Oleh. Ayu Mela Yulianti, SPt
(Pemerhati Masalah Umat)
#MuslimahTimes — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indarwati mengakui bahwa tahun depan pemerintah menghadapi tantangan cukup berat khususnya dalam mengelola anggaran karena utang jatuh tempo yang besar. Sedikitnya besar utang jatuh tempo yang harus dibayar pemerintah di tahun 2019 mencapai Rp 409 triliun (Tempo.co).
Fakta yang dikemukakan oleh menteri keuangan Sri Mulyani, menunjukan ada ketidakefisienan pengelolaan dana oleh pemerintah alias lebih besar pasak daripada tiang.
Ketidakefisienan ini bisa terjadi karena banyaknya pos-pos anggaran pembelanjaan negara yang tidak efisien, korupsi dan ketidakoptimalan pengelolaan sumber daya alam yang sebenarnya bisa memberikan masukan dana yang sangat besar bagi negara. Hal ini sangat wajar terjadi, karena pengelolaan keuangan negara saat ini memakai asas kapitalis sekuler.
Suatu asas yang dipakai untuk menyelesaikan permasalahan manusia berdasarkan akal manusia semata dan menegasikan aturan agama dalam penyelesaiannya. Sehingga banyak menimbulkan banyak kekacauan dalam solusi yang diperolehnya. Solusi sistem kapitalis sekuler tidak bersifat solutif, pasti menyisakan masalah baru dan bersifat spekulatif.
Lihatlah dari sumber pemasukan dana pemerintah yang utama mengambil dari pajak. Semua sektor terkena pajak, yang sebenarnya sangat memberatkan, terutama bagi warga kelas menengah dan miskin. Bagaimana mau bayar pajak, buat makan saja susah, ini keluhan sebagian masyarakat kita, yang faktanya memang banyak hidup digaris kemiskinan.
Kesalahan pengambilan sumber utama pemasukan dana bagi pemerintah selanjutnya adalah kesalahan pengembangan dalam sektor budaya dan pariwisata. Pemerintah sibuk mengembangkan sektor budaya dan pariwisata, sampai bisnis esek-esek prostitusi pun diperbolehkan diwilayah yang dilokalisasi. Hal ini menyebabkan masyarakat menjadi sakit, dan untuk mengobati masyarakat yang sakit perlu dana yang sangat besar pula. Sungguh sangat tidak efisien.
Kesalahan pengambilan sumber dana oleh pemerintah yang selanjutnya ditunjukkan dari abainya pemerintah mengelola secara sungguh-sungguh sumber daya alam Indonesia yang sangat melimpah ruah. Pengelolaan banyak diserahkan pada tender kapital, sehingga negara hanya memperoleh pajak hasil pengelolaannya saja, bukan hasil pengelolaan sumber daya alam itu sendiri. Semisal barang tambang, berupa tambang emas, perak, nikel, bijih tembaga, besi sampai ke uranium. Atau sumber daya alam berupa air semisal laut, danau, air terjun, bantaran kali, sungai dan rawa. Atau sumber api, semisal minyak bumi dan gas. Jika dikelola dengan sungguh-sungguh, pastilah akan menjadi sumber pendapatan negara yang cukup besar.
Sudahlah salah dalam mengambil sumber pendapatan negara, ditambah lagi masalah mental manusia pengelolanya yang tidak benar. Sekali lagi, ini adalah sebuah kewajaran, karena saat ini negara menerapkan azas kapitalis sekuler dalam pengelolaannya. Pengelola negara pun banyak yang terkena penyakit hedonis, yaitu penyakit yang disebabkan oleh gaya hidup mewah dan menghamburkan harta. Hingga banyak  menimbulkan korupsi, pengambilan dan perampasan harta negara tanpa hak dan kolusi disegala sektor.
Untuk itu, perlulah meninjau ulang kembali kebijakan yang diterapkan. Mengingat banyaknya kekacauan yang ditimbulkan dari penerapan sistem kapitalis sekuler yang menyebabkan negeri ini terlilit hutang, hingga bingung bagaimana cara melunasinya.
// Utang Negara di Dalam Islam //Â
Islam dengan segala aturannya dalam bingkai syariatnya, sungguh telah menetapkan sumber-sumber pendapatan negara, antara lain dari hasil pengelolaan sumber daya alam dengan berbagai ragam dan jenisnya. Mengambil pajak hanya dari kalangan mampu dan kaya saja. Juga meniadakan sektor hiburan dan pariwisata yang berpotensi menyumbang kerusakan dan penyakit masyarakat.
Jika hal ini telah dilakukan, dan kondisi dana pemerintah masih defisit. Maka Islam membolehkan negara berutang kepada negara lain, yang tidak membebani negara, tidak mengandung unsur spekulasi dan tidak menjadikan celah penjajahan atas negara baik secara mental, ekonomi dan pembangunan.
Karena bagaimanapun, Islam memandang sedikit atau banyak, ringan atau berat, utang tetaplah utang. Wajib untuk dibayar, dilunasi dan diselesaikan. Tentu cara penyelesaian utang yang benar adalah cara-cara sebagaimana tuntunan syariat Islam. Yaitu dengan membayar hutang sebesar dana yang dipinjam. Jadi kalau pinjamnya 1 juta dollar, maka dilunasinya pun sebesar satu juta dollar. Tidak kurang tidak lebih.
Jika negara belum mampu untuk membayar hutang maka lakukan akad ulang, terkait kapan negara sanggup melunasinya dan tidak boleh ada syarat yang menekan dari negara pendonor atau pemberi hutang kepada negara yang dihutangi. Karena memberi hutang hakikatnya adalah membantu bukan untuk mendominasi apalagi menjajah.
Karena syariat Islam adalah solusi atas seluruh permasalahan hidup manusia, termasuk negara. Maka satu satunya jalan, agar negara terbebas dari hutang adalah dengan meninggalkan tata aturan yang dibuat oleh kapitalis sekuler dan beralih dengan penerapan syariat Islam Kaffah dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam tatacara berhutang dan tata cara menyelesaikan hutang hingga lunas.
Maha benar Allah SWT dan RasulNya yang telah memberikan tuntunan hidup yang maha sempurna, hingga kelapangan dan kemuliaan hidup akan Allah SWT turunkan kepada siapapun yang mau menerapkannya.
Wamataufiqi illah billahi.
=======================================
Sumber Foto : Berita Islam Terkini