Oleh: Hany Handayani Primantara
#MuslimahTimes –– Masih terngiang dalam benak ini dengan istilah yang disampaikan presiden pertama Indonesia: JASMERAH (Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah). Presiden Soekarno berpesan agar kita sebagai bangsa Indonesia, jangan pernah sekali-kali melupakan sejarah. Sebagai bentuk syukur atas pengorbanan para pahlawan yang telah berhasil berjuang demi kemerdekaan Indonesia. Sekaligus pembelajaran bagi generasi mendatang yang akan meneruskan perjuangan mempertahankan Indonesia.
Penjelasan ini menandakan begitu pentingnya sejarah bagi bangsa ini. Karena tanpa mengetahui sejarah, mustahil Indonesia dapat terlepas dari penjajahan secara fisik sebagaimana dulu. Begitu pun dengan sejarah berkembangnya Islam hingga ke Nusantara. Berbagai kisah perang yang dilakukan Rasul semenjak didaulat sebagai pemimpin negara, berkelanjutan hingga runtuhnya peradaban Islam di Istanbul Turki.
Semua itu masuk dalam kurikulum agama di sekolah. Maka wajar jika para siswa tak begitu asing ketika ditanya tentang perang Badar, perang Ahzab, perang Uhud, perang Hunain serta berbagai penaklukan yang pernah dilakukan kaum muslim. Peperangan-peperangan ini menjadi bukti eksistensi Islam sebagai sebuah Negara. Negara yang diakui serta disegani lantaran kekuatan serta kelembutannya.
Namun, sepertinya kelak kita tak akan lagi jumpai kisah perang Rasul di sekolah maupun lembaga pendidikan lainnya. Hal itu dikarenakan adanya desakan dari Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (Ketum PBNU), KH Said Aqil Sirodj, agar kurikulum agama dikaji lagi. Ia mengusulkan agar bab sejarah yang dominan menceritakan perang untuk dikurangi porsinya. (posmetro.com)
Menurutnya, sejarah perang serta ayat-ayat terkait dengan peperangan sering disalah artikan. Dampak timbulnya Islam Radikal adalah salah satunya. Label Islam teroris pun adalah efek kurikulum agama yang menyelipkan tentang materi perang. Maka penting untuk hilangkan porsi sejarah perang dalam kurikulum agama agar kelak lahir generasi yang toleran dan berakhlakul karimah. Generasi yang jauh dari istilah Radikal dan teroris yang salah arah.
Padahal Menghapus sejarah perang dalam siroh sama halnya dengan menghapus ayat-ayat Allah yang berkaitan dengan perang. Itu artinya, kita hanya mengambil sebagian hukum dari Alquran dan menolak sebagian lainnya. Karena Islam datang untuk menyempurnakan ajaran terdahulu. Jika kita bersikap demikian, apakah bukan berarti sebuah pengkebirian namanya? Pengkebirian terhadap salah satu ajaran Islam adalah tindakan yang menyalahi syariat. Bagaimana nasib para generasi muslim jika sejarah perang justru diamputasi dari kurikulum agama?
Wujud dari pernyataan kesempurnaan Islam akan nampak pada penerimaan secara total terhadap apa yang ada dalam Al-Quran. Bukan menerima sebagian dan menolak sebagian yang dirasa tak bermanfaat dalam pandangannya. Penolakan terhadap sebagian ayat-ayat Allah adalah penolakan terhadap ajaran Islam. Perlu berhati-hati dalam berikan masukan untuk kemajuan sebuah generasi. Jangan sampai niat ingin membenahi, malah mengamputasi ajaran Islam yang telah paripurna.
“Apakah kamu beriman kepada sebagian al-Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian di antaramu melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat.” (Al-Baqarah: 85)
Faedah dari ayat diatas adalah kekufuran bagi orang yang memilih sebagian hukum syariat lantas mengamalkan apa yang sesuai dengan hawa nafsunya, kemudian meninggalkan perkara syariat yang tidak cocok dengan hawa nafsunya. Belum cukupkah makna ayat ini menjadi sandaran kita dalam beramal soleh?
Tak terbayang jika hal itu terjadi, generasi mendatang tak tahu akan sejarah agamanya sendiri. Bagaimana kelak mereka akan memperjuangkan Dien ini bila sejarahnya saja mereka tak paham. Bagaimana mereka akan belajar dari sejarah perang, bila materi perang di sekolah pun telah dihapuskan. Islam memang bukan agama peperangan namun dengan peperangan Islam mampu hapuskan kejahiliahan. Jahil akan kebenaran Sang Pemilik bumi dan segala isinya.
Jangan terjebak dengan istilah Radikal yang disematkan oleh pihak yang tak bertanggung jawab. Bisa jadi hembusan isu Islam Radikal adalah salah satu infiltrasi sekulerisme yang dapat merusak Islam. Karena dalam Islam tak ada istilah sekulerisme. Sekulerisme merupakan ajaran yang bertentangan dengan Islam. Bertentangan dari sisi sejarah serta proses kelahirannya. Mari selalu jaga anak-anak kita dari paham uang berbahaya ini.
Suguhi mereka sejarah perang. Sebab banyak pelajaran justru yang didapat dari sana. Timbulnya kekaguman akan kebesaran Islam akan lahirkan semangat memperjuangkan Islam, sebagaimana para pendahulu mereka yang tercatat dalam sejarah. Bukan kemudian terhanyut dengan kisah dongeng penuh dusta yang melenakan saat ini. Pun menjadikan kisah fiktif sebagai rujukan dalam menjalani aktivitas dalam kehidupan.
====================
Sumber Foto : NU Online