Oleh: Erin az-Zahroh
#MuslimahTimes –– Pemerintahan presiden Joko Widodo meluncurkan paket kebijakan ekonomi ke-16. Salah satu paket kebijakan ini, pemerintah memberikan relaksasi berupa Daftar Negatif Investasi. (Tempo.co)
Paket ekonomi ini diumumkan Darmin Nasution, Menko Perekonomian, di Istana Negara (16/11). Negara memberikan kesempatan kepada pihak asing untuk menguasai 100 persen dari 54 bidang usaha dalam DNI. (RMOL.co)
“Tentunya dengan pelepasan DNI diharapkan bisa meningkatkan nilai investasi,” kata Edy saat menggelar konferensi pers di Kantor Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta Pusat, Jumat lalu. (Tempo.co)
DNI merupakan daftar bidang usaha yang disusun oleh pemerintah. Penyusunannya bertujuan untuk melindungi pengusaha dalam negeri supaya tidak bersaing dengan pengusaha asing. Artinya, jika suatu bidang usaha masuk dalam DNI, maka pemerintah akan membatasi pemodal asing untuk ikut dalam kepemilikan bidang tersebut.
Bertolak dari argumen pemerintah tentang pembebasan DNI, sesungguhnya muncul ancaman bagi pengusaha domestik. Bidang usaha yang dibebaskan ini banyak digeluti rakyat kecil, yakni UMKM dan koperasi. Padahal, sektor UMKM dan koperasi selama ini merupakan garda pengamanan yang membantu menekan jumlah pengangguran di negeri ini. Seharusnya di negara manapun, sektor ini dilindungi oleh pemerintah secara ketat. Hal ini dikarenakan sektor ini yang mampu mendongkrak produktifitas perekonomian nasional.
Bila UMKM dan koperasi dirapuhkan dengan pembebasan masuknya asing, maka lengkaplah sudah penghancuran perekonomian Indonesia. Para kapitalis, dengan neoliberalisamenya, telah purna menundukkan negeri ini.
Sebuah negara yang merdeka, idealnya memiliki politik kemandirian. Caranya dengan menghindari campur tangan pihak asing serta mengoptimalkan pengelolaan kekayaan negeri (SDA) untuk menjamin pemenuhan kebutuhan rakyat. Rakyat sesungguhnya ibarat anak yang harus diurusi ayah-ibunya (pemerintah), bukan malah dijadikan pasar. Sayangnya pengaturan yang demikian hanya ada dalam sistem pemerintahan islam, bukan sifat sitem kapitalis.
Dalam sistem kapitalis-neoliberalisme yang berbalut demokrasi, negara ibarat pedagang. Sehingga mindset negara adalah bagaimana caranya supaya dapat mengambil keuntungan dari rakyatnya. Maka pantas untuk dipikirkan bersama, apakah sistem yang demikian layak dipertahankan? Sementara tersedia sistem lain yang sempurna, yaitu sistem Islam.