Oleh : Ibu Vivi
(Ibu Rumah Tangga, Pemerhati Dakwah dan Media)
#MuslimahTimes — Demi perolehan kursi panas pemerintahan yang sebentar lagi akan diperebutkan, politisi partai marak berhijrah. Berhijrah ke ‘rumput tetangga’ alias pindah ke partai politik lain. Menurut Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, dalam pemilu kali ini, jumlah politisi yang pindah partai lebih banyak dibandingkan dengan pemilu sebelumnya. Bagi Titi Anggraini, adanya kader yang lompat partai ini disebabkan karena bertemunya dua kepentingan pragmatis. Partai perlu mengusung caleg-caleg yang bisa menggaet suara pemilih. Sedangkan kader, membutuhkan kendaraan partai yang dianggap lebih akomodatif untuk mencapai tujuan politiknya (Beritagar.id).
Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Syamsuddin Haris berkomentar, bahwa terjadinya pindah-pindah partai seperti ini menandakan rendahnya moralitas politisi Indonesia. “Partai nggak lebih sebagai EO (event organizer) aja,” ungkap Syamsuddin di Jakarta. Dia menegaskan, banyaknya politisi kutu loncat juga menandakan pragmatisme politik yang luar biasa.
Syamsuddin Haris menyebutkan beberapa hal yang menjadi faktor penyebab mengembangnya fenomena pindah partai ini bisa dibagi menjadi 4 (empat) hal.
Pertama, partai-partai yang ada tidak ideologis sehingga politisi tidak punya beban moral jika pindah parpol; Kedua, Tidak ada standar etik yang mengikat politisi & partai sehingga seolah-olah – sah-sah saja; Ketiga, Pragmatisme yang merajalela sehingga politik hanya untuk meraih kekuasaan; Keempat, Konflik personal masing-masing politisi (wow.tribunnews.com).
Apapun alasannya, fenomena hijrah ini memperlihatkan bahwa demokrasi hanya mampu melahirkan politisi-politisi pragmatis tanpa visi ideologis. Wajar jika negara menjadi kacau balau karena diatur oleh orang-orang yang mengedepankan kepentingannya sendiri. Dalam alam demokrasi, politik hanyalah alat untuk meraih kekuasaan. Sementara partai politik berfungsi sebagai kendaraannya, yang setiap saat dapat diganti.
Berbeda dengan sistem demokrasi, dalam sistem Islam, peran dan fungsi partai politik sangat mulia sebagaimana yang dijelaskan dalam Kitab Al Qur’an surat Ali ‘Imran ayat 104:
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma`ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (TQS. Ali ’Imran : 104).
Dalam Islam, partai politik bergerak di tengah-tengah umat, ber-amar ma’ruf nahi munkar, serta bertugas mengedukasi umat dengan pemikiran-pemikiran yang shahih dan berjuang bersama untuk mewujudkan visinya. Sehubungan dengan ini partai harus mempunyai pemimpin yang ditaati dan ada ikatan ideologis yang mengikat para anggota. Dengan ikatan ideologis inilah partai membina para kader dan anggota sehingga masing-masing individu mempunyai pemahaman yang shahih terhadap asas-asas partai dan tidak sekedar berbekal semangat yang emosional saja
Dalam bukunya, ‘Politik Partai, Strategi Baru Perjuanngan Partai Politik Islam’, Muhammad Hawari menjelaskan, pada dasarnya sebuah partai politik harus tersusun atas 4 asas, yaitu: 1.Pemikiran (fikrah); 2. Metode (thariqah); 3. Anggota-anggota; 4. Cara (kayfiah) yang akan ditempuh untuk menyatukan masyarakat dan partai.
Dalam sistem Islam, partai dibangun berlandaskan ideologi Islam yang di dalamnya mencakup pemikiran dan metode partai. Pemikiran partai harus jelas batasannya dan mengkristal dalam partai, sekaligus pada masing-masing individu anggota. Dengan demikian ideologi partai akan menjadi pengikat yang kuat bagi para anggotanya. Dan para anggota memikul tugas partai dengan ikatan yang benar, tidak sekedar ikatan keorganisasian dengan sejumlah deskripsi kerja dan jargon-jargon politik belaka. Pembinaan dan pengkaderan anggota dilakukan dengan memahamkan ideologi Islam, beserta cara penerapannya. Para anggotanya akan berpikir dan berinteraksi berdasarkan ideologi Islam. Adapun visi partai politik Islam adalah melangsungkan kehidupan Islam di bawah naungan khilafah Islamiyah (mediaoposisi.com).
Dengan cara seperti ini akan lahir politisi-politisi Islam yang ideologis, tidak bersifat pragmatis ataupun hanya mencari kekuasaan dan popularitas semata. Para politisi dalam partai bersama-sama mengemban ideologi Islam untuk memberikan kesadaran kepada umat tentang pemahaman Islam secara menyeluruh. Sehingga Islam sebagai ideologi shahih dari Sang Pencipta dan Pengatur Alam ini dapat diterapkan sebagai Rahmatan Lil ‘Alamin.
[]
===================================
Sumber Foto : VoA-Islam