengan teman itu lebih mendatangkan kebahagiaan. Maka kita sendiri harus lebih dulu peka apa makna bahagia. Kebahagiaan hakiki bukan bertumpu pada materi, pangkat, jabatan, atau popularitas.
Menjadi bahagia itu pilihan. Belajar bahagia itu pun pilihan. Demi anak-anak, kita harus berjuang mengubah mindset dari tidak (kurang) bahagia menjadi (lebih) bahagia. Jika sebelumnya kita sempat bersedih dengan apa yang terjadi, maka pasrahkan semua kepada Sang Pemilik Takdir. Ikhlas. Belajar ikhlas. Allah subhanahu wa ta’ala lebih tahu apa yang terbaik untuk kita, yang paling pas untuk hidup kita. Tak perlu iri pada kehidupan orang lain karena kita tak tahu apa yang telah diambil darinya. Dan kita tak perlu bersedih dengan cobaan yang kita terima karena kita tak tahu hadiah apa yang akan Allah berikan kepada kita besok. Bersyukur. Bersabar. Semua butuh proses dan waktu.
Masa kecil anak-anak kita sebenarnya sangat singkat. Saat anak kita dewasa kelak, mungkin tak banyak yang bisa kita lakukan. Mereka telah memiliki dunia sendiri. Pengaruh kita saat itu pasti tak sebesar semasa mereka kecil. Maka saat ini, saat mereka masih dominan berada dalam pengasuhan, pendidikan, dan pengawasan kita inilah Allah menghadiahi kita ladang amal yang teramat luas. Jadi, janganlah kita sia-siakan berlalu begitu saja. Ya, kita inilah, ibunya.
Kenapa harus kita, ibunya? Karena kita yang (seharusnya) paling dekat dan paling bisa mengerti apa kemauan anak. Karena kita lah yang (seharusnya) paling ingin anak-anak kita saleh-salehah, cerdas, santun dan berakhlak mulia. Karena kita –ibunya- yang (seharusnya) paling lama berada dekat dengan anak-anak kita.
Belajar itu luas maknanya. Kita akan banyak belajar dari penciptaan manusia, alam semesta dan kehidupan ini. Jika kemudian kita mampu mengaitkan ketiga hal (penciptaan manusia, alam semesta dan kehidupan) dengan kehidupan sebelum –dan sesudah- dunia ini insya Allah kita akan menemukan kebahagiaan yang hakiki. Sungguh Allah subhanahu wa ta’ala tidak menciptakan semua ini dengan sia-sia (TQS. Ali Imran (3): 191). Selamat belajar. Selamat berbahagia membersamai anak-anak kita. [Mnh]