Oleh. Herni S
#MuslimahTimes — Pemerintah bertekad mencetak generasi patuh pajak dalam kurun waktu beberapa tahun ke depan. Salah satu upaya agar hal itu terwujud yaitu dengan memasukkan materi kesadaran pajak ke dalam kurikulum pendidikan nasional. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak bahkan sudah menandatangani perjanjian kerja sama Eselon I di lingkungan Kemendikbud terkait pembelajaran materi kesadaran pajak di SD, SMP, SMA, dan jenjang Perguruan Tinggi.
Salah satunya Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir meminta para rektor mengurus para mahasiswa wisuda untuk langsung mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Adapun jumlah mahasiswa yang lulus setiap tahun mencapai 1,8 juta orang.Bahkan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Kementrian Pendidikan Dan Kebudayaan (kemendikbud),serta kementrian Riset ,Teknologi dan Pendidikan Tinggi (kemenristekdikti) untuk mendidik dan menumbuhkan karakter sadar pajak sejak dini dilingkungan pendidikan.dengan sikap pemerintah yang seperti ini telah membuktikan bahwa kondisi ekonomi Indonesia kian terpuruk dan hal ini justru bakal menjadi bumerang bagi bangsa ini.Pemerintah seharusnya jujur terhadap kondisi ekonomi Indonesia saat ini bukan malah memalak rakyat dengan cara-cara yang tidak masuk akal.Dengan bersikap jujur kepada masyarakat akan membuat komponen masyarakat bahu-membahu memperbaiki ekonomi bangsa ini.Namun jika hal ini dibiarkan terus-menerus maka bisa saja nanti negara bangkrut.Ditambah lagi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sudah semakin menghawatirkan.Namun sayang, pemerintah seolah-olah tidak melihat itu, dengan terus saja membantah berbagai argumentasi maupun kritikan berbagai pihak terhadap situasi ekonomi bangsa saat ini.
Disisi lain jika kita melihat fakta yang terjadi di lapangan saat ini mengindikasikan bahwa banyak petugas pajak yang over acting. Pasalnya, mereka menyasar siapa saja wajib pajak untuk ikut tax amnesty. Kalau tidak mereka dengan bahasa yang halus menakut-nakuti wajib pajak bahwa harta/aset, rumah, tabungan dan deposito bakal diselidiki oleh petugas pajak, jika tak mau ikut tax amnesty. Bahkan petugas pajak tidak kenal waktu untuk menghubungi wajib pajak melalui hp wajib pajak meskipun di luar jam dinasnya, pada malam hari.Pemerintah mencekik rakyat dengan pajak yang tinggi. Semua sekarang dipajakin, bahkan pajak telah menyasar harta/aset, rumah tabungan, deposito akan dipajakin.Dan yang terakhir pemerintah akan meminta para rektor mengurus para mahasiswa wisuda untuk langsung mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).Perlu diketahui bahwa saat ini Pemerintahan bukan menjalankan sistem pajak yang sehat tetapi melakukan pemerataan kepada rakyatnya tanpa terkecuali dan hal ini akan berlangsung secara terus-menerus.
Pajak Dalam Islam
Berbeda dengan Rezim saaat ini yang jelas-jelas Mendzolimi rakyat maka
dalam APBN Negara islam sumber pendapatan tetap negara yang menjadi hak kaum Muslim dan masuk ke Baitul Mal adalah: (1) Fai’ [Anfal, Ghanimah, Khumus]; (2) Jizyah; (3) Kharaj; (4) ‘Usyur; (5) Harta milik umum yang dilindungi negara; (6) Harta haram pejabat dan pegawai negara; (7) Khumus Rikaz dan tambang; (8) Harta orang yang tidak mempunyai ahli waris; (9) Harta orang murtad. Inilah pendapatan tetap negara, ada atau tidaknya kebutuhan.
Berbeda dengan pendapatan tidak tetap. Pendapatan ini bersifat instrumental dan insidental. Bersifat instrumental, karena Islam menetapkan kepada kaum Muslim fardhu kifayah untuk memikul kewajiban pembiayaan, ketika dana tidak ada di Baitul Mal. Karena itu, ini menjadi instrumen untuk memecahkan masalah yang dihadapi negara, yang dibebankan hanya kepada umat Islam. Disebut insidental, karena tidak diambil secara tetap, bergantung kebutuhan yang dibenarkan oleh syara’ untuk mengambilnya.
Syara’ telah menetapkan sejumlah kewajiban dan pos, yang ada atau tidak adanya harta di Baitul Mal tetap harus berjalan. Jika di Baitul Mal ada harta, maka dibiayai oleh Baitul Mal. Jika tidak ada, maka kewajiban tersebut berpindah ke pundak kaum Muslim. Sebab, jika tidak, maka akan menyebabkan terjadinya dharar bagi seluruh kaum Muslim. Dalam rangka menghilangkan dharar di saat Baitul Mal tidak ada dana inilah, maka khilafah boleh menggunakan instrumen pajak. Namun, hanya bersifat insidental, sampai kewajiban dan pos tersebut bisa dibiayai, atau Baitul Mal mempunyai dana untuk mengcovernya.inilah gambaran bagaimana islam mengelola dana dan mengunakan anggaran yang ada hingga bisa dipastikan anggaran tidak akan mengalami devisit dan pastiny Negara tidak akan menarik pajak secara membabi buta seperti yang terjadi saat ini.
Wallahualam bissowab..