Oleh : Yulida Hasanah*
Setipa hari, bisa dipastikan hampir seluruh masyarakat Indonesia pasti mengkonsumsi produk pertanian. Mulai dari makanan pokoknya yaitu nasi, sampai-sampai orang bilang “pokoknya kalo gak makan nasi, namanya bukan makan tapi ngemil”. Dan produk pertanian yang juga menjadi makanan kesukaan rakyat indonesia yaitu tempe tahu. Makanya, ketika harga kedelai naik pasti harga tempe tahu juga ikut naik. Jikapun tidak dinaikkan harganya, pasti mempengaruhi kwantitas dari tempe tahu itu sendiri yaitu dibuat dengan bentuk yang lebih kecil dari biasanya. Nah, dari 3 komoditas pertanian ini saja, sudah cukup membuat para emak yang bertugas menyediakan kebutuhan pangan dalam rumah tangga mau tidak mau harus peduli dengan kondisi pangan yang ada di lapang yaitu di bumi ibu pertiwi ini. Bagaimana juga kabar para pahlawan pangan alias para petani dalam negeri yang katanya semakin hari semakin merugi.
Nah, agar tidak bertanya-tanya. Para emak mesti tau dan peduli dengan kondisi mereka, apalagi pada tanggal 24 September kemarin negeri ini telah memperingati Hari Tani Nasional. Adakah pengaruh ke arah yang lebih baik bagi petani dari peringatan HTN ini ? Mengingat masalah pertanian dan ketahanan pangan dalam negeri, tidak kunjung mandiri. Ditambah lagi, ribuan petani yang sampai hari ini menyuarakan nasibnya ke Istana Negara dengan harapan agar mereka para petani benar-benar menjadi pahlawan pangan di negeri mereka sendiri.
Kenapa bisa dikatakan tidak mandiri ? Sebab, negeri ini masih sangat bergantung pada impor bahan pangan. Sepanjang semester I ( Januari – Juni ) per tahun 2018 saja, Indonesia mengimpor komoditas pertanian seperti beras, kedelai, gula dan garam yang menjadi penyumbang terbesar pembelian barang konsumsi dari luar negeri mencapai 8, 18 Miliar U$ Dolar AS, yaitu naik 21,64 % dibanding tahun sebelumnya. Sangat disayangkan, negara agraris seperti Indonesia ini malah banyak mengimpor produk pertanian. (Bisnis.com)
Adapun, beberapa alasan pemerintah selalu impor komoditas pangan khususnya produk pertanian. Menurut Direktur Program Pasca Sarjana Manajement dan Bisnis Institut Pertanian Bogor (IPB) Arief Daryanto, ada 3 alasan kebijakan impor pangan ini sulit untuk ditanggulangi. Yaitu, pertama; petani di Indonesia selalu dihadapkan pada tekanan-tekanan yang berasal dari alam dan sulit dihindari seperti serangan hama, serangan organisme penyakit tanaman dan perubahan iklim. Kedua; terus berkurangnya jumlah lahan pertanian akibat adanya peralihan fungsi lahan dari yang semula untuk pertanian menjadi untuk sektor bisnis dan hunian. Ketiga; kurang berpihaknya kebijakan pemerintah terhadap langkah-langkah pengembangan sektor pertanian, terutama dalam hal penerapan teknologi baru di sektor pertanian seperti rekayasa genetik bibit pangan, membuat Indonesia kian sulit memenuhi kebutuhan pangan dalam negerinya secara mandiri.
Jika ditelisik lagi, dari ketiga alasan yang dikemukakan di atas. Bisa kita simpulkan bahwa ujung tombak dari kesulitan petani dalam menghadapi seranga hama dan penyakit-penyakit tanaman yang lain dan masalah peralihan fungsi lahan pertanian menjadi lahan hunian maupun bisnis yang lain adalah pada alasan ke-tiga yaitu kurang berpihaknya kebijakan pemerintah terhadap petani dan sektor pertaniannya. Setuju mak ?
Dengan demikian, kita perlu mencari langkah apa yang tepat agar mengubah pola pikir pemerintah kita agar mereka bisa bertanggungjawab secara real terhadap pemenuhan kebutuhan pangan dalam negeri dengan memberikan hak-hak petani sebagai pahlawan pangan dalam mendukung terlaksananya tanggungjawab pemerintah tersebut.
Islam punya Solusi
Islam bukan sekedar sebuah agama ritual semata, yang hanya mengatur hubungan manusia dengan Penciptanya. Akan tetapi, Islam adalah agama yang sempurna yang memiliki aturan kehidupan dalam rangka mengatur seluruh aspek kehidupan manusia termasuk urusan pangan. Apalagi, urusan pangan ini adalah kebutuhan pokok yang harus terpenuhi oleh masing-masing individu manusia. Dalam pandangan Islam, negaralah yang bertanggungjawab atas pemenuhan kebutuhan pokok seluruh rakyatnya. Sebab hal itu merupakan bagian dari tugas negara dalam melakukan pemeliharaan terhadap seluruh urusan rakyatnya, baik di dalam dan luar negeri ( ri’âyah su`ûn al-ummah).
Ketika peradaban Islam masih tegak, sektor pertanian termasuk yang paling maju dan berkembang dalam segi teknologi dan ilmu pengetahuannya. Hal ini terjadi karena, pemerintahan Islam menerapkan aturan islam secara kaffah termasuk menerapkan sistem ekonomi Islam. Di dalam sistem ekonomi Islam, ada beberapa kebijakan yang harus dijalankan pemerintah dalam bidang pertanian.
Pertama, kebijakan di sektor produksi, negara akan menyediakan bibit unggul, pupuk dan obat-obatan agar tanaman tidak mudah terserang hama penyakit. Negara juga akan menyediakan subsidi untuk keperluan sarana produksi pertanian. Dan yang tak kalah penting yaitu, negara menerapkan kebijakan yang dapat mendukung terciptanya perluasan lahan pertanian yang diolah.
Kedua, kebijakan di sektor industri pertanian, negara wajib menjamin tersedianya bahan baku industri pertanian seperti bahan-bahan pertanian yang memadahi. Selain itu, juga menyediakan prasarana jalan, pasar dan lembaga-lembaga pendukung lainnya seperti lembaga penyuluhan pertanian dan lembaga permodalan.
Ketiga, kebijakan di sektor perdagangan hasil pertanian, maka negara wajib menyediakan berbagai prasarana jalan, pasar dan transportasi yang dapat mengangkut hasil pertanian secara cepat dan murah. Selain itu, juga menjamin agar mekanisme harga komoditi pertanian dan harga komoditi industri pertanian dapat berjalan secara transparan dan tak ada manipulasi. Dan negara mencegah terjadinya penetapan harga yang tinggi di pasar, serta adanya penipuan, penimbunan serta tindakan-tindakan spekulasi dalam perdagangan.
Sungguh sempurnanya mekanisme politik pertanian dalam Islam. Maka benar, jika Allah SWT mengutus RasulNya dengan membawa Islam sebagai Rahmat bagi seluruh alam. Wallaahua’lam
*penulis lepas dan pemerhati masalah sosial