Oleh. Siti Rahmah
#MuslimahTimes –– Setiap tanggal 22 Desember yang dinobatkan sebagai hari ibu, seolah menjadi momen sakral untuk mengungkapkan rasa terimakasih kepada ibunda tercinta. Perayaan hari ibu pun ramai diperingati dunia. Mulai dari ucapan terimakasih kiriman bunga, bingkisan dan segudang perayaan. Di dunia sosial pun tidak kalah ramai hastag hari ibu, ungkapan kebanggaan yang dituangkan baik berupa puisi, kata mutiara dan semua rangkaian kata menghiasi beranda. Tidak mau ketinggalan momen penting acara televisi pun seharian menanyangkan rubrik-rubrik dengan konten ibu. Ada kisah perjuangan seorang ibu, liputan yang menyoroti sosok-sosok ibu hebat, pesta kejutan untuk ibu dan segudang program lainnya.
Ada yang salah dengan semua itu? Tentu tidak. Ibu memang orang yang paling berhak mendapatkan perlakuan istimewa dari anaknya. Hanya saja tentu bukan di waktu tertentu saja dan tidak hanya dalam satu hari. Islam mengajarkan kepada anak untuk senantiasa memuliakan orangtuanya terutama ibunya.
Sehingga jika dikaji lebih dalam perayaan hari ibu bukanlah berasal dari ajaran ataupun budaya Islam. Adapun yang melatar belakangi lahirnya hari ibu adalah untuk memberikan hak ibu yang tidak pernah diatur dalam ajaran agama ataupun perundang-undangan mereka. Sehingga di negara barat mulai meramaikan perayaan hari ibu karena masyarakat di sana kebanyakan tidak memiliki ikatan kekeluargaan yang utuh. Sehingga pernikahan dan perceraian adalah hal yang biasa terjadi. Mereka pun tidak mengenal ajaran berbakti kepada orangtua. Sehingga mereka berinisiatif untuk membuat hari yang khusus sebagai bentuk penghormatan mereka kepada ibu.
Kemuliaan Ibu
Bagaimana dengan Islam? Tentu budaya Islam berbeda dalam memperlakukan ibu. Dalam Islam ibu diikat dengan keistimewaannya yang akan menghantarkannya ke surga. Bahkan surga itu sangat dekat dengan Ibu sehingga muncul ungkapan “surga dibawah telapak kaki ibu”. Tentu saja surga begitu nyata bagi ibu yang mampu memetik kemulyaannya dengan menjalankan fungsi dan kewajibannya secara maksimal.
Kewajiban ibu yang pertama adalah membesarkan anak-anaknya. Dalam sebuah hadits dinyatakan bahwasanya Rasululloh saw bersabda;
“Nikahilah wanita yang penyayang dan subur! Karena aku berbangga dengan banyaknya ummatku.” (HR. An Nasa’I, Abu Dawud).
Hadits tersebut jelas memberikan gambaran bahwa wanita dinikahi untuk memberikan keturunan bagi suaminya. Sehingga ketika dia memutuskan siap menikah berarti siap juga dengan fungsinya sebagai ibu.
Adapun fungsi utama sebagai ibu adalah pertama, membesarkan anak. Bagi sebagian orang fungsi ini bukanlah fungsi yang mudah karena memang begitu adanya. Seorang ibu akan ditempa kesabarannya semenjak dia mulai mengandung. Tiga bulan pertama adalah masa penyesuaian hormon, sehingga tidak sedikit ibu dalam masa ini mengalami ngidam yang berat bahkan sampai harus dirawat di rumah sakit. Bulan berikutnya tidak kalah berat karena usia kandungan bertambah maka kelelahanpun bertambah berat. Menjelang waktu melahirkan ibu harus merenggang nyawa untuk mengeluarkan si buah hati yang lama dinanti.
Namun ternyata dengan semua perjuang berat ibu itu, Allah menyediakan pahala yang berlimpah. Tidak ada kelelahan dan rasa sakit kecuali dibaliknya adalah kebaikan. Rasululloh saw telah berwasiat kepada Fatimah Az-Zahrah, putri kesayangannya yang berbunyi:
“Wahai Fatimah, apabila wanita mengandung, malaikat memohonkan ampunan baginya, dan Allah menetapkan baginya setiap hari seribu kebaikan serta melebur seribu kejelekan. Ketika wanita merasa sakit akan melahirkan, Allah menetapkan pahala baginya sama dengan pahala para pejuang di jalan Allah. Jika dia melahirkan kandungannya, bersihlah dosa-dosanya seperti ketika dia dilahirkan dari kandungan ibunya. Bila meninggal ketika melahirkan, dia tidak akan membawa dosa sedikit pun. Di dalam kubur akan mendapatkan pertamanan indah yang merupakan bagian dari taman surga. Allah memberikan pahala kepadanya sama dengan pahalah seribu orang yang melaksanakan ibadah haji dan umrah, dan seribu malaikat memohonkan ampunan baginya hingga hari Kiamat”.
Setelah mengandung, tugas ibu belumlah selesai, masih ada tugas mulia lainnya. Yaitu memberikan air susu untuk anaknya selama dua tahun sebagaimana firman Allah;
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan,” (QS al-Baqarah [2]: 233).
Limpahan kebajikanpun ibu peroleh dalam setiap tetesan yang diteguk sang bayi. Selain memberikan air susu, ibu juga berkewajiban memberikan makanan terbaik untuk anak-anaknya. Memilihkan makanan yang halal dan thoyiban juga memilihkan makanan yang memiliki kadar nutrisi yang sesuai dengan kebutuhan anaknya adalah kewajiban ibu.
Fungsi ibu yang kedua adalah merawat dan memelihara anaknya. Termasuk di dalamnya adalah memberi nama yang baik, tidak memanggilnya dengan panggilan yang buruk. Sebagaiman firman Allah;
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki mengolok-olok kumpulan yang lain, boleh Jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. (QS. Al Hujraat, 6).
Berikutnya adalah menjaga anak agar tidak menjadi gunjingan. Menjaga kesehatannya dengan cara senantiasa merawat kebersihan dan keindahannya. Semua ini perlu dilakukan oleh seorang ibu.
Fungsi yang ketiga adalah memberikan kasih sayang. Pemberian kasih sayang ini tidak bisa diwakilkan, tidak bisa digantikan. Pun, tidak bisa dijual belikan dan tidak bisa ditukar dengan materi. Kasih sayang ini akan lahir seiring dengan kedekatan yang terjalin intensif, begitupun dengan seringnya interaksi antara ibu dan anak. Walaupun ada pihak yang merasionalisasikan yang paling penting dari sebuah kebersamaan itu adalah kualitas. Namun ternyata kuantitas pun tidak dapat diabaikan. Interaksi anak dengan orang tuanya yang minim, terlebih-lebih ibu, akan menyebabkan anak kekurangan kasih sayang. Ujungnya kelak, dapat menegasikan keberadaan silaturrahim diantara mereka.
Fungsi ibu yang keempat adalah mendidik anak-anaknya. Allah sudah memerintahkan di dalam Al Qur’an untuk senantiasa menjaga diri dan keluarganya dari api neraka. Sebagaimana firman Allah;
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”(QS. At Tahrim 66:6)
Begitupun dalam surat An Nisa Allah berfirman;
“Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. “(QS. An-Nisa’ 4: Ayat 9)
Tugas mendidik ini tentu paling strategis untuk dilakukan oleh ibu, karena ibu lah yang pertama kali berinteraksi dengan anak. Dari ibu, anak mengenal bahasa pertama sehingga disebut bahasa anak adalah bahasa ibu. Menjadi hal yang wajar jika akhirnya ibu disebut madrasatul ula (sekolah pertama) bagi anak-anaknya.
Ibu Kembalilah
Dengan melihat fungsi yang strategis dan sentral ini, sehingga wajar jika menjadi ibu butuh persiapan. Karena fungsi ini harus dilaksanakan dengan maksimal, optimal dan sabar. Sehingga seorang ibu wajib memiliki ilmu pengetahuan yang luas tentang pendidikan anak, tentang ilmu agama, ilmu kehidupan. Menjadi seorang ibu juga butuh ketelatenan dan fokus.
Untuk itu wahai ibu, perkuatlah keimananmu, tambahlah pengetahuanmu dan perkayalah keterampilanmu. Namun semua itu bukan untuk mengejar obsesi dan ambisimu. Tapi, semata-mata untuk anakmu. Untuk memaksimalkan peranmu. Karena anakmu begitu membutuhkan mu. Untuk itu, wahai ibu kembalilah kepada fitrahmu, tengoklah anakmu mereka begitu membutuhkan sentuhan lembut kasih sayangmu. Wahai ibu kembalilah kepada fitrahmu, karena anakmu sudah duduk manis di rumahmu, mereka siap untuk mereguk ilmu dari mu. Wahai ibu kembalilah kepada fitrahmu karena anakmu sudah rindu tatapan hangat dan peluk sayang yang memberi kenyamanan darimu.