Oleh : Muji. S.Pd
(Pendidik, anggota pengajian Qonitat Kabupaten Magetan)
Surga merupakan harapan dan impian bagi semua orang. Tidak ada satupun orang yang berkeinginan dan bercita–cita masuk neraka. Tak terkecuali bagi orang yang nonmuslim pun pasti bercita–cita masuk surga. Percaya adanya surga dan neraka merupakan bukti keimanan seseorang akan adanya hari akhir dan hari pembalasan atas semua amal manusia ketika di dunia. Iman berarti percaya/ yaqin, yaitu iman kepada Allah, Malaikat, Rosul, Al Quran, Hari Akhir, dan Qodho- Qodhar. Apalagi kita sebagai seorang muslim, mengimani adanya surga dan neraka tidak hanya sekedar diucapkan, tetapi juga harus diyaqini dan dibuktikan dengan perbuatan. Sehingga terwujudlah insan yang bertaqwa. Taqwa berarti menjalankan semua perintah Allah dan menjauhi segala larangan Allah. Dan sebaik–baik bekal adalah taqwa. Karena dengan taqwalah yang bisa menghantarkan kita meraih surganya Allah.
Sebagian besar masyarakat saat ini lebih banyak bersikap prakmatis. Mereka menganggap, sebagai seorang muslim, ketika sudah jujur, sopan, baik, melaksanakan sholat, zakat, dan puasa (menjalankan rukun islam ), merupakan bekal yang sudah cukup untuk meraih surganya Allah. Mereka tidak memahami bahwa masih banyak lagi kewajiban- kewajiban sebagai seorang muslim yang mereka tinggalkan dan belum mereka tunaikan. Begitu juga masih banyak larangan–larangan yang belum mereka tinggalkan. Mereka masih memilih–milih aturan Allah. Aturan Allah yang sekiranya cocok mereka ambil, dan aturan Allah yang sekiranya tidak sesuai kehendak mereka, mereka tidak mengambilnya. Sehingga bisa dikatakan muslim, tetapi serasa non muslim.
Karena amal perbuatannya tidak jauh beda dengan orang non muslim. Misalnya saja dari segi pakaian. Islam mewajibkan seorang muslimah ketika sudah baliq wajib menutup aurat dan berjilbab. Faktanya banyak kaum muslimin yang tidak mau berjilbab dan menutup auratnya dengan bermacam alasan. Mereka menganggap menutup aurat atau tidak itu merupan hak nya yang tidak boleh dipaksakan. Selain itu, maraknya pergaulan bebas, zina dan riba merupakan salah satu potret buramnya kehidupan saat ini yang semakin jauh dari islam.
Hidup dalam kupangan system kapitalisme yang telah mendasari seluruh aspek kehidupan, menyebabkan sebagian besar masyarakat hidup prakmatis yang berorientasi pada materialistik. Keluarga adalah basis pendidikan yang utama bagi setiap insan. Kapitalisme telah memaksa orangtua abai dalam proses pendidikan anaknya. Beban hidup yang terus mencekik mengharuskan keluarga memutar otak untuk mencari penghidupan. Akibatnya anak terabaikan. Ibu sebagai pendidik pertama dan utama bagi anak tidak sempat memberikan perhatian dan kasih sayang yang paripurna. Karena sibuk di luar rumah harus membantu suami untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Begitupun sosok ayah. Ia menjadi figure yang asing bagi anaknya. Sempitnya waktu bersama anaknya menjadi sangat mahal dalam keluarga. Anakpun terdidik dengan televisi, internet, HP dan media elektronik lainnya. Padahal dari media – media tersebutlah anak mendapat mengaruh buruk tentang pergaulan bebas, hidup konsumtif, kekerasan dan aktivitas lainnya, System kapitalisme yang diadopsi sebagai idiologi negara telah melahirkan kebebasan berkeyakinan, berperilaku, serta berpendapat. Bahkan bebas dalam hal kepemilikan harta. Akibatnya semua orang bebas berbuat apapun, dan tidak peduli halal atau haram.
Sekulerisme yang mewarnai di segala bidang kehidupan juga mempunyai andil semakin menambah rusaknya tatanan kehidupan., termasuk di dalamnya bidang pendidikan yang hanya menjadikan pendidikan agama sekedar formalitas belaka. Tidak ada strategi untuk menjadikan tutunan agama dipahami dan kemudian diamalkan, sehingga, berpengaruh dalam perilaku kesehariannya. Dengan kurikulum sekuler kapitalistik, para pelajar kian terbentuk menjadi pribadi yang kering jiwanya, keras mentalnya, bahkan jumud dari mencari solusi berbagai persoalan yang menimpanya. Kata iman dan taqawa tidk lebih dari lips service. Kata iman dan taqwa tidak mewujud dalam kenyataan. Dengan demikian maka system pendidikan telah gagal menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas, yang tidak sekedar pandai, tetapi juga memiliki iman yang kuat dalam mengarungi kehidupan.
Berkembangnya budaya permisif, serba boleh, dan hedonisme juga memberikan pengaruh buruk pada masyarakat. Selain itu adanya kepentingan ekonomi yang membiarkan media menayangkan pornografi, kekerasan, pergaulan bebas, dan hidup serba materialistik menambah deret panjang permasalahan yang semakin berat dihadapi kaum muslimin saat ini.
Untuk mewujudkan insan yang mukmin dan muttaqin, dibutuhkan peran dari berbagai unsur yang melibatkan keluarga, sekolah, masyarakat, dan negara. Semua harus bertanggung jawab dalam membentuk kepribadian yang dibangun atas dasar iman dan taqwa. Dan saling bersinergi untuk mewujudkan lingkungan yang kondusif.
Keluarga merupakan elemen kecil yang berpengaruh besar pada pembentukan kepribadian seseorang. Keluarga bisa menjadi pembangun dan benteng pertahanan akhlak seseorang. Dalam islam,keluarga berfungsi sebagai madrasah pertama/ pendidikan pertama dan pembiaan utama bagi anak. Dalam keluargalah seharusnya pondasi nilai –nilai agama dan dasar – dasar keislaman ditanamkan. Anak dibimbing orang tuanya bagaiman ia mengenal Penciptanya agar kelak ia hanya mengabdi kepada sang pencipta yaitu Allah SWT.. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW : “Setiap bayi yang lahir dalam keadaan suci (fitrah islam). Ayah dan ibunyalah kelak yang menjadikan dirinya Yahudi, Nasrani, atau Majusi (penyembah api dan berhala). (HR al –Bukhari, Muslim, Malik, Ahmad, at Tirmidzi, Abu Dawud dan an-Nasa’i)selain itu Rasulullah juga pernah bersabda : “ Tidak ada pemberian orang tua kepada anak yang lebih utama daripada pendidikan yang baik “ (HR. At Tirmidzy)
Peran keluarga untuk mendidik anak sanagtlah besar, baik yang dilakukan oleh ayah maupun ibu. Sebagaimana digambarkan oleh Imam Al Ghazali, “ anak itu amanah Allah bagi kedua orang tuanya, hatinya bersih bagaikan mutiara yang indah bersahaja, bersih dari setiap lukisan, dan gambar. Ia menerima dari setiap yang dilukiskan,cenderung ke arah apa saja yang diarahkan kepadanya. Jika ia dibiasakan belajar dengan baik ia akan tumbuh menjadi baik, beruntung di dunia dan di akhirst. Kekdua orang tuanya semuanya gurunya, pengajar dan pendidiknya sama – sama mendapat pahala. Dan jika dibiasakan melakukan keburukan dan diabaikan sebagaimana mengabaikan heewan, ia akan celaka dan rusak, dan dosanya menimpa pengasuh dan orang tuanya.”
Seorang ayah mempunyai kewajiban untuk mendidik anggota keluarga agar terhindar dari api neraka, sebagaiman firman Allah SWT : “ Wahai orang – orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api nerakan yang bahan bakarnya manusia dan batu.” (TQS: At-Tahrim:6)
Masyarakat merupakan kumpulan dari individu – individu yang memiliki pemikiran, perasaaan, dan peraturan yang sama. Masyarakat berfungsi sebagai control social, yaitu amar ma’ruf nahi munkar. Ketika masing – masing memandang betapa pentingnya menjaga suasana lingkunagn kondusif, maka semua orang akan sepakat memandang mana perkara–perkara yang akan membawa pengaruh yang baik bagimasyarakat, maupun mana yang membawa pengaruh negatif pada masyarakat yang tentunya harus dicegah secara bersama – sama.
Rasulullah saw mengibaratkan kehidupan masyarakat islam sepeerti sekelompok orang yang mengarungi lautan dengan kapal. “ perumpamaan orang yang teguh menjalankan hukum – hukum Allah dan orang rang melanggarnya bagaikan sekelompok orang yang berada disebuah kapal. Sebagian berada di atas dan sebagian lagi di bawah. Adapun mereka yang berada di bawah, bila memerlukam air minum, harus naik ke atas melewati orang – orang yang berada di atas, sehingga mereka berkata, lebih baik kita lubangi saja kapal ini agar tidak mengganggu saudar-saudara kita yang berada di atas, bila mereka yang berada di atas membiarkan niat orang-orang yang berada di bawah, niscaya binasalah mereka semua. Akan tetapi bila mereka mencegahnya maka akan selamatlah mereka semua.”(HR.al- Bukhari).
Negara adalah institusi yang memiliki peran penting dalam membentuk insan yang beriman dan bertaqwa melalui pemberlakuan aturan yang secara total dan menyeluruh dari segala aspek kehidupan. Dalam islam, aturan yang diterapkan merupakan aturan/ syariat islam. Misalnya, system pergaulan islam, system ekonomi islam, system pemerintahan islam dll. Begitu juga dengan system pendidikan. Dalam islam pendidikan didasarkan pada asas akidah islam yang menjadi dasar penentuan arah dan tujuan pendidikan, penyusunan kurikulum dan standar nilai ilmu pengetahuan serta proses belajar mengajar. Negara sebagai penyelenggara pendidikan yang utama haruslah menerapkan kurikulum yang menjamin tercapainya generasi berkualitas. Bukan hanya generasi yang mengejar kemajuan teknologi, tetapi juga membentuk kepribadian islami.
Selain itu negara juga berkewajiban untuk mengontrol dan menindak tegas hal-hal yang merusak masyarakat, terutama media yang memberi pengaruh buruk dalam masyarakat. Sehingga akan bisa terwujud insan yang beriman dan bertaqwa di tengah-tengah masyrakat. Hanya saja semua ini tidak akan bisa terwujud dalam tatanan system yang kapitalistik sekuler saat ini. Hanya negara yang menerapkan islam kaffah – lah yang bersumber dari tatanan terbaik dari sang Maha Pencipta, Allah swt yang mampu mewujudkan insan- insan yang mukmin dan muttaqin.