Oleh. Ayu Mela Yulianti, SPt.
#MuslimahTimes –– Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membongkar dugaan suap terkait usulan tambahan dana perimbangan daerah pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) tahun anggaran 2018, lewat operasi tangkap tangan (OTT) pada awal Mei 2018.
Saat itu, lembaga antirasuah menangkap Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Demokrat, Amin Santono; pejabat Kementerian Keuangan, Yaya Purnomo; Direktur CV Iwan Binangkit, Ahmad Ghiast; seorang swasta Eka Kamaludin, dan sejumlah orang lainnya.
Setelah melakukan pemeriksaan dan gelar perkara, KPK kemudian menetapkan Amin, Yaya, Ahmad, dan Eka sebagai tersangka suap. Amin, Yaya, Ahmad diduga sebagai penerima, sementara Ahmad selaku pemberi suap.(CNN Indonesia, Jakarta 31 Agustus 2018).
Banyak kasus suap terjadi, yang terekspos media hanya sebagian kecil saja. Ini menunjukkan jika kasus suap itu kasus biasa saja, saking seringnya terjadi dan terus berulang. Wajarlah, karena aktivitas suap ini banyak terjadi dalam sistem hidup Demokrasi Sekuler Kapitalis. Para pelaku merasa sah-sah saja melakukannya, tidak merasa malu apalagi merasa berdosa. Lihatlah dimedia televisi, wajah-wajah sumringah tetap tampil dioknum2 yang tertangkap tangan tengah melakukan aksi suap. Ditambah lagi hukuman bagi pelakku suap berupa penjara yang disiapkan untuk aktivis suap ini sangat nyaman, hampir sama dengan penjara para koruptor. Bagaimana mungkin penjara membuat aktivis koruptor dan suap menjadi jera ?, jika fasilitas mewah penjara masih bisa dipesan.
Demokrasi menyuburkan aksi Suap
Demokrasi merupakan sistem hidup yang sangat rumit. Tersebab aturan yang dilahirkannya sangat menjlimet sehingga sangat sulit untuk mengurai masalah hingga mendapatkan solusi yang pas dan mumpuni.
Setali tiga uang dengan Demokrasi. Kapitalis Sekuler, menambah bertambahnya aktivitas suap dalam berbagai macam bentuk. Juga tersebab karena aktivis suap tidak merasa jika suap adalah perilaku salah dan dosa. Wajar, karena Kapitalis Sekuler tidak mengenal aturan halal – haram, semuanya diserahkan kepada hukum positif. Akibatnya aturannya pasti akan selalu menghasilkan nilai yang bersifat hipokrit dan nisbi. Bermuka dua. Hukum karet, yang bisa ditarik ulur sesuai kepentingan. Sangat berbahaya, karena bisa merusak tata nilai kehidupan dalam masyarakat yaitu masyarakat akan menganggap jika suap adalah praktek biasa saja, yang tidak bernilai dosa.
Islam adalah Solusi
Melihat fenomena suap yang subur didalam sistem Demokrasi Sekuler Kapitalis, yang sangat merugikan masyarakat dan bernilai dosa. Maka haruslah ada solusi tuntas menghadapi kasus yang kerap berulang ini. Dan solusinya hanya ada didalam Syariat Islam kaffah, yang memiliki tata aturan yang sangat jelas terkait dengan aktivitas suap menyuap, antara lain :
pertama, Syariat Islam telah melarang pejabat negara dan pengatur urusan masyarakat untuk menerima hadiah. Hadiah yang diberikan kepada pejabat negara dikategorikan oleh syariat Islam sebagai suap.
Kedua, Syariat Islam telah menetapkan bahwa pejabat negara menerima santunan yang diambil dari Baitul mal sesuai dengan kebutuhannya dan kebutuhan orang-orang yang berada dalam tanggung jawab nafkahnya. Tidak mendapatkan gaji. Karena tugas utama pejabat negara adalah pengatur urusan masyarakat, bukan pegawai atau pekerja.
ketiga, Islam telah menetapkan bahwa aktivitas suap adalah aktivitas yang mengandung nilai dosa. Harta yang didapatkan dari aktivitas ini terkategori harta haram yang tidak boleh dimiliki.
keempat, syariat telah menetapkan jika pelaku suap, baik yang memberi suap dan menerima suap adalah orang-orang yang berdosa yang akan mendapatkan sanksi yang telah ditetapkan oleh Syariat.
Kelima, syariat telah menetapkan harta suap adalah harta yang tidak boleh dimiliki dan tidak bisa dimiliki. Harta suap dimasukkan ke Baitul mal, untuk digunakan sesuai dengan keputusan Khalifah guna kemaslahatan seluruh anggota masyarakat dibawah kepemimpinannya.
Demikian aturan Syariat Islam terkait aktivitas suap. Sehingga menjadi sebuah kewajaran jika ada jaminan kebersihan harta yang dimiliki oleh individu manusia. Juga jaminan keberkahan hidup. Tersebab aturan syariat Islam berasal dari Allah SWT dan RasulNya.
Wamataufiki illahibillah
===========================
Sumber Foto : Aktual